Menurut Viktor, pengurangan suara terhadap kliennya terjadi di lima kabupaten. Ribuan suara itu hilang lantaran Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak paham mekanisme pencoblosan.
“Pengurangan suara tersebut karena adanya ketidakpahaman KPPS dalam menentukan perolehan suara yang di coblos, antara lambang partai/kolom partai dengan nama caleg yang juga dicoblos maka seharusnya suara tersebut masuk ke dalam suara calon,” kata Viktor dalam permohonan sengketa hasil Pileg 2024, Senin (6/5).
“Namun oleh KPPS dimasukan menjadi suara partai politik saat perhitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS), sehingga tindakan KPPS tersebut merugikan Idris Laena,” sambungnya.
Viktor menjelaskan, mekanisme pencoblosan telah diatur di dalam ketentuan Pasal 53 Angka 5 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang pemungutan dan perhitungan suara pada pemilihan umum.
Dalam beleid itu disebutkan, tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut partai politik, tanda gambar partai politik, atau nama partai politik serta tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut calon, atau nama calon dari partai politik yang bersangkutan dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari partai politik yang mencalonkan.
Selain itu, Viktor menyebut terdapat beberapa anggota KPPS yang terdaftar sebagai anggota pertai politik. Hal ini dibuktikan dengan terdaftarnya nama Anggota KPPS di sistem informasi Politik (Sipol) berkaitan dengan data keanggotaan partai politik.
Viktor berharap dalam perkara Idirs Laena ini, MK dapat memeriksa pokok perkara ini secara serius dan cermat sehingga dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.
“Untuk membuktikan pelanggaran atau kecurangan tersebut kami tim kuasa hukum Idris Laena sudah menyiapkan alat bukti yang akan membuktikan adanya pengalihan suara Idris laena ke Partai Politik oleh KPPS,” urainya. (*)