
Kritik Terhadap Tayangan Program Xpose Uncensored Trans7
Direktur Forum Percepatan Transformasi Pesantren (FPTP), Saifullah Ma’shum, menyampaikan kecaman terhadap tayangan program Xpose Uncensored Trans7 yang disiarkan pada Senin (13/). Menurutnya, tayangan tersebut telah melukai perasaan warga pesantren. Ia meminta semua pihak untuk berhenti melakukan framing negatif terhadap lembaga pesantren.
Narasi yang Menyesatkan dan Menghina
Kecaman keras ini dilakukan karena tayangan program Xpose Uncensored Trans7 menampilkan narasi yang menyesatkan dan berkonotasi menghina lembaga pesantren. Khususnya, tayangan itu menggambarkan kyai sebagai pengasuh pondok pesantren yang tidak memiliki kepekaan sosial. Padahal, hal tersebut sama sekali tidak benar.
”Tradisi santri memberi bisyaroh atau hadiah kepada kiai bukan praktik gratifikasi, melainkan bentuk penghormatan dan tabarruk (mengharap berkah). Ini bagian dari nilai adab dan spiritualitas pesantren yang tidak bisa dinilai dengan standar dunia luar,” kata Saifullah pada Selasa (14/10).
Tradisi Santri yang Penuh Makna
Menurut Saifullah, tradisi santri yang mencium tangan atau bahkan merangkak mendekati kyai adalah ekspresi kecintaan dan penghormatan terhadap guru yang telah mengabdikan diri tanpa pamrih dalam mendidik santri. Hal itu bertolak belakang dengan narasi yang ditayangkan dalam program Xpose Uncensored Trans7.
”Narasi yang menampilkan hal itu secara sinis menunjukkan ketidaktahuan terhadap kultur pesantren,” ujarnya.
Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan yang Terbuka
Dia pun menegaskan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan paling terbuka bagi masyarakat kecil. Banyak kyai mengorbankan harta pribadi agar pendidikan di pesantren tetap murah dan terjangkau. Karena itu, menuduh kyai hidup dari sumbangan santri miskin merupakan tudingan yang gegabah dan insinuatif.
Framing Negatif yang Dilakukan Secara Sengaja
FPTP berpandangan bahwa framing negatif terhadap pesantren akhir-akhir ini tampak dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan kasus-kasus tertentu untuk membangun persepsi buruk terhadap dunia pesantren. Karena itu, Saifullah mengecam dan sangat menyayangkan hal tersebut.
”Kami tidak menutup mata terhadap kekurangan yang ada, tapi yang dibutuhkan adalah kolaborasi dan pembenahan, bukan penghukuman sepihak,” ujarnya.
Permintaan untuk Menghormati Tradisi Pesantren
Lebih lanjut, Saifullah meminta semua pihak, terutama media massa, menghormati tradisi pesantren dan menjunjung etika pemberitaan. Tujuannya agar tidak menimbulkan salah tafsir dan kegaduhan publik.
”Pesantren adalah lembaga yang berakar kuat pada nilai adab dan spiritualitas. Mari kita rawat dengan adab, bukan dengan framing negatif,” pungkasnya.