Nasional Mahkamah Agung AS Persetujui Aturan Paspor Trump tentang Identitas Gender

Mahkamah Agung AS Persetujui Aturan Paspor Trump tentang Identitas Gender

15
0

Keputusan Mahkamah Agung AS Mengizinkan Kebijakan Paspor yang Membatasi Pilihan Jenis Kelamin

Pada hari Kamis (6/11/2025), Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) mengizinkan pelaksanaan kebijakan pemerintahan Donald Trump yang melarang pemohon paspor mencantumkan jenis kelamin sesuai dengan identitas gender mereka. Kebijakan ini membatasi opsi jenis kelamin dalam paspor hanya berdasarkan jenis kelamin saat lahir, bukan berdasarkan identitas gender yang mereka rasakan.

Keputusan ini membatalkan perintah pengadilan sebelumnya yang memblokir kebijakan tersebut, sehingga Departemen Kehakiman AS dapat melanjutkan penerapan kebijakan ini sementara gugatan hukum masih berlangsung. Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk mengatur penggunaan penanda gender pada dokumen resmi.

Pembatasan Opsi Penanda Jenis Kelamin dalam Paspor

Mahkamah Agung AS dalam putusan dengan suara 6-3 mengizinkan pelaksanaan kebijakan yang membatasi opsi penanda jenis kelamin dalam paspor hanya laki-laki atau perempuan sesuai jenis kelamin saat lahir. Putusan tidak bertanda tangan dari majelis menyatakan bahwa menampilkan jenis kelamin pemegang paspor sesuai saat lahir tidak melanggar prinsip perlindungan mereka. Pemerintah hanya mengonfirmasi fakta sejarah tanpa memperlakukan siapa pun secara berbeda.

Ketanji Brown Jackson, salah satu dari tiga hakim liberal yang menentang putusan, menyatakan bahwa pemerintah mencoba menerapkan kebijakan baru yang berpotensi ilegal tanpa ada bukti kerugian yang akan dialami jika kebijakan ini sementara waktu ditunda, sementara para penggugat menghadapi cedera nyata jika kebijakan itu dilaksanakan.

Latar Belakang Kebijakan Perubahan Paspor pada Era Pemerintahan Trump

Sejak tahun 1992, Departemen Luar Negeri AS mengizinkan pemohon paspor untuk memilih jenis kelamin laki-laki atau perempuan yang dapat berbeda dari jenis kelamin saat lahir jika ada bukti medis terkait perubahan gender. Namun, pada 2021, pemerintahan Biden memberikan kemudahan dengan memperkenalkan opsi penanda gender “X” dan menghapus persyaratan dokumen medis tersebut.

Kebijakan baru yang didukung oleh pemerintahan Trump secara efektif mencabut kebijakan tersebut, membatasi pemohon hanya boleh mencantumkan jenis kelamin sesuai dengan sertifikat kelahiran mereka, dan menolak opsi penanda gender lain yang mencerminkan identitas gender pemohon.

Protes dari Kelompok Pembela Hak Transgender

Keputusan Mahkamah Agung ini mendapat protes dari kelompok pembela hak transgender. Mereka menilai kebijakan tersebut meningkatkan risiko diskriminasi, pelecehan, bahkan kekerasan terhadap individu transgender. Ketanji Brown Jackson menilai bahwa kebijakan ini berasal dari perintah eksekutif Trump yang menyebut identitas transgender sebagai palsu dan berbahaya, dan sekali lagi membuka pintu bagi bahaya tanpa alasan yang cukup.

Sementara itu, para pendukung kebijakan berargumen bahwa pemberian penanda jenis kelamin berdasarkan fakta kelahiran adalah tindakan administratif yang sah dan tidak melanggar hak, serta penting untuk kejelasan administrasi dan keamanan nasional di paspor.

Paspor Malaysia Makin Kuat, Melejit ke Posisi Ketiga Secara Global

Selain isu paspor yang sedang dibahas, beberapa negara juga menunjukkan peningkatan kualitas paspor mereka. Paspor Malaysia semakin kuat dan melejit ke posisi ketiga secara global. Beberapa negara memiliki paspor yang lebih lemah dari Indonesia, seperti paspor AS yang turun ke peringkat 12, setara dengan Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas paspor suatu negara bisa berubah seiring waktu, tergantung pada kebijakan dan hubungan internasional yang dijalin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini