IndonesiaDiscover –
Berangkat dari kegemaran mengonsumsi jamu, Niken yang berprofesi sebagai dokter kecantikan mengambil langkah terobosan yakni memproduksi minuman tradisional khas Indonesia itu. Ia tidak menyangka ternyata jamu yang diproduksinya mendapat respons positif dari masyarakat.
“Dulu itu saya kalau mau minum jamu mesti nunggu kalau ada momen pulang kampung, itu kan lama banget. Akhirnya saya coba buat sendiri, gagal beberapa kali, sampai akhirnya ketemu racikan yang pas dan dibilang enak,” ujar Niken kepada Media Indonesia beberapa waktu lalu.
Niken sebelumnya mengaku sama sekali tidak pernah membuat jamu. Ia banyak mengulik dan bertanya dari berbagai sumber bagaimana mengolah dan meracik jamu yang enak tanpa mengurangi khasiatnya.
Baca juga : Sentra Keramik di Jakarta Jadi Tujuan Besar yang Ingin Dicapai Damdam Ceramic Studio
Saat itu, pada saat pertama kali membuat, ia tak berniat untuk menjadikan jamu itu sebagai barang dagangan, melainkan sebagai konsumsi pribadi. Karena terlalu banyak untuk diminum sendiri, Niken akhirnya kerap membagikan jamu yang ia buat kepada teman-temannya agar tak sia-sia terbuang.
Namun respons dari teman-temannya justru di luar ekspektasi. Niken didorong untuk menjual jamunya agar bisa dikonsumsi lebih banyak dan lebih lama oleh teman-temannya itu.
Alhasil Niken pun menjadikan jamu sebagai komoditas yang bisa menambah pendapatannya. “Jadi memang awalnya karena permintaan dari teman-teman saya itu. Dari situ saya lihat potensinya bagus dan masih relate juga sama dunia medis,” kata dia.
Baca juga : Pakaian Keluarga Jadi Kekuatan Huggy Boo
Peluang itu tak Niken sia-siakan. Apalagi ia mulai rutin menjual jamunya di saat pandemi covid-19 merebak di Indonesia. Itu juga menjadi dorongan lantaran saat pagebluk menghampiri, Niken tak bisa membuka praktik karena adanya pembatasan mobilitas.
Beberapa tahun berjalan, usaha jamu Niken terus berkembang. Ia mulai meningkatkan kapasitas produksi. Dia juga menawarkan beragam varian jamu, mulai dari kunyit asem hingga beras kencur.
Niken kini memproduksi jamu dalam bentuk sirup, serbuk, dan saset rumput laut. “Dalam saset rumput laut, itu nanti langsung diseduh dengan rumput lautnya, lebih sehat, tidak ada gula, dan tidak ada limbah yang terbuang,” jelasnya.
Baca juga : Huggy Boo Sulap Pandemi Jadi Berkah
“Kunyit asem yang sirup (paling diminati). Karena kita ada yang sirup, serbuk, kemasan celup, dan kemasan rumput laut. Untuk kemasan sirup itu kita udah masuk ke Horeka, yang serbuk masuk ke retail modern. Saya juga coba-coba juga untuk kirim ke luar negeri. Ke AS, Australia juga pernah. Sekarang ini lagi on proces ke AS lagi, mudah-mudahan bisa goal lagi,” tambahnya.
Niken kemudian mulai melakukan ekspor sejak 2022. Saat itu jumlah jamu yang ia kirim ke luar negeri relatif sedikit, satu hingga dua karton. Dia mengaku permintaan untuk konsumsi pribadi dari luar negeri perlahan meningkat.
Jamu yang Niken produksi berada di bawah payung PT Ing Pawon Sukses Selaras. Dalam satu bulan, dia bisa memproduksi 5 hingga 7 ribu jamu dalam berbagai varian. Jamu yang produksi juga mampu bertahan 6 hingga 1 tahun untuk dikonsumsi.
Baca juga : Irma Suryati, Brilianpreneur yang Melayani dengan Sepenuh Hati agar Difabel Mandiri
Niken menambahkan, kelangsungan usahanya sejauh ini tak luput dari binaan yang diberikan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI). Setidaknya, Niken telah dua kali mengikuti program BRILianpreneur yang digagas Bank BRI.
Melalui BRILianpreneur, Niken dapat memasarkan produk dan menjangkau pasar lebih luas. “Saya ketemu dengan beberapa distributor, harapannya memang bisa terkoneksi. Karena sebelumnya saya ketemu dengan distributor itu dari BRILIanpreneur juga,” jelasnya.
Karenanya, dia berharap tetap mendapatkan dukungan berupa pendampingan agar bisnisnya bisa terus berkembang, utamanya untuk membuka pasar ekspor yang lebih luas. Sebab Niken juga menginginkan agar pamor jamu bersaing di kancah global maupun domestik.
“Ini kan tradisi nenek moyang kita, dan secara medis juga banyak jurnal dan penelitian yang bilang jamu itu positif. Jamu ini jangan sampai hilang, apalagi ke generasi-generasi yang sekarang ini, jangan sampai mereka tidak mengenal jamu,” pungkasnya. (Z-11)