
IndonesiaDiscover.com – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2023 mencatat defisit lebih kecil daripada yang ditetapkan. Sepanjang 2023, APBN tercatat defisit Rp 347,6 triliun. Angka itu setara dengan 1,65 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga: Doa Meminta Dibukakan Pintu Rezeki dari Segala Penjuru Beserta Terjemahannya, Bisa Diamalkan Setiap Hari
Defisit terjadi karena lebih besarnya realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp 2.774,3 triliun, sedangkan belanja negara tercatat senilai Rp 3.121,9 triliun. Defisit anggaran tersebut sangat kecil dari yang direncanakan pemerintah.
Terkait hal itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita memandang, APBN dikatakan semakin sehat dibanding tahun-tahun sebelumnya karena keseimbangan primer Indonesia positif di tahun 2023. “Tentu berita bagus untuk Indonesia karena secara fiskal kondisi Indonesia semakin baik dan sehat, sebagaimana dikatakan Sri Mulyani,” jelasnya kepada Indonesia Discover, Rabu (3/1)
Ronny menjelaskan, secara matematis, keseimbangan primer bisa surplus tentu karena terjadinya penurunan defisit APBN, dari yang semula direncanakan sekitar 2,84 persen dari PDB, ternyata di penghujung tahun hanya sebesar 1,65 persen dari PDB. “Arti lainya, pemerintah menarik utang lebih sedikit dari yang direncanakan,” imbuhnya.
Defisit APBN bisa menipis tentu karena penerimaan total negara di akhir tahun tercatat lebih dibanding belanja negara, sementara penarikan utang dikurangi menjadi sekitar Rp 407 triliun sepanjang tahun 2023. Sehingga secara kasat mata bisa dibilang bahwa pada APBN 2023, bunga utang tak lagi ditutup memakai utang, sebagaimana terjadi selama ini. “Karena itulah disebut lebih sehat,” jelas Ronny.
Namun demikian, Ronny menyebut pemaknaan tersebut hanyalah pemaknaan secara umum, karena penerimaan total negara tehitung lebih besar dari belanja negara. Nyatanya utang juga termasuk ke dalam penerimaan total negara, alias penerimaan total negara tidak saja dihitung berdasarkan penerimaan pajak, tapi juga non pajak, termasuk utang.
“Namun terlepas dari itu, secara fiskal, jika keseimbangan primer positif, maka berarti kondisi fiskal negara semakin baik dan sehat di satu sisi dan semakin sustainable di sisi lain. Untuk itu, Kemenkeu layak diapresiasi terkait soal ini. Semoga semakin besar nilai surplusnya di tahun-tahun selanjutnya, agar kondisi fiskal Indonesia semakin kokoh dan tangguh,” jelas Ronny.
Baca Juga: Sarat Teknologi Mutakhir, Berikut Rahasia di Balik Xiaomi SU7
Dia menyebut, ada beberapa tantangan ke depan. Pertama, bagaimana agar keseimbangan primer tetap positif, tapi target belanja tetap tercapai di satu sisi dan penerbitan surat utang juga dikurangi di sisi lain. Kedua, bagaimana agar penerimaan pajak semakin naik dan optimal. “Sehingga kontribusi utang terhadap belanja bisa semakin ditekan,” katanya. (*)