Ekonomi & Bisnis Membangun Kedaulatan Pangan Butuh Kerja Sama Lintas Sektor

Membangun Kedaulatan Pangan Butuh Kerja Sama Lintas Sektor

2
0
Membangun Kedaulatan Pangan Butuh Kerja Sama Lintas Sektor
Petani mencabuti hama rumput tanaman bawang merah di Desa Gempolsongo, Mijen, Demak, Jawa Tengah, Selasa (2/7).(ANTARA/YUSUF NUGROHO)

ANGKA produksi padi dan komoditas pertanian lainnya di Indonesia menunjukkan fakta yang cukup mengkhawatirkan. Permasalahan pangan yang bernilai krusial menjadi tantangan bangsa Indonesia dalam waktu ke depan. 

“Sebagai warga bangsa dan juga wakil rakyat, menjadi penting untuk memastikan kesejahteraan masyarakat sesuai amanat UUD 1945,” ungkap Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Parti NasDem Sulaeman L Hamzah di acara Focus Group Discussion (FGD) Pra-Kongres NasDem III Bidang Pangan bertajuk “Penguatan Kebijakan Pangan: Strategi Adaptasi dalam Menghadapi Perubahan Iklim” di NasDem Tower, Selasa (23/7).

Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Kemandirian Desa DPP Partai NasDem itu juga memaparkan, berkaca dari berbagai masalah pertanian dan pangan Indonesia serta memastikan ketersediaan makan bergizi untuk seluruh masyarakat, maka alternatif solusi yang dapat diberikan dan dijalankan adalah penguatan pangan lokal dan diversifikasi pangan. 

Baca juga : Perum Bulog Gandeng Pupuk Indonesia Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Ditambahkannya, tanaman pangan berbasis biji-bijian, termasuk padi, adalah yang paling terancam oleh perubahan iklim dan/atau pemanasan global. Adapun tanaman umbi-umbian memiliki daya tahan yang lebih baik, dan cocok ditanam di daerah yang kering tanpa banyak hujan. 

“Indonesia harus mulai bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok. Hal ini sebenarnya sejalan dengan ragam kondisi lahan Indonesia yang dapat ditanami berbagai jenis tanaman pangan lainnya,” terang Sulaeman. 

Anggota Bidang Pertanian, Peternakan dan Kemandirian Desa DPP Partai NasDem yang juga praktisi pertanian yang sudah lebih dari 15 tahun berkecimpung di dunia pertanian, Ayep Zaki mengungkapkan, Indonesia saat ini tengah mengalami banyak permasalahan ketahanan pangan. Oleh karenanya, dibutuhkan kontribusi lintas sektor baik itu pemerintah, praktisi, dan akademisi untuk mengembangkan optimalisasi lahan pangan. 

Baca juga : Kementan Berikan Bantuan kepada Para Petani Muda di Daerah

“Pengembangan ini bisa dilakukan dengan teknologi yang disertai dengan penyuluhan kepada petani. Begitupun dengan peran partai politik sebagai komponen pendukung negara melalui peran legislatif, eksekutif dan konstituennya yang bisa diutilisasi untuk mendorong dan mengawal pengembangan ini untuk perwujudan ketahanan pangan Indonesia,” tegas Ayep.
 
Selain Sulaeman dan Ayep, FGD ini juga menghadirkan dua pembicara, Teuku Achmad Iqbal, S.Si., M.Si, Ketua Kelompok Substansi Padi Irigasi dan Rawa, Direktorat Serelia Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian dan Prof. Subejo, S.P., M.Sc., Ph.D, Guru Besar (Profesor) Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 

Dalam paparannya, Teuku menyampaikan, krisis pangan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor yang berada dalam level nasional dan internasional, yakni kekeringan (El Nino), penurunan pasar biji-bijian, pemberhentian ekspor besar oleh produsen, peningkatan permintaan pasca COVID-19, peningkatan inflasi di beberapa negara, serta pengaruh geopolitik yang disebabkan konflik Rusia dan Ukraina.

“Sedangkan penyebab produksi padi turun antara lain karena persoalan pupuk bersubsidi yang belum tepat sasaran dan tidak sesuai dengan asas keadilan, penuaan alsintan, peningkatan keperluan untuk rehabilitasi saluran irigasi, pengurangan bibit unggul, dan penurunan anggaran,” terang Teuku Iqbal.

Baca juga : Ketersediaan Air Krusial dalam Produksi Pangan Jelang Kemarau

Teuku juga menyampaikan beberapa langkah mitigasi untuk meningkatkan produksi padi, yaitu inovasi teknologi, perbaikan mekanisasi, peningkatan jumlah lahan, perbaikan benih/VUB, perbaikan pupuk, dan peningkatan mekanisme pemompaan air.

Narasumber Subejo memberikan perspektif dari akademisi, dia katakan, problematika pangan global dan nasional, dampak perubahan iklim dan kontribusi sektor pertanian, serta strategi prospektif, saat ini usaha pertanian di Indonesia masih belum efisien dan boros sumber daya.

“Permasalahan utama paling mengkhawatirkan adalah petani pangan di Indonesia semakin menua. Hal ini disebabkan oleh pendidikan formal terkait pertanian dan praktik petani masih rendah. Di samping itu, krisis pangan dan peningkatan ancaman produksi pertanian juga disebabkan perubahan iklim global,” jelas Prof Subejo.

Baca juga : Kementan Perkuat Resonansi Duta Petani Millenial dan Duta Petani Andalan

Prof Subejo juga memberikan usulan solusi, jika sumber daya air merupakan salah satu determinan utama produksi pertanian. Prospeknya adalah melalui pengembangan air permukaan untuk irigasi dan pemanenan air hujan dengan embung mikro dan connected long storage pond. Dia yakin, praktik ini sudah dilakukan di beberapa daerah perbukitan di Yogyakarta.

“Dibutuhkan model skema pertanian terpadu sebagai inovasi baru, yaitu kolaborasi antara kegiatan pertanian yang dijalankan bersamaan dengan kegiatan peternakan serta kegiatan produksi hasil,” jelas Prof Subejo.

Ditegaskan Prof Subejo, peningkatan sumber daya pertanian dibutuhkan, misalnya dengan dorongan untuk menambah added value dalam produksi pertanian serta utilisasi TIK (teknologi, informasi dan komunikasi) modern seperti internet untuk memunculkan urban farming yang melibatkan orang muda sehingga sektor pertanian dapat menjadi lebih produktif, efisien, rendah karbon, dan beragam. (Z-6)

Tinggalkan Balasan