Ragam Kabin Bus Sugeng Rahayu Senyap, Sopir Isap Permen untuk Tetap Terjaga

Kabin Bus Sugeng Rahayu Senyap, Sopir Isap Permen untuk Tetap Terjaga

28
0

Kabin Bus Sugeng Rahayu Senyap, Perkara Royalti Bikin Sopir Bus Isap Permen Biar Betah Melek

Di tengah perjalanan panjang yang memakan waktu hingga 16 jam, para sopir bus di Indonesia kini menghadapi tantangan baru. Larangan memutar musik di dalam kabin bus akibat masalah royalti lagu membuat mereka mencari alternatif untuk tetap terjaga dan tidak mengantuk selama berkendara. Salah satu contoh adalah sopir dari PO Sugeng Rahayu, yang kini harus beradaptasi dengan situasi ini.

Sopir bernama Puji Santoso mengungkapkan bahwa perusahaan telah memberikan instruksi untuk tidak memainkan musik apapun selama perjalanan. Menurutnya, larangan ini diberlakukan agar menghindari pembayaran pajak royalti yang dikenakan oleh pihak pemilik hak cipta. “Kalau ingin mendengarkan musik, kita bisa menggunakan headset sendiri,” ujarnya.

Perjalanan dari Surabaya ke Bandung membutuhkan waktu sekitar 16 jam. Selama masa perjalanan tersebut, sopir dan kru biasanya memanfaatkan musik sebagai hiburan agar tidak merasa jenuh atau mengantuk. Namun, dengan larangan ini, mereka harus mencari cara lain untuk tetap fokus dan terjaga.

Salah satu solusi yang dipilih oleh Santoso adalah dengan mengonsumsi camilan atau permen. Ia mengaku bahwa makan permen menjadi cara untuk mengusir rasa bosan dan menjaga kewaspadaan. Namun, hal ini juga membawa risiko kesehatan. “Terlalu banyak mengonsumsi permen bisa menyebabkan asam lambung naik karena perjalanan yang begitu lama,” katanya.

Selain itu, kondisi serupa juga dialami oleh sopir dari PO Eka. Mereka juga dilarang memutar musik untuk menghindari tagihan royalti. Aditya Pradana, salah satu sopir di PO Eka, menjelaskan bahwa surat edaran larangan ini mulai berlaku tiga hari terakhir. “Hampir semua perusahaan otobus melakukan hal yang sama, yaitu melarang memutar musik baik itu lagu lokal maupun internasional,” ujarnya.

Jika ada sopir yang nekat memutar musik, maka akan menanggung sendiri risiko dan biaya yang timbul. “Kami sudah memahami aturan ini, dan semoga tidak ada masalah,” tambahnya.

Dengan adanya larangan ini, para sopir dan kru harus lebih waspada dalam menjalani tugasnya. Tidak hanya menghadapi kebosanan selama perjalanan, tetapi juga risiko kesehatan akibat penggunaan permen secara berlebihan. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan yang dikeluarkan perusahaan memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan sehari-hari para pekerja transportasi.

Masalah royalti lagu yang menjadi dasar larangan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sistem pajak dan regulasi yang diterapkan. Bagaimana mungkin sebuah perusahaan transportasi harus membayar royalti hanya karena memutar musik? Ini menjadi isu yang perlu dikaji lebih lanjut agar tidak memberatkan para pekerja di lapangan.

Selain itu, kebijakan ini juga berdampak pada kenyamanan penumpang. Tanpa musik, suasana di dalam kabin menjadi lebih sunyi dan mungkin terasa lebih melelahkan. Meski demikian, para sopir dan kru tetap berusaha beradaptasi dengan situasi yang ada, meskipun tidak selalu mudah.

Pada akhirnya, masalah royalti lagu yang muncul di dunia transportasi ini menunjukkan pentingnya evaluasi regulasi yang ada. Diperlukan pendekatan yang lebih bijaksana agar tidak hanya mengganggu pekerja, tetapi juga menjaga kenyamanan dan keselamatan para penumpang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini