
Tanggapan Menteri Keuangan atas Kritik Realisasi Anggaran Pendidikan
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memberikan respons terkait kritik mengenai realisasi anggaran pendidikan yang masih berada di bawah 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, yang membidangi keuangan, moneter, dan jasa keuangan, ia menjelaskan bahwa meskipun anggaran pendidikan ditetapkan sebesar 20 persen dari belanja negara, realisasinya bisa berfluktuasi karena sifat komponen belanja negara yang dinamis.
Fluktuasi Anggaran dan Komponen Belanja
Menurut Sri Mulyani, beberapa komponen seperti belanja modal, belanja barang, subsidi, kompensasi, dan belanja bunga dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Ia mencontohkan bahwa penyerapan belanja modal bergantung pada kemampuan pemerintah dalam melaksanakan proyek. Jika penyerapan lebih rendah, maka proporsi 20 persen tersebut bisa terlewat.
Selain itu, belanja barang seperti perjalanan dinas atau program-program tertentu juga bisa memiliki tingkat penyerapan yang berbeda-beda. Contohnya, saat terjadi El Nino, penambahan bantuan sosial membuat belanja barang meningkat, sehingga persentase 20 persen yang dialokasikan terlihat lebih rendah dari target awal.
Strategi Manajemen Kebijakan Fiskal
Sri Mulyani menjelaskan bahwa penempatan sebagian dana pendidikan di pos pembiayaan adalah bagian dari strategi manajemen kebijakan fiskal secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk menyediakan bantalan atau cushion, mengingat kondisi ekonomi dan belanja negara yang terus bergerak.
Ia menekankan bahwa APBN memiliki banyak fungsi dan tujuan lain yang harus diperhatikan secara seimbang, bukan hanya fokus pada satu sektor. Selain itu, ia membantah anggapan bahwa realisasi anggaran pendidikan yang tidak mencapai 20 persen adalah oleh desain atau kesengajaan.
Penjelasan tentang Dana Abadi Pendidikan
Sri Mulyani menjelaskan bahwa meskipun dialokasikan 20 persen, tidak semua dana harus serta-merta dibelanjakan. Prioritasnya adalah kualitas dan tata kelola belanja. Oleh karena itu, dana abadi pendidikan dibuat sebagai wadah agar dana tidak langsung habis, tetapi bisa digunakan secara bertahap dan tepat sasaran.
Kritik dari Wakil Ketua Komisi XI DPR RI
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, mempertanyakan realisasi anggaran pendidikan yang tidak mencapai 20 persen dari APBN, sebagaimana diamanatkan konstitusi. Ia menyoroti bahwa realisasi anggaran pendidikan cenderung stagnan sejak 2007, meskipun telah melewati dua periode pemerintahan berbeda dan pernah menjadi subjek gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Data yang dipaparkan oleh Dolfie menunjukkan bahwa pada 2007, realisasi anggaran pendidikan adalah 18 persen, lalu turun menjadi 15,6 persen pada 2008. Angka ini tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir: 15 persen pada 2022, 16 persen pada 2023, dan 17 persen pada 2024. Bahkan untuk tahun 2025, diperkirakan akan tetap 17 persen karena adanya cadangan dana pendidikan yang ditempatkan dalam pembiayaan.
Pernyataan dari Mahkamah Konstitusi
Dolfie mengutip putusan MK yang menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi yang tidak boleh ditunda-tunda pelaksanaannya. Ia menegaskan bahwa keadilan yang tertunda adalah keadilan yang diabaikan. Menurut putusan tersebut, 20 persen anggaran pendidikan seharusnya ditempatkan di belanja, termasuk komponen gaji pendidikan.
“Oleh karena itu, ke depan 20 persen ini harapan kita semua adalah memasukkan semuanya di belanja. Tidak ada lagi cadangan yang sengaja untuk tidak direalisasikan, sehingga realisasi 20 persen anggaran pendidikan tidak pernah mencapai 20 persen,” ujar Dolfie.


















































