IndonesiaDiscover –
MOMENTUM halal bihalal dalam rangka silaturahmi Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah yang dilakukan para elite politik diharapkan tidak berujung pada penihilan oposisi dalam pemerintahan yang baru. Kendatipun, silaturahim yang dijalin antar elite yang sempat berkompetisi saat Pemilu 2024 lalu menjadi hal yang baik.
Peneliti senior bidang politik pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) R Siti Zuhro berpendapat, berkawan dalam dunia politik Tanah Air adalah hal yang baik. Apalagi itu ditunjukkan selama momen Lebaran.
“Berteman itu tidak ada masalah, silaturahim politik tidak ada masalah. Hanya saja, being critical, menjadi kritis, itu wajib menurut saya,” kata Wiwik, sapaan akrabnya, kepada Media Indonesia, Sabtu (13/4).
Baca juga : Rekonsiliasi Membuat Hak Angket tidak Bisa Direalisasikan
Baginya, elite politik di Indonesia harus menjaga amanah rakyat yang telah memilih partai politik mereka pada gelaran Pemilu 2024. Ini berarti mempertahankan nilai-nilai yang dikampanyekan sebelumnya. Menurut Wiwik, gabung tidaknya lawan politik saat kontestasi kemarin ke pemerintahan yang baru merupakan permasalahan moral politik.
“Ada rasa malu ketika kita tidak berkomitmen,” ujar Wiwik.
Dalam sistem demokrasi, menjadi oposisi bukanlah hal yang tercela. Apalagi, sambung Wiwik, partai oposisi juga dibiayai oleh negara dan tetap diaudit oleh kantor akuntan publik sebagai bentuk pertanggungjawaban. Ia berpendapat, oposisi memiliki peran yang penting untuk membangun bangsa.
Baca juga : Rekonsiliasi Elite Diyakini Terjadi setelah Putusan MK
“Kelemahan kita selalu menihilkan pengawasan. Padahal, negara ini tidak akan tegak sebagai NKRI kalau masalah penegakan hukum enggak ada,” terangnya.
Tanpa oposisi yang kuat, Wiwik mengatakan pemerintahan baru justru bakal menghadapi tantangan besar dari masyarakat sendiri. Sebab, pengawasan yang konstruktif dari oposisi jika dinihilkan akan mengakumulasi jadi ketidakpercayaan publik.
“Yang ujung-ujungnya delegitimasi terhadap pemerintahan. Kalaupun dia diterima secara legal formal dari perspektif hukum, tapi delegitimasi itu bisa terjadi ketika masyarakat tidak puas,” tandas Wiwik.
Baca juga : Idul Fitri Jadi Momentum Rekonsiliasi Pasca Pilpres 2024
Momen Lebaran 2024 dijadikan panggung bagi para elite politik untuk bersilaturahmi. Tidak hanya antar kawan politik saja, tapi juga yang berlawanan saat Pemilu 2024. Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Rosan Roeslani, misalnya, berkunjung ke kediaman Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, pada Rabu (10/4).
Upaya mempertemukan Prabowo dengan Megawati dan Presiden Joko Widodo dengan Megawati juga terus digaungkan pasca-Pemilu 2024. (Z-8)