Jakarta, IndonesiaDiscover – Berjalannya pemerintahan yang bersih menjadi satu kesatuan dari pembangunan nasional, yang lebih mengarah pada peningkatan kinerja pemerintah dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Hal itu, dilakukan untuk menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan aparatur pemerintah, sehingga secara keseluruhan pondasi pemerintah menjadi sebuah sistem yang sangat kompleks.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, dalam keterangan tertulis yang diterima IndonesiaDiscover, Senin (31/7/2023).
Lanjut Ghufron, dengan pengembangan sistem pemerintahan yang baik, kegiatan pemerintahan dapat lebih transparan dan akuntabel, sehingga pemerintah mampu mengungkap feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat. Dalam konteks hukum, pemerintahan yang baik merupakan suatu asas yang dikenal sebagai dasar-dasar umum yang menjembatani antara norma hukum dengan norma etika.
“Sudah banyak negara yang beranggapan bahwa tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa. Hal ini berkaitan dengan terungkapnya harta kekayaan yang tidak wajar dari para pelaku tindak pidana korupsi yang menyebabkan urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset kembali dibahas,” kata Ghufron.
Untuk membahas hal itu, KPK hadir dalam agenda forum group discussion (FGD) bertajuk ‘Membangun Budaya Clean Governance dengan Mempercepat RUU Perampasan Aset” di Kantor Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, Jakarta.
Bahkan sampai saat ini RUU Perampasan Aset kembali masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2023, sehingga diharapkan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama. Terlebih, Presiden Indonesia Joko Widodo turut menanggapi dan memberikan instruksi tegas mendorong RUU Perampasan Aset untuk segera disahkan dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Sambung Ghufron, dorongan pengesahan ini, diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk mengamankan aset dan menjadi sarana penting dalam memberantas tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. Sehingga dapat memberikan sinyal kuat bahwa pemerintah atau negara tidak lagi bertoleransi terhadap kejahatan-kejahatan tindak pidana tersebut.
Oleh karenanya, RUU Perampasan Aset juga diharapkan menjadi instrumen penting dalam hal penyitaan aset yang diperoleh dari hasil tindak kejahatan maupun dalam hal pengembalian aset yang telah dirampas oleh para pelaku tindak pidana. “Tidak kalah pentingnya bagaimana aset yang terbukti melanggar hukum tersebut berhasil disita dan dikelola dengan baik dan sesuai peraturan perundangan,” ungkap Ghufron.
Ghufron juga menambahkan, prosedur yang digunakan pada gugatan perdata melalui jaksa pengacara negara bisa menempuh proses hukum yang cukup lama. Sementara itu, apabila RUU tentang Perampasan Aset disahkan maka proses penuntutan terhadap perampasan aset hasil tindak pidana dapat dilakukan dengan metode permohonan yang memakan waktu jauh lebih cepat.
Mekanisme tersebut tidak perlu melalui upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Tidak lain, RUU Perampasan Aset ini memiliki tujuan untuk memberikan dasar hukum yang jelas bagi penegak hukum dalam melakukan tindakan perampasan aset yang diperoleh secara tidak sah.
Pada kesempatan tersebut, KPK juga memberikan masukan mengenai alternatif yang dapat dilakukan pada percepatan RUU Perampasan Aset dengan mengadopsi multiagency approach sebagai wewenang investigasi dan litigasi perampasan aset yang diberikan kepada lembaga atau aparat penegak hukum sesuai dengan konsep Undang-Undang TPPU.
KPK berharap isu korupsi dapat meningkatkan pembahasan isu pidana yang lebih besar dari yang lain, karena tindak pidana itu merupakan kejahatan yang menghambat dalam upaya negara membangun perekonomian, sehingga berdampak tidak hanya pada kerugian finansial, tetapi juga merugikan masyarakat luas secara sosial.
Wakil Gubernur Lemhanas RI Mohamad Sabrar Fadhilah memaparkan, tindakan penyalahgunaan wewenang merupakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance. Paradigma ini muncul karena dipicu dari meningkatnya tuntutan akan kualitas demokrasi dan hak asasi manusia serta kekurangan efektivitas pemerintahan.
“Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset bisa menjadi payung hukum yang kuat bagi aparat penegak hukum, dengan tujuan membangun tata kelola yang bersih dan clear governance. Kekayaan yang diperoleh dengan hasil yang tidak sah tidak lagi tolerir, diharapkan ada efek jera bagi para pelaku tindak pidana hukum, khususnya dalam hal kejahatan ekonomi,” kata Sabrar.
Pemberantasan tindak pidana ekonomi termasuk korupsi, narkoba, perpajakan, tindak pidana di bidang keuangan, dan lainnya tidak sepenuhnya utuh keberhasilannya. Pencegahan dan penindakan saja masih belum menunjukkan efek jera yang signifikan dan memadai.
Idealnya, kata Sabrar, perampasan aset hasil tindak pidana bisa menjadi salah satu faktor efek jera bagi pelaku dalam kejahatan ekonomi. Mengingat tidak sedikit, aset hasil tindak pidana tetap dapat dinikmati oleh pelaku meskipun sudah menjalani masa hukuman.
Foto: Dok KPK