Ekonomi & Bisnis Kata BMKG, Pemanfaatan Teknologi Efektif Cegah Karhutla

Kata BMKG, Pemanfaatan Teknologi Efektif Cegah Karhutla

4
0


Jakarta, IndonesiaDiscover – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan pemanfaatan teknologi dinilai efektif dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengemukakan dalam melakukan kerja dan fungsinya, pihaknya hingga saat ini telah melakukan pemanfaatan terhadap teknologi terbaru dan terus dikembangkan. Diantaranya dalam melakukan prakiraan cuaca.

“Jadi kalau pemanfaatan teknologi itu sebenarnya sudah kita lakukan dan saat ini. Menurut saya ya cukup efektif, walaupun perlu ditingkatkan kembali,” katanya dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk “Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan” pada Senin (19/6/2023).

Bahkan BMKG mampu melakukan prakiraan cuaca baik secara semester, yakni melakukan update per enam bulan, bulanan, mingguan, hingga harian. Bahkan, saat ini BMKG memiliki prakiraan yang disebut nowcasting.

Prakiraan nowcasting mengambarkan kondisi cuaca saat ini dan prakiraan cuaca ekstrem jangka pendek untuk periode sangat singkat yaitu 0-6 jam ke depan. “Jadi kita punya update yang enam bulan, satu bulan, satu minggu dan update yang harian serta nowcasting,” terang Guswanto.

Menurutnya, prakiraan-prakiraan yang disampaikan BMKG ini dapat menjadi peringatan dini atau early warning bagi stakeholder lain, serta masyarakat dalam melakukan antisipasi, salah satunya untuk mencegah terjadi karhutla.

“Kita lihat BMKG melakukan pemanfaatan terhadap teknologi dengan pemanfaatan modeling dan prakiraan cuaca. Nah itu kita lakukan dalam rangka untuk memberikan warning kepada masyarakat bahwa itu loh kondisi saat ini,” jelasnya.

Ukur Asap Lintas Batas

Selain untuk tujuan memberikan peringatan kepada masyarakat, lanjut Guswanto, pemanfaatan teknologi juga diperuntukan untuk mengukur tingkat dan kadar asap lintas batas atau transboundary haze antarnegara.

Hal itu terutama jika karhutla terjadi di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara-negara tetangga. BMKG dapat melakukan pengamatan transboundary haze menggunakan satelit Himawari atau Geostationary Meteorological Satellite (GMS).

“Nah kemudian itu juga membantu kita terkait transboundary haze. Kita melakukan pengamatan melalui satelit Himawari (GMS), apabila ada asap lintas batas kita diskusi serta dibuktikan lintas batasnya apakah benar terjadi atau tidak,” papar Guswanto.

Saat ini, BMKG terus mendukung KLHK dengan memberikan data-data yang dibutuhkan terkait asap lintas batas. “Jadi kita memberikan datanya kepada tim KLHK, lalu berdiskusi dengan negara lain untuk membuktikan berapa lama ada atau tidaknya asap lintas batas. Apabila tidak ada, artinya kita sudah aman dari transboundary haze itu,” ujarnya.

Selain Himawari Satelit, BMKG juga memiliki sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan atau yang disebut Fire Danger Rating System (FDRS). Teknologi ini dikembangkan atas inisiatif Pemerintah Kanada yang kemudian dikembangkan menjadi Sistem Kebakaran Hutan dan Lahan (SPARTAN).

Sampai saat ini masif aktif digunakan, bahkan untuk Asia Tenggara juga menggunakan teknologi tersebut yang dikemudian dikembangkan menjadi Sistem kebakaran hutan dan lahan (SPARTAN).

“Intinya, dalam rangka untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan serta transboundary haze, kita BMKG selalu berkolaborasi dengan seluruh institusi yang ada di Indonesia seperti KLHK, Pemda hingga akademisi karena karhutla adalah tanggung jawab bersama,” tutup Guswanto.

Foto: Youtube

Tinggalkan Balasan