Para model saat memamerkan busana karawo karya Agus Lahinta di Indonesia Fashion Week 2023 di JCC, Rabu (22/2/2023). Agus Lahinta merupakan desainer Gorontalo yang sudah malang melintang di dunia mode. Selain tampil di IFW 2023, karyanya pernah pamer di IWF 2017, 2018, 2019 serta New York Fashion Week 2017. (FOTO: Isam – Diskominfotik).
Kain Karawo Kebanggaan Masyarakat Serambi Madinah
Ada sekitar 25 motif bercirikan flora, fauna, alam, dan geometris yang telah dikembangkan para perajin tenun karawo di Gorontalo.
Indonesia memiliki seni wastra atau kain tradisional yang begitu kaya dan menjadi produk kerajinan tangan dan tercipta sebagai olah rasa seni dari pelbagai suku di tanah air. Setiap provinsi mempunyai kekhasannya sendiri, baik itu tenun, songket, batik, dan lainnya dengan beragam makna dan simbol terkandung di dalam motif kain.
Menurut Perkumpulan Wastra Indonesia dalam Pesona Padu Padan Wastra Indonesia, ada banyak teknik pembuatan wastra, seperti warna untuk kain batik, cinde, dan jumputan. Kemudian teknik tenun pada songket, tenun ikat, tapis, lurik, ulos, atau doyo serta teknik sulam.
Khusus teknik sulam, dapat ditemui di daerah seperti Sumatra Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. Hasil sulamannya pun beraneka rupa dengan motif-motif flora, fauna, alam, dan geometris.
Salah satunya adalah karawo. Itu merupakan sebuah seni wastra dari Bumi Serambi Madinah, Gorontalo. Dalam bahasa setempat, karawo artinya sulaman dengan tangan dan orang-orang di luar provinsi itu mengenalnya sebagai kerawang atau karawang.
Seni kerajinan tangan ini sudah ada sejak 1600-an, di masa Kerajaan Gorontalo atau sebelum masuknya Belanda di wilayah ini sekitar 1889. Tradisi membuat karawo atau mokarawo pernah dilarang oleh Belanda, sebagai upaya menghilangkan pelbagai tradisi dan identitas lokal.
Hanya saja, situasi tersebut tidak menyurutkan semangat masyarakat lokal untuk terus melakukan mokarawo. Walaupun kegiatan itu sempat harus dilakukan di daerah terpencil dan sulit dijangkau kolonial.
Ada dua teknik dasar pembuatannya, yakni karawo manila dengan menyulam kain sesuai motif yang telah ditentukan. Lainnya adalah karawo ikat, mirip cara pembuatan tenun ikat. Teknik pembuatan karawo acap disebut sebagai “merusak” kain lantaran awalnya si perajin harus mencabuti dan mengiris benang pada kain polos berdasarkan luas dan batas bidang yang akan disulam.
Semua jenis kain dapat dipakai untuk media karawo, terutama yang memiliki serat vertikal dan horizontal seperti katun, linen, sifon, sutra, dan lainnya. Semakin halus kain yang dipergunakan, maka tingkat kesulitannya pun akan makin tinggi terutama untuk mengiris dan mengurai benang. Contohnya, kain sutra.
Kehalusan sulaman akan sangat ditentukan oleh kecermatan dan ketajaman si perajin dalam menghitung benang-benang yang akan dicabut dan diiris. Lalu, disesuaikan dengan ukuran motif yang akan disulam.
Selesai menghitung benang, si perajin akan mengiris benang satu per satu dengan sangat teliti. Salah iris sedikit saja, pekerjaan akan dianggap gagal dan menyulam tidak dapat dilakukan.
Jika dilakukan secara benar, akan tercipta ruang-ruang kosong yang nantinya akan diisi dengan benang lainnya. Berikutnya, dalam tahapan menyulam dilakukan dengan cara menelusurkan benang mengikuti jalur benang atau kristik.
Si perajin akan mengisi motif yang sudah ditentukan pada ruang-ruang kosong dan sisanya yang tidak diberi motif akan diikat. Aktivitas itu dilakukan berulang-ulang supaya tercipta motif yang diinginkan.
Biasanya, perajin akan membuat terlebih dulu polanya di atas kertas kotak-kotak khusus jika akan menyulam dengan teknik kristik. Menggambar pola di atas kertas khusus sulam juga dapat dilakukan jika menggunakan teknik sulam silang (cross stitch). Kemudian adalah tahapan finishing, yakni melilit jalur-jalur benang dengan satu kali lilitan.
Ini dimaksudkan supaya memperkuat jalur benang yang tidak disulam, sehingga hasil akhir sulaman terlihat rapi dan kokoh. Semakin penuh lilitan benang di dalam satu lubang, maka harga sulaman akan bernilai tinggi. Dibutuhkan waktu 3–30 hari untuk mengerjakan satu produk sulaman dengan motif besar. Sepintas, teknik seperti dicontohkan tadi mirip seperti yang dikembangkan para perajin sulam terawang di Bukittinggi.
Karawo sendiri banyak diaplikasikan pada kain baju kurung perempuan atau baju koko, serta bisa dijadikan hiasan dinding, taplak meja, atau sarung bantal. Motifnya dibedakan menjadi tunggal yang merepresentasikan suatu bentuk benda nyata atau simbol budaya dan berdiri sendiri. Selanjutnya motif kombinasi, terbentuk dari beberapa motif tunggal yang disatukan sehingga membentuk ragam hias yang lebih menarik.
Banyak Motif
Setiap desain dan motif, baik tunggal maupun kombinasi memiliki maknanya sendiri-sendiri. Setidaknya ada 25 motif yang saat ini telah dikembangkan para perajin karawo. Misalnya, motif pohon pinang yang bermakna sebagai pengayom atau mahkota (makuta) yang berarti berguna untuk orang lain.
Ada pula motif buaya (pemberi nasihat), motif alikusu (memegang teguh ajaran agama), motif senjata seperti parang, pedang, dan tombak. Kemudian ada motif kepingan mata uang yang berarti ulet atau terampil, atau motif cengkih yang bermakna tegar dalam menghadapi kehidupan.
Sehelai kain karawo aneka warna berukuran panjang 200 sentimeter dan lebar 115 cm saat ini di platform lokadagang daring (e-commerce) dijual pada kisaran harga Rp400.000-Rp700.000 bergantung motif dan jenis benangnya. Sedangkan jika sudah berbentuk pakaian, dihargai antara Rp1 juta-Rp4,5 juta per pakaian.
Keterampilan ini lebih banyak dikuasai oleh kalangan perempuan seperti ibu-ibu dan kurang diminati oleh anak-anak muda. Oleh sebab itu, sebagai langkah melestarikan kain karawo, maka sejak 2018 Pemerintah Provinsi Gorontalo mengadakan Gorontalo Karnaval Karawo. Selain melakukan fashion show memakai pakaian bermotif karawo di jalan protokol Kota Gorontalo, diadakan juga pelatihan desain karawo oleh Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo.
Kiprah kain karawo juga sudah menembus jagat mode dunia. Hal itu terjadi ketika dua perancang busana asal Gorontalo, yakni Yurita Puji dan Agus Lahinta, diundang untuk memamerkan rancangan mereka berbasis karawo pada acara Couture Fashion Week. Kegiatan itu menjadi bagian dari New York Fashion Week 2018 yang diadakan di kota pusat mode dunia, New York, Amerika Serikat.
Sementara itu, seperti dilansir website Pemprov Gorontalo, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Gorontalo Risjon Sunge mengatakan, kain karawo ikut ditampilkan pada ajang Indonesia Fashion Week 2023, 22–26 Februari 2023.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari
Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id