
FILM Jangan Panggil Mama Kafir menjadi karya terbaru Maxima Pictures yang berkolaborasi dengan Rocket Studio Entertainment, dan siap tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 16 Oktober 2025. Tak sekadar film drama keluarga yang menyentuh hati, proyek ini juga menjadi bagian penting dari perjalanan panjang Maxima Pictures, yang kini memasuki usia ke-21 dan telah menelurkan 60 film.
Disutradarai oleh Dyan Sunu Prastowo, film ini menyuguhkan kisah cinta, perbedaan iman, dan perjuangan seorang ibu untuk menepati janji. Dalam konferensi pers yang digelar di Epicentrum XXI, Kuningan, Senin, 13 Oktober 2025, para kru dan pemain membagikan cerita menarik di balik proses produksinya.
Jangan Panggil Mama Kafir Terinspirasi dari Kisah Nyata
Produser Yoen K mengungkapkan, film ini berangkat dari kisah nyata. “Semula judulnya Janji Maria, lalu sempat berubah menjadi Mamaku Kafir, dan akhirnya setelah banyak pertimbangan kami putuskan menjadi Jangan Panggil Mama Kafir,” ujarnya. Yoen K menegaskan bahwa film ini bukan bertujuan membahas perbedaan agama semata, melainkan menyoroti makna keluarga dan hubungan antara ibu dan anak. “Ini tentang hubungan ibu dan anak yang berbeda keyakinan,” tambahnya.
Produser kedua, Zoya Salsabila, menuturkan alasannya bergabung dalam proyek ini. Ia merasa cerita Jangan Panggil Mama Kafir relevan dengan realitas masyarakat. “Ketika membaca naskahnya, saya melihat cerita ini bukan hanya soal agama, tapi tentang penerimaan dan toleransi. Secara normatif dalam Islam, pernikahan beda agama dilarang, tapi dalam kehidupan nyata hal itu sering terjadi,” kata dia.
Jangan Panggil Mama Kafir mengangkat kisah tentang cinta, janji, hingga perbedaan iman yang berujung pada pertarungan hak asuh anak. Cerita mengisahkan Maria (Michelle Ziudith), seorang perempuan nasrani yang jatuh cinta dengan pria muslim bernama Fafat (Giorgino Abraham).
Sejak awal, hubungan lintas iman Maria dan Fafat penuh keraguan, antara harus berhenti atau dilanjutkan. Namun tanpa ada paksaan untuk berpindah keyakinan, keduanya memilih tetap bersama dan akhirnya menikah dengan tetap memegang agama masing-masing. Dari pernikahan itu lahirlah seorang putri bernama Laila (Humaira).
Meski perbedaan iman tidak jadi penghalang, Fafat sempat menitipkan amanah agar Laila kelak memeluk dan belajar agama Islam. Namun takdir berkata lain. Kehidupan Maria berubah drastis setelah Fafat meninggal dunia, meninggalkannya sebagai ibu tunggal yang juga harus menjalankan amanah sang almarhum suami untuk menanamkan nilai-nilai Islam pada Laila.
Penulisan Naskah dari Sudut Pandang Ibu
Penulis skenario, Lina Nurmalina mengungkapkan ia bergabung dalam produksi film ini setelah naskah memasuki draft ketiga yang sebelumnya dikerjakan oleh Archie Hekagery. Ia merasa kedekatan kisah pribadi dengan tema ceritanya membuat proses penulisan terasa sangat personal.
“Saya diajak Pak Yoen K karena mungkin sisi feminis dan pengalaman pribadi saya yang juga pernah kehilangan suami,” kata Lina. Baginya, Jangan Panggil Mama Kafir bukan hanya soal perbedaan iman, tapi kehilangan dan hubungan ibu-anak. Lina juga menyoroti kedalaman akting Michelle Ziudith yang memerankan Maria, sosok ibu yang berjuang memenuhi janji kepada mendiang suaminya. “Saya berterima kasih kepada Michelle karena berhasil mengantarkan emosi karakter dengan sangat baik,” ujarnya menambahkan.
Musik yang Menghidupkan Emosi Alur Cerita
Musisi Billy Simpson turut berbagi kisah di balik proses pembuatan musik film ini. Ia dipercaya untuk menciptakan empat lagu original soundtrack, termasuk lagu berjudul Istanaku yang muncul dalam salah satu adegan paling hangat di film. “Ada satu adegan di mana Michelle dan Giorgino berdoa dengan cara masing-masing. Pak Yoen K tanya ke saya, ‘Bil, ada lagu yang cocok buat scene ini?’ Lalu saya ingat lagu Istanaku yang saya tulis di Sorong tahun 2024. Begitu dipasang ke scene, langsung pas banget,” cerita Billy.
Film ini dibintangi oleh Michelle Ziudith sebagai Maria, Giorgino Abraham sebagai Fafat, Elma Theana sebagai Umi Habibah, serta memperkenalkan Humaira Jahra sebagai Laila anak yang menjadi pusat perjalanan emosional film ini. Dengan kisah yang diambil dari kehidupan nyata, Jangan Panggil Mama Kafir menjanjikan pengalaman sinematik yang relevan dengan dinamika masyarakat masa kini.
KINAR LAIMAURA