
IndonesiaDiscover.com – Total pembiayaan berkelanjutan terus menunjukkan pertumbuhan. Meski, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui perbankan menghadapi tantangan dalam menyalurkan kredit ke energi baru terbarukan (EBT). Termasuk potensi macet.
“Sementara untuk 2023 masih dalam tahap pengumpulan dan validasi data. Namun, kami yakin bahwa penyaluran kredit/pembiayaan berkelanjutan akan terus meningkat. Seiring dengan pertumbuhan total kredit industri yang tercatat di atas dua digit yaitu sebesar 10,38 persen year-on-year (YoY),” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Kamis (22/2).
Pembiayaan berkelanjutan pada 2019, lanjut dia, senilai Rp 927 triliun. Dengan porsi 19,78 persen dari total kredit. Tahun berikutnya bertumbuh menjadi Rp 1.181 triliun, pada 2021 meningkat sebesar Rp 1.409 triliun, dan mencapai Rp 1.571 triliun di 2022.
Menurut dia, industri perbankan mungkin menghadapi sejumlah tantangan dalam menyalurkan kredit ke EBT. Antara lain, risiko proyek yang mana investasi dalam proyek EBT seringkali melibatkan risiko yang lebih tinggi daripada proyek-proyek konvensional.
Faktor seperti ketidakpastian persediaan sumber daya alam (SDA) seperti bahan tambang dan bencana alam dapat meningkatkan risiko proyek. Tantangan berikutnya yaitu kurangnya data dan pengalaman.
Data yang dimiliki industri perbankan terkait EBT masih terbatas. Selain itu belum memiliki banyak pengalaman dalam menilai risiko kredit terkait dengan proyek EBT.
Dian juga menyebut proyek EBT memerlukan pembiayaan jangka panjang. Nah, tidak semua bank memiliki likuiditas yang sesuai untuk memberikan kredit dengan tenor yang cukup panjang. Kredit EBT tentunya juga memiliki potensi menjadi macet.
Regulator tentu menerapkan kebijakan prudensial sesuai dengan best practice internasional. Memastikan bahwa bank-bank mempunyai modal yang cukup untuk menanggulangi risiko kredit. Termasuk penyaluran kredit ke sektor EBT.
“Hal ini bisa termasuk persyaratan modal minimum dan pelaksanaan uji ketahanan (stress test),” ujarnya.
Baca Juga: IESR Sebut Penghapusan Skema Jual-Beli Listrik dari PLTS Atap Hambat Pencapaian Target Bauran Energi Terbarukan
Sementara itu, Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Susana Indah Kris Indriati menyatakan, sebagian besar kredit sindikasi Bank Mandiri tahun ini disalurkan ke sektor-sektor unggulan seperti infrastruktur, natural resources, consumer goods dan metal processing. Tidak hanya di sektor rill, dia juga melihat adanya tren pertumbuhan untuk pembiayaan pada sektor EBT.
“Tren pembiayaan sindikasi berbasis keberlanjutan seperti green loan, sustainability linked loan ataupun pembiayaan pada proyek-proyek EBT punya peluang untuk tumbuh di 2024,” ungkapnya.