
Peran Kecerdasan Buatan dalam Dunia Kesehatan
Perkembangan teknologi khususnya kecerdasan buatan (AI) telah memberikan dampak signifikan di berbagai sektor, termasuk dunia kesehatan. Berbagai inovasi berbasis AI terus muncul dan menarik perhatian banyak pihak. Tidak semua orang menyambut dengan antusias, tetapi ada juga yang merasa perlu untuk lebih waspada.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa AI dapat menjadi alat bantu penting bagi dokter dalam menjalankan tindakan medis, termasuk operasi bedah. Ia juga menyatakan bahwa dokter yang tidak menerima AI akan ketinggalan dari kemajuan teknologi saat ini. Pernyataan ini memicu berbagai respons dari kalangan profesional kesehatan.
Ahli kesehatan global dan epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, memberikan tanggapan atas pernyataan tersebut. Ia menilai tidak adil jika mereka yang bersikap hati-hati dianggap menolak perkembangan teknologi. Menurut Dicky, penting untuk membangun narasi yang tidak terlalu sederhana dalam menghadapi tantangan implementasi AI.
Ia menekankan bahwa AI memiliki tantangan dalam pengembangan dan penerapannya. Banyak dokter tidak menentang AI, tetapi justru menuntut kehati-hatian, transparansi, serta etika dalam penggunaannya. Ini menunjukkan sikap ilmiah dan profesional yang wajar.
Dicky menyampaikan bahwa AI memiliki potensi besar untuk membantu dunia kedokteran. Contohnya adalah penggunaan robot berteknologi AI dalam bidang pembedahan, yang telah diterapkan di rumah sakit modern di China. Namun, ia menegaskan bahwa peran utama tetap harus dipegang oleh dokter manusia. AI adalah bentuk peningkatan kemampuan manusia, bukan substitusi. Dokter tetap menjadi pengambil keputusan utama dalam situasi tersebut.
Selain itu, Dicky menyoroti pentingnya regulasi dalam penggunaan AI. Pemerintah perlu mempercepat lahirnya kebijakan dan standar yang mengatur penggunaan AI dalam praktik klinis. Regulasi ini mencakup sertifikasi algoritma, audit berkala, hingga perlindungan data pribadi pasien.
Menurutnya, AI perlu regulasi dan tata kelola yang memadai. Hal ini termasuk standarisasi penggunaan AI dalam klinik dan rumah sakit oleh lembaga kredibel. Kementerian Kesehatan dan lembaga independen lainnya perlu terlibat dalam hal ini.
Dicky menekankan bahwa kritik terhadap AI bukan berarti anti-perubahan, tetapi merupakan bentuk kewaspadaan profesional demi menjaga kualitas dan keselamatan pasien. Ia mengajak semua pihak untuk membangun budaya yang terbuka terhadap kritik konstruktif. Kritik ini penting untuk menjaga keselamatan pasien, terutama di dunia kesehatan yang memprioritaskan keselamatan pasien.
Dengan pendekatan yang hati-hati namun terbuka terhadap inovasi, Dicky optimistis bahwa AI dapat menjadi mitra strategis yang memperkuat sistem kesehatan tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan profesi dokter. Dengan demikian, AI dapat digunakan sebagai alat bantu yang efektif dan aman dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan.