Nasional KPK Jangan Anggap Remeh Judi Online

KPK Jangan Anggap Remeh Judi Online

19
0

IndonesiaDiscover –

KPK Jangan Anggap Remeh Judi  Online
Ilustrasi: warga melihat iklan judi online melalui gawainya(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh permisif bahkan menormalisasi judi online yang dilakukan oleh karyawannya karena alasan iseng. 

Peneliti Pukat Fakultas Hukum UGM Zaenur Rohman menyayangkan sikap pimpinan KPK yang menyatakan keisengan karyawannya berjudi online. Padahal judi online bisa membuat candu yang kemudian mendorong pemainnya untuk melakukan tindakan melanggar etik bahkan tindak pidana korupsi.

“Pernyataan pimpinan KPK tersebut sangat meremehkan. Kenapa, karena judi online itu bisa menimbulkan kecanduan bukan sekadar iseng tapi menimbulkan kecanduan dan judi online sangat berbahaya jika itu dilakukan oleh insan KPK termasuk pegawai KPK,” ujarnya, Jumat (12/7).

Baca juga : KPK Klaim Hanya 8 Karyawan Terjerat Judi Online

Seseorang kecanduan judi online membuat perilakunya yang tidak bisa terkontrol khususnya di bidang keuangan. Dia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi terhadap pegawai KPK yang memiliki kewenangan dan bersinggungan dengan perkara korupsi.

“Betapa bahayanya kalau dilakukan oleh pegawai KPK karena sangat rawan terjadinya penyelewengan, termasuk dalam bentuk korupsi. Misalnya bisa melakukan fraud di kantor atau ketika dilakukan oleh orang yang punya posisi berinteraksi dengan pihak eksternal, apalagi di pihak pemidanaan itu sangat berbahaya bisa disuap oleh pihak eksternal apalagi dengan pihak berperkara”

Potensi melakukan praktik korupsi karena berjudi sangat terbuka lebar. Dengan demikian pimpinan KPK tidak boleh menganggap remeh perjudian tersebut atas nama iseng.

“Jadi seharusnya tidak boleh dianggap enteng harus secara serius dilakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik juga harus diberantas habis. Tentu diimbangi dengan pembinaan yang sangat penting bagi pegawai KPK agar ini bisa dicegah jangan sampai menjadi masalah yang jauh lebih besar misalnya dalam bentuk menerima suap atau gratifikasi,” tukasnya. (Sru/Z-7)

Tinggalkan Balasan