Ragam Garap Pelangi di Mars, Sutradara Tertantang Keterbatasan Teknologi

Garap Pelangi di Mars, Sutradara Tertantang Keterbatasan Teknologi

15
0

Kesulitan Teknologi dalam Pembuatan Film “Pelangi di Mars”

Sutradara film fiksi ilmiah “Pelangi di Mars” yang diperankan oleh Messi Gusti, Upie Guava, mengungkapkan tantangan besar dalam proses produksi film ini. Ide awal untuk membuat film ini sudah ada sejak 2020, namun harus menunggu waktu cukup lama hingga teknologi yang memadai tersedia. Upie menjelaskan bahwa penggunaan Extended Reality (XR) dan Unreal Engine menjadi bagian penting dari pembuatan film ini.

Tidak Ada Teknologi yang Mendukung

Upie mengungkapkan bahwa tidak ada teknologi di Indonesia yang mampu mendukung kebutuhan produksi film ini. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak ingin membuat film dengan kualitas yang kurang memadai. “Tidak ada teknologi di Indonesia yang bisa mendukung kebutuhan kami karena sangat mahal dan rumit. Saya juga tidak mau membuatnya apa adanya dan tanggung,” ujarnya.

Di Amerika Serikat, film seperti “Star Wars” dan “The Mandalorian” telah menggunakan teknologi serupa. Upie kemudian meminta waktu tambahan kepada produser untuk mencari solusi yang tepat. Proses kreatif setelah pembuatan teaser pertama dihentikan sementara. Ia dan tim membangun studio sendiri, yang memakan waktu dua tahun penelitian dan pengembangan serta setahun menjalankan studio dengan klien agar terlatih.

Pengerjaan Film Memakan Waktu Lama

Awal 2024, setelah yakin dapat melakukannya, “Pelangi di Mars” kembali dikerjakan di studio. Secara keseluruhan, proses produksi memakan waktu sekitar dua tahun. Upie menjelaskan bahwa proses syuting terbagi menjadi dua sesi: animasi dan live action. Animasi dilakukan dengan motion capture, yang melibatkan hanya Pelangi dan para pemeran robot selama sekitar 12 hari. Syuting live action melibatkan aktor seperti Messi Gusti, Luthesa, Rio Dewanto, dan beberapa lainnya, yang berlangsung selama sekitar 14 hari.

Mencoba Meniru Gaya George Lucas

Sebelum awal 2024, Upie dan tim fokus pada proses kreatif seperti membuat layar, mengembangkan karakter, dan teknologi. Film ini dimulai dengan desain karakter yang memiliki cerita masing-masing. Upie ingin film ini sukses seperti karya George Lucas, yang fokus pada “Star Wars”. Ia mengatakan bahwa teknologi bekerja dengan cara yang disesuaikan dengan kebutuhan sutradara, seperti yang dilakukan James Cameron.

Teknologi yang Dikembangkan Bisa Digunakan untuk Berbagai Platform

Upie menjelaskan bahwa teknologi yang dikembangkan untuk membuat film ini bisa digunakan untuk berbagai platform. Infrastruktur stereoskopi film, termasuk di IMAX dan lain-lain, sudah siap. Namun, saat ini, ia lebih fokus pada proses pembuatan film. “Setiap hari melakukan hal yang sama, apabila nanti berdampak, apakah itu sukses atau apa, buat saya itu sudah soal dampak,” katanya.

Masih Fokus pada Produksi

Produser Dendy Reynando mengatakan bahwa target penayangan film masih belum dipikirkan secara pasti karena sedang fokus menyiapkan film. “Setelah itu baru kami pikirkan kapan tanggal tayang terbaik untuk kids and family movie,” ujarnya.

Dengan teknologi yang dibuat sendiri, pengerjaan film ini bisa efisien tanpa mengurangi kualitas. Ia mengatakan bahwa pengerjaannya terbilang berani. “Kalaupun rugi-rugi sedikit, saya akan tetap lanjut sama Upie, demi punya dampak yang besar dan fokus kami ke sana. Tentu tolok ukurnya adalah jumlah penonton,” ujarnya.

Plot Film “Pelangi di Mars”

Film “Pelangi di Mars” berlatar tahun 2090, di mana persediaan air di Bumi sudah sangat terbatas. Satu-satunya persediaan air bersih dimonopoli oleh perusahaan bernama Nerotex. Pelangi, diperankan oleh Messi Gusti, adalah seorang gadis 12 tahun yang menjadi manusia pertama yang lahir dan tumbuh di Mars. Pelangi hidup seorang diri di planet Mars yang sepi setelah ditinggal oleh ibunya, Pratiwi, yang diperankan oleh Lutesha. Rio Dewanto memerankan karakter Banyu, pasangan Pratiwi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini