
Peran dan Kritik IYCTC terhadap Kebijakan Kemasan Rokok Polos
Indonesia memiliki berbagai lembaga yang aktif dalam memberikan pandangan terkait kebijakan pemerintah, termasuk di antaranya adalah Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC). Lembaga ini baru-baru ini menyampaikan tanggapannya terkait kebijakan standardisasi kemasan rokok yang diterapkan untuk mengurangi peredaran rokok ilegal. Menurut IYCTC, penting bagi masyarakat untuk memahami isu ini secara utuh agar tidak salah paham.
Tujuan Kebijakan Kemasan Rokok Polos
Kementerian Kesehatan menciptakan kebijakan ini sebagai bagian dari upaya pengendalian konsumsi rokok. Tujuannya adalah untuk menurunkan daya tarik produk tembakau terhadap anak-anak dan remaja. Dengan menghilangkan elemen desain seperti warna, logo, dan citra merek pada kemasan rokok, maka kemasan akan menjadi lebih polos dan seragam. Di sisi lain, peringatan kesehatan bergambar ditempatkan dengan lebih mencolok agar dapat memberi efek psikologis pada para konsumen.
Kesalahpahaman Mengenai Efektivitas Kebijakan
Meskipun demikian, IYCTC menilai bahwa banyak pihak salah kaprah dalam memahami kebijakan ini. Mereka mencontohkan negara-negara seperti Australia, Inggris, dan Prancis yang telah lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa. Studi di Inggris menunjukkan bahwa setelah kebijakan ini diterapkan, jumlah orang yang pernah ditawari rokok ilegal justru menurun. Begitu juga di Australia, peredaran rokok ilegal tetap terkendali bahkan menurun beberapa pekan setelah kebijakan tersebut diimplementasikan.
Namun, Manik Marganamahendra, Ketua IYCTC, menegaskan bahwa hal ini tidak bisa langsung disimpulkan sebagai bukti bahwa kemasan polos berhasil mengurangi peredaran rokok ilegal. Menurutnya, efektivitas kebijakan tersebut bergantung pada implementasi yang tepat dan komprehensif di setiap negara.
Faktor Struktural yang Mempengaruhi Peredaran Rokok Ilegal
Manik menjelaskan bahwa peredaran rokok ilegal lebih dipengaruhi oleh faktor struktural yang kompleks. Salah satunya adalah suplai yang sengaja disediakan oleh pihak tertentu dalam industri itu sendiri. Selain itu, lemahnya penindakan dan pengawasan hukum terhadap rokok ilegal juga menjadi penyebab utama.
Temuan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan bahwa rokok ilegal paling tinggi ditemukan di kota-kota seperti Surabaya dan Makassar. Kota-kota ini dekat dengan pelabuhan besar dan pusat produksi tembakau. Sementara kota-kota lain yang dekat dengan wilayah produksi, tetapi bukan jalur distribusi utama, memiliki angka yang jauh lebih rendah.
Masalah dalam Rantai Pasok dan Pengawasan
Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap produsen mikro dan kecil serta tidak adanya pembatasan kepemilikan mesin pelinting juga memperparah situasi. Survei CISDI menemukan bahwa banyak produk ilegal yang sudah mencetak peringatan kesehatan menyerupai produk legal. Hal ini menunjukkan bahwa ada skala produksi yang besar dan permasalahan pada rantai pasok ini harus segera diatasi dengan tegas.
Pandangan Terkait Kontribusi Ekonomi Industri Rokok
Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC, menyoroti bahwa industri rokok sering dijadikan alasan untuk menolak regulasi. Isu lapangan kerja dan ekonomi di sektor tembakau selalu disinggung. Namun, ia menilai bahwa kontribusi ekonomi industri ini tidak sebanding dengan beban sosial dan biaya kesehatan yang harus ditanggung negara.
Data BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa beban pembiayaan pengobatan penyakit akibat rokok terus meningkat setiap tahun. Riset CISDI (2021) menunjukkan bahwa konsumsi rokok pada 2019 membebani sistem kesehatan dengan biaya sebesar Rp 17,9 hingga 27,7 triliun. Angka ini hampir menyamai 92 persen dari total defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun tersebut.
Dampak Peredaran Rokok Ilegal pada Produsen
Peredaran rokok ilegal juga merugikan negara karena tidak menyumbang penerimaan cukai yang seharusnya diperoleh dari penjualan rokok legal. Bahkan masifnya rokok ilegal ini ikut memukul produsen rokok besar seperti PT Gudang Garam Tbk. karena penjualannya turun drastis.
Gudang Garam sejak tahun lalu telah menghentikan pembelian tembakau dari wilayah Temanggung, Jawa Tengah, dengan alasan utama terjadinya penurunan signifikan dalam penjualan rokok di Indonesia. Penghentian pembelian tembakau itu berlangsung hingga musim panen tembakau 2025.
Dampak pada Agen dan Penjual Rokok
Selain dirasakan oleh perusahaan besar, menurunnya penjualan rokok juga dirasakan oleh agen tembakau. Salah satu agen tembakau di Pancoran, Jakarta Selatan, Hari Tobacco, mengalami penurunan penjualan hingga separuhnya. “Penjualan tembakau saya turun sampai 50 persen,” ujar salah satu perwakilan dari Hari Tobacco.