Politik Berkas Perkara Lengkap, Mantan Bupati Kepulauan Meranti MA Segera Disidangkan

Berkas Perkara Lengkap, Mantan Bupati Kepulauan Meranti MA Segera Disidangkan

12
0


Jakarta, IndonesiaDiscover – Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, menjelaskan tim jaksa penyidik KPK menyatakan berkas perkara dugaan suap mantan Bupati Kepulauan Meranti M Adil (MA), dan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan M Fahmi Aressa (MFA) sudah lengkap dan siap disidangkan.

“Tim Jaksa KPK yang meneliti sekaligus mempelajari kelengkapan formil dan materil dari berkas perkara MA dan MFA tersebut menyatakan lengkap dan siap untuk dibawa ke persidangan,” ujar Ali, dalam keterangannya ke IndonesiaDiscover, Jumat (4/8/2023).

Lanjut Ali, untuk itu, penahanan keduanya masih tetap dilakukan untuk 20 hari kedepan sampai dengan 23 Agustus 2023 di Rutan KPK. “Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru akan segera dilakukan dalam waktu 14 hari kerja,” katanya.

Sebelumnya, KPK melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya pada tahun anggaran 2022 sampai 2023; dugaan tindak pidana korupsi penerimaan fee jasa travel umroh; dan dugaan tindak pidana korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Dalam tangkap tangan tersebut KPK mengamankan 28 orang di empat lokasi berbeda yaitu di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, serta DKI Jakarta. KPK juga mengamankan uang sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp1,7 Miliar.

KPK selanjutnya menetapkan tiga orang tersangka yaitu MA Bupati Kepulauan Meranti periode 2021 sampai 2024; FN Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti; serta MFA Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.

Para Tersangka selanjutnya ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai 7 sampai 26 April 2023. Tersangka MA dan FN ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, kemudian MFA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Dalam konstruksi perkara ini, MA diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang kepada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5% s.d 10% untuk setiap SKDP. Setoran dalam bentuk uang tunai dan disetorkan kepada FN yang menjabat Kepala BPKAD Pemkab. Kepulauan Meranti sekaligus orang kepercayaan MA. Uang tersebut selanjutnya digunakan MA diantaranya untuk dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonannya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau pada tahun 2024.

Tersangka MA juga diduga menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 miliar dari PT. TM melalui FN. Pemberian tersebut karena memenangkan PT TM dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kab. Kepulauan Meranti.

Kemudian Tersangka MA bersama-sama FN juga diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp1,1 Miliar kepada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau. Pemerian tersebut dimaksudkan agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab. Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik atau Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA menerima uang sejumlah sekitar Rp26, 1 Miliar dari berbagai pihak. KPK masih akan mendalami lebih detail temuan ini.

Atas perbuatannya, MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Foto: Dok KPK

Tinggalkan Balasan