Jakarta, IndonesiaDiscover – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana kembali menyetujui 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Dalam keterangan tertulis yang diterima IndonesiaDiscover, Senin (19/6/2022), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, menyatakan alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
Adapun 10 berkas perkara yang dihentikan yakni:
1. Tersangka Nuraina Fitri dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
2. Tersangka Susi Susanti dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Budi Yanto Nasution dari Kejaksaan Negeri Binjai yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 80 Ayat (2) dan Ayat (4) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
4. Tersangka Paijo dari Kejaksaan Negeri Langkat yang disangka melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
5. Tersangka Junaidi dari Kejaksaan Negeri Karo yang disangka melanggar Primair Pasal 310 Ayat (3) subsidair Pasal 310 Ayat (2) lebih subsidair Pasal 310 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
6. Tersangka Syaiful als Timbul dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 353 Ayat (1) jo. Pasal 53 subsidair Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
7. Tersangka Anwar alias Gondrong bin Rasyid dari Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka H. Muh Ali bin (alm) H. Madde dari Kejaksaan Negeri Berau yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka I Agustinus Gone alias Andre dan Tersangka II Alowisius Ona alias Awi Tobil dari Kejaksaan Negeri Lembata yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
10. Tersangka Elsalvio Laba Pegan alias Wili dari Kejaksaan Negeri Lembata yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Foto: dok. Puspenkum