Jakarta, IndonesiaDiscover – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyusun Harvest Strategy pengelolaan tuna, untuk menjaga populasi sekaligus meningkatkan daya saing produk perikanan itu di pasar global. Penyusunan dilakukan sejalan dengan program ekonomi biru penangkapan ikan terukur.
“Harvest strategy pengelolaan tuna yang telah disusun sejalan dengan kebijakan ekonomi biru khususnya penangkapan ikan terukur, karena dalam strategi tersebut diatur penerapan perikanan berbasis kuota penangkapan ikan, penatakelolaan rumpon, penerapan pengurangan hasil tangkapan tuna dan cakalang dan penerapan penutupan sebagian wilayah dan waktu penangkapan tuna sirip kuning,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono dalam The 1st Indonesia Tuna Conference (ITC-1) and The 7th International Coastal Tuna Business Forum (ICTBF-7) di Bali, Rabu (24/5/2023).
Konferensi dan forum internasional yang berlangsung selama dua hari itu salah satunya bertujuan mengarusutamakan harvest strategy perikanan tuna di perairan kepulauan Indonesia. Pertemuan diikuti ratusan stakeholder perikanan dari dalam dan luar negeri.
Menteri KP Trenggono menerangkan, sebagai negara anggota Regional Fisheries Management Organization (RFMO), Indonesia berkomitmen penuh mengelola sumber daya ikan tuna secara berkelanjutan. Terlebih perairan Indonesia selama ini dikenal sebagai tempat beruaya dan wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Berdasarkan data, Indonesia termasuk negara produsen ikan tuna, cakalang, dan tongkol terbesar dunia dengan kontribusi sekitar 15 persen. Pada 2021 produksi tuna dan cakalang Indonesia mencapai 791.000 ton dengan nilai sekitar Rp22 triliun.
Untuk mendukung penyusunan Harvest Strategi perikanan tuna, sambungnya, KKP juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 121 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Regulasi itu menjadi payung hukum penyusunan Harvest Strategy tuna dan cakalang di perairan kepulauan.
“Saya berharap agar penetapan target dan limit reference point dalam harvest strategy yang menjadi acuan dalam penentuan kuota pemanfaatan sumber daya ikan tuna ini dapat menjadi instrumen yang mengawal keberlanjutan sumber daya tuna dengan tetap mempertimbangkan aspek usaha dan ekonominya. Saya juga berharap seluruh pemangku kepentingan
secara sungguh-sungguh melaksanakan Harvest Strategy untuk kelestarian sumber daya ikan tuna, cakalang dan tongkol sehingga dapat menguatkan daya saing produknya di pasar global,” tambahnya.
Ikan tuna terbagi dalam tiga jenis, masing-masing tuna sirip biru (southern bluefin tuna), tuna sirip kuning (yellowfin tuna), dan tuna mata lebar (bigeye tuna). Penangkapan tuna di laut pun diatur menggunakan kuota dan pembatasan tangkapan sesuai aturan RFMO yakni The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT), Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), dan Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC).
Indonesia memperoleh kuota tangkapan tuna sirip biru di laut lepas sebanyak 1.123 ton per tahun berdasarkan pengaturan CCSBT. Untuk tuna sirip kuning jumlah tangkapannya dibatasi hingga 13.047 ton yang ditangkap oleh alat penangkap ikan longline dan purse seine Industri di area IOTC. Sedangkan pengaturan pembatasan tangkapan di wilayah WCPFC, batasan tangkapan kapal-kapal longline yang menangkap mata besar sebesar 5.889 ton per tahun. Untuk kapal-kapal purse seine Indonesia memiliki batasan tangkapan total sebesar 70.821 ton di ZEEI WPPNRI 716 dan 717 untuk tuna tropis.
Sementara itu, Plt Dirjen Perikanan Tangkap Agus Suherman menerangkan proses panjang penyusunan Harvest Strategy yang diawali dengan penyusunan framework untuk perikanan tuna tropis di WPPNRI 713, 714 dan 715 sejak 2014. Selama proses tersebut, pihaknya juga menggandeng sejumlah pihak untuk pengumpulan data maupun membangun prototype Operating Models dalam Management Strategy Evaluation.
Harvest Strategy menurutnya, mempunyai tujuan untuk keberlanjutan sumber daya ikan dengan mempertimbangkan juga aspek ekonomi. Penetapan target dan limit reference point dalam harvest strategy merupakan acuan dalam penentuan kuota pemanfaatan sumber daya ikan. Dalam harvest strategy juga diatur langkah-langkah pengelolaan antara lain penerapan perikanan berbasis kuota penangkapan ikan, penatakelolaan rumpon, penerapan pengurangan hasil tangkapan tuna dan cakalang dan penerapan penutupan sebagian wilayah dan waktu penangkapan tuna sirip kuning.
“Implementasi Harvest Strategy untuk tuna dan cakalang ini sangat berpengaruh tidak hanya terhadap pengelolaan perikanan tuna di WPPNRI 713, 714 dan 715, namun juga terhadap skema ketelurusan perikanan Indonesia yang dituntut oleh dunia internasional salah satunya melalui sertifikasi MSC. Oleh sebab itu, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semua tim penyusun atas kerjasama, kerja keras dan kerja tuntas dalam penyusunan Harvest Strategy ini,” terangnya.
Sebagai informasi, ITC-1 dan ICTBF-7 bertujuan mempromosikan upaya–upaya pengelolaan tuna Indonesia kepada para pemangku kepentingan perikanan tuna dalam dan luar negeri. Pertemuan ini juga untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan pemangku kepentingan, hingga menguatkan perdagangan tuna Indonesia.
Foto: Istimewa/KKP