Lifestyle & Hiburan Ekstase Cerita vs Akhir Dunia

Ekstase Cerita vs Akhir Dunia

3
0

Saya teringat kata-kata Pak Imam Hanafi, guru ekonomi saya di SMP dulu, dua puluh tujuh tahun yang lalu. ”Kalau kita semua tahu kapan kiamat dan kematian itu akan tiba, kita semua pasti tidak ada lagi yang berangkat kerja dan sekolah. Kita semua akan sibuk beribadah saja.” Begitu kurang lebih kata-kata yang keluar dari mulut laki-laki yang berpulang tahun 2022 itu.

SAAT itu, kami sekelas mengangguk-angguk. Saya juga sepakat. Sebagai muslim, dua peristiwa yang karena kepastiannya selalu berhasil membuat saya merinding tiap kali mendengarnya adalah bertandangnya Izrail dan tibanya akhir dunia.

Belakangan, saya menimbang ulang keyakinan saya waktu itu. Dunia Boleh Berakhir, Cerita Jalan Terus

Baca Juga: Rayuan Satu Putaran

Hari ini, terpampang nyata bagaimana mereka yang divonis mengidap kanker stadium akhir masih asyik dugem di diskotek hingga subuh, padahal siang harinya harus menjalani kemoterapi yang bisa saja menjadi hari terakhir mereka terbaring di dunia.

Hari ini, eksistensi bukan lagi tentang keberadaan semata. Eksistensi adalah tentang perhatian. Ada tapi tak diperhatikan, tak ada gunanya. Biar mati, asal ngetop. Biar bodoh, asal viral. Biar besok kiamat, hari ini tetap ngonten.

Realitas mengerikan –yang karena habit generasi hari ini membuatnya tak lagi terasa mengerikan– itu tampaknya sepenuhnya disadari oleh Rumaan Alam dalam karyanya, Leave the World Behind (2020). Novel yang kemudian dialih wahana ke film oleh sutradara Sam Esmail yang menulis sendiri skenarionya di bawah judul yang sama.

Baca Juga: Pendulum

Menariknya, putri mereka yang belum remaja, Rossie (Farah Mackenzie), yang merasa selama ini sering diabaikan sehingga lebih sering menghabiskan waktu dengan menonton serial di televisi tak ambil pusing dengan keganjilan yang terjadi.

Rossie, sepanjang cerita, digambarkan uring-uringan mencari cara untuk menuntaskan rasa penasarannya terhadap episode serial Friends yang tak bisa ia tamatkan karena akses internet yang macet.

Di pengujung cerita, ketika isu perang antarnegara di berbagai bidang (termasuk spionase, siber, satelit, dan bom nuklir) merebak, Rossie berhasil masuk ke satu-satunya rumah di Long Island yang memiliki persediaan logistik paling lengkap dan siap untuk menghadapi bencana.

Ketika bom atom meluluhlantakkan New York, setelah melahap kudapan –yang bisa Rossie temukan dengan mudah– sepuasnya di rumah itu, gadis kecil itu berjalan menuju tumpukan CD demi ekstase yang beberapa hari ini ia idam-idamkan: menonton seri terakhir Friends hingga selesai!

Tinggalkan Balasan