Hukum Kamboja Tangkap 1.000 Lebih Pelaku Kejahatan Siber, Termasuk Ratusan WNI

Kamboja Tangkap 1.000 Lebih Pelaku Kejahatan Siber, Termasuk Ratusan WNI

22
0

Operasi Besar-besaran di Kamboja Tangkap Ratusan Pelaku Kejahatan Siber

Pemerintah Kamboja telah melakukan operasi besar-besaran dalam beberapa hari terakhir, dengan menangkap lebih dari seribu tersangka yang diduga terlibat dalam kejahatan siber. Langkah ini dilakukan berdasarkan perintah langsung dari Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, yang menekankan pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Menurut pernyataan resmi, pemerintah mengamati bahwa penipuan online kini menjadi ancaman nyata bagi masyarakat dan kawasan. Di Kamboja, kelompok kriminal asing juga diketahui terlibat dalam berbagai tindakan ilegal secara daring. PBB dan organisasi lain memperkirakan bahwa penipuan online, terutama yang berasal dari Asia Tenggara, memberikan pendapatan miliaran dolar bagi geng-geng kriminal setiap tahunnya.

Operasi penangkapan ini dilakukan antara Senin (14/7) hingga Rabu (16/7), dengan penggerebekan dilakukan di lima provinsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 200 warga Vietnam, 27 warga Tiongkok, 75 warga Taiwan, serta 85 warga Kamboja ditangkap. Khusus di Phnom Penh dan Sihanoukville, polisi berhasil menyita berbagai peralatan seperti komputer dan ratusan ponsel yang digunakan dalam kegiatan ilegal.

Di Poipet, sebuah kota dekat perbatasan Thailand yang terkenal dengan penipuan daring dan aktivitas perjudian, sedikitnya 270 warga negara Indonesia (WNI) ditangkap. Selain itu, di provinsi Kratie, polisi menangkap 312 orang yang terdiri dari warga Thailand, Bangladesh, Indonesia, Myanmar, dan Vietnam. Di provinsi Pursat, sebanyak 27 orang dari Vietnam, Tiongkok, dan Myanmar juga ditangkap.

Amnesty Internasional baru-baru ini merilis hasil investigasi selama 18 bulan terhadap kejahatan siber di Kamboja. Menurut laporan mereka, ada indikasi keterlibatan pihak berwenang dalam pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kelompok kriminal asal Tiongkok. Lembaga internasional ini menyebutkan bahwa pemerintah Kamboja mengabaikan berbagai pelanggaran HAM, termasuk perbudakan, perdagangan manusia, pekerja anak, dan penyiksaan yang terjadi di lebih dari 50 kompleks penipuan di berbagai wilayah.

Perdagangan manusia sering kali terkait erat dengan kejahatan siber. Banyak korban direkrut dengan dalih palsu, lalu ditahan dan dipaksa bekerja dalam operasi penipuan. Hal ini menunjukkan adanya jaringan yang sangat terstruktur dan rumit.

Duta Besar RI untuk Kamboja, Santo Darmosumanto, mengonfirmasi bahwa pemerintah Kamboja sedang melakukan operasi besar-besaran di berbagai provinsi. Ia menyatakan bahwa KBRI Phnom Penh terus memantau situasi dan berkomunikasi dengan aparat setempat terkait penangkapan WNI yang terlibat dalam kasus tersebut.

Santo menjelaskan bahwa operasi ini baru saja dimulai, dan pihaknya akan terus memantau perkembangannya. Ia menegaskan bahwa KBRI akan tetap berkoordinasi dengan lembaga pemerintah setempat untuk memastikan perlindungan terhadap warga negara Indonesia yang terlibat dalam kasus ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini