Otomotif GAIKINDO: Harga Mobil Baru Kian Mahal, Tak Terjangkau Pendapatan Masyarakat Indonesia

GAIKINDO: Harga Mobil Baru Kian Mahal, Tak Terjangkau Pendapatan Masyarakat Indonesia

4
0

IndonesiaDiscover –

Indonesia tengah terjebak dalam stagnasi penjualan mobil baru. Selama 10 tahun terakhir, penjualan mobil secara domestik tak bisa keluar dari angka 1 juta unit. Salah satu alasannya, disebut adalah harga mobil baru yang kian mahal dan tanpa diiringi kenaikan pendapatan per kapita.

Hal itu diungkap oleh Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara dalam diskusi Solusi Mengatasi Stagnasi Pasar Mobil yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Rabu (10/7/2024).

“Salah satu faktor pemicu stagnasi pasar mobil adalah harga mobil baru tidak terjangkau oleh pendapatan per kapita masyarakat. Gap antara pendapatan rumah tangga dan harga mobil baru makin lebar,” kata Kukuh.

Diskusi Solusi Mengatasi Stagnasi Pasar Mobil

Kata Kukuh, penjualan mobil domestik tertinggi sebesar 1,23 juta unit terjadi pada 2013, didukung oleh pertumbuhan ekonomi mendekati 6 persen dan program KBH2/LCGC. Setelah itu, pasar mobil stagnan di level 1 juta unit, bahkan anjlok ke 532 ribu unit pada 2020 akibat pandemi Covid-19.

Pada 2021, pasar mobil pulih berkat insentif PPnBM, tetapi tren tidak banyak berubah pada 2022 hingga 2023, dengan penjualan hanya mencapai 1 juta unit. Memasuki 2024, penjualan mobil domestik malah menurun. Per Mei 2024, penjualan mobil turun 21 persen menjadi 334 ribu unit, dipicu oleh kenaikan suku bunga global, lonjakan NPL, dan pengetatan kredit dari perusahaan pembiayaan. Gaikindo kemungkinan akan merevisi target penjualan mobil 2024 menjadi 1,1 juta unit, dengan mempertimbangkan berbagai faktor penekan pasar.

Pengamat otomotif LPEM UI, Riyanto yang turut hadir dalam diskusi menyampaikan, pasar mobil domestik rata-rata tumbuh 21,3 persen sepanjang 2000-2013, didukung oleh kenaikan pendapatan per kapita sebesar 28,2 persen. Namun, selama 2013-2022, pendapatan per kapita hanya naik 3,65 persen, sehingga pasar mobil turun rata-rata 1,64 persen per tahun.

Riyanto memberi contoh, harga Avanza G pada 2013 mencapai Rp160 juta, sedangkan pada 2023 mencapai Rp255 juta. Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan per kapita tidak bisa menjangkau harga mobil baru. Bahkan, selisihnya makin lebar dari tahun ke tahun.

Lalu lintas tol

Apa Solusinya?

Menperin memberi usulan untuk mengatasi stagnasi penjualan mobil baru. Melalui Plt Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Putu Juli Ardika yang mengikuti diskusi. Menurut menperin, perlu adanya pemberian insentif fiskal berupa pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk pembelian mobil yang diproduksi di dalam negeri.

Riyanto menyetujui usulan itu sebagai solusi jangka pendek. Menurutnya, pemerintah perlu merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur (affluent) saat ini dapat membeli mobil baru. Bentuknya bisa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4×2. “Pada saat yang sama perlu dirancang program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC).”

Menurut Riyanto, diskon PPnBM akan meningkatkan penjualan mobil karena harga yang lebih rendah. Hal ini akan mendorong produksi mobil dan suku cadang, yang pada gilirannya akan meningkatkan PPN, PKB, dan BBNKB. PPh badan dan PPh orang pribadi juga akan meningkat. Kenaikan penjualan mobil akan berdampak positif pada ekonomi nasional, termasuk peningkatan PDB, tenaga kerja, dan investasi, yang juga akan meningkatkan PPh badan dan PPh orang pribadi.

Riyanto memperkirakan bahwa insentif PPnBM 0 persen untuk LCGC dan kendaraan 4×2 dapat meningkatkan permintaan sebesar 16 persen, atau sekitar 160 ribu unit. Dengan demikian, penjualan mobil bisa mencapai 1,2 juta unit dibandingkan dengan business as usual (BAU) sebanyak 1,067 juta unit. Nilai penjualan mobil dengan insentif PPnBM 0 persen bisa mencapai Rp306 triliun dibandingkan BAU Rp298 triliun. Insentif ini juga akan menambah tenaga kerja di sektor otomotif sebanyak 23.221 orang dan secara keseluruhan 47.371 orang.

Sebagai solusi lainnya, Riyanto dan Kukuh menyarankan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 6-7 persen per tahun melalui reindustrialisasi. Tujuannya adalah agar porsi sektor manufaktur terhadap PDB bisa mencapai 25-30 persen atau lebih. Ini akan meningkatkan pendapatan per kapita kelompok upper middle menjadi kelas affluent, sehingga dapat mendorong penjualan otomotif keluar dari jebakan 1 juta unit. (BGX/TOM)

Baca juga: Rapor Baik Jualan Honda Selama Semester Pertama 2024

Baca juga: Kemenperin Usul Pemberian Insentif Fiskal Buat Mendongkrak Pembelian Mobil Baru

 

Tinggalkan Balasan