Ragam HIV di Kota Sorong Tembus 4.202 Kasus Sejak 2004 hingga 2025

HIV di Kota Sorong Tembus 4.202 Kasus Sejak 2004 hingga 2025

14
0

Peningkatan Kasus HIV di Kota Sorong

Kota Sorong, yang terletak di Papua Barat Daya, mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Data yang dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sorong menunjukkan bahwa sejak layanan pemeriksaan HIV mulai berjalan pada tahun 2004 hingga Agustus 2025, total kasus positif telah mencapai 4.202 orang.

Jenny Isir, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sorong, menjelaskan bahwa data tersebut merupakan kumulatif dari seluruh pemeriksaan yang dilakukan sejak layanan pertama kali dibuka. Ia menekankan pentingnya deteksi dini dan pengobatan yang cepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Dari sisi jenis kelamin, distribusi kasus HIV relatif seimbang antara laki-laki dan perempuan. Namun, secara khusus, jumlah perempuan tercatat sedikit lebih tinggi dalam kasus HIV, sementara AIDS lebih banyak terjadi pada laki-laki.

Dalam hal usia, kelompok yang paling rentan adalah mereka yang berusia 20-29 tahun dan 30-39 tahun, yang merupakan usia produktif. Dari segi pendidikan, lulusan SMA menjadi kelompok dengan jumlah kasus tertinggi, disusul oleh lulusan SMP, perguruan tinggi, dan SD. Jenny menyatakan bahwa mereka yang tidak sekolah justru memiliki jumlah kasus yang lebih rendah.

Status Perkawinan dan Program MTCT

Dalam data 2025 hingga Agustus, tercatat 23 ibu hamil positif HIV. Untuk mencegah penularan dari ibu ke bayi, Dinkes Kota Sorong menjalankan program Mother to Child Transmission (MTCT). Jenny menegaskan bahwa jika ibu hamil terdeteksi dini dan langsung mendapat pengobatan, potensi penularan bisa dicegah. Namun, jika terdeteksi pada usia kehamilan 4-6 bulan ke atas, penanganannya lebih sulit dan salah satu solusinya adalah operasi sesar.

Faktor Risiko dan Tren Kasus

Di Papua, faktor risiko terbesar masih berasal dari hubungan seksual heteroseksual. Namun, Jenny mengingatkan bahwa tren kasus pada kelompok LSL (laki-laki seks dengan laki-laki) juga mulai meningkat, terutama pada laki-laki muda.

Untuk tahun 2025, Januari-Agustus tercatat 222 kasus baru. Angka ini telah melampaui total kasus baru sepanjang 2024 yang berjumlah 215 kasus. Jenny menambahkan bahwa sebagian besar pasien datang untuk tes secara mandiri setelah merasakan gejala atau mengetahui dirinya pernah kontak dengan kelompok berisiko.

Kesulitan dalam Penjangkauan WPS Jalanan

Salah satu tantangan utama dalam penanggulangan HIV adalah penjangkauan kepada Wanita Pekerja Seks (WPS) jalanan. Jenny mengungkapkan bahwa WPS di lokalisasi dapat rutin diperiksa, tetapi yang sulit adalah WPS jalanan karena mereka sering berpindah-pindah dan sulit ditemui. “Kadang ketemu satu dua, itu pun belum tentu mau diperiksa,” katanya.

Selain itu, aktivitas transaksi seksual kini banyak bergeser ke kos-kosan, yang semakin sulit diawasi. Untuk mendukung penjangkauan, Dinkes Sorong bekerja sama dengan komunitas LSM dan tim lapangan untuk menjangkau populasi kunci seperti WPS, pijat tradisional, dan lokasi rawan lainnya.

Tanggung Jawab Bersama dalam Penanggulangan HIV

Lebih lanjut, Jenny menegaskan bahwa penanggulangan HIV bukan hanya tugas sektor kesehatan. “Ini tanggung jawab kita semua, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, pemerintah daerah, sampai RT/RW,” ujarnya.

Ia mengajak masyarakat untuk rutin melakukan pemeriksaan, tidak takut mengetahui status, dan segera mengakses pengobatan yang tersedia secara gratis. Selain itu, ia berharap pengawasan lingkungan, terutama di area kos-kosan, dapat diperkuat. “Kalau ada kos-kosan yang terlihat ramai, sering kumpul-kumpul, itu harus segera dicek. Kita semua harus berperan menjaga lingkungan,” ujar Jenny.


TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini