
Krisis Atrisi di Angkatan Bersenjata Israel
Angkatan bersenjata Israel (IDF) untuk pertama kalinya mengakui adanya krisis atrisi yang signifikan dan berkelanjutan. Hal ini menunjukkan kekurangan personel secara bertahap hingga tidak ada sama sekali. Menurut laporan dari outlet berita Ibrani, Maariv, IDF mengalami kekurangan perwira tempur dan prajurit utama.
Kekurangan personel tersebut diperkirakan mencapai sekitar 7.500 prajurit dan 2.500 personel pendukung tempur. Kondisi ini semakin memburuk akibat agresi berkepanjangan di Gaza. Kekurangan perwira dan komandan juga menjadi masalah serius dalam struktur militer. Saat ini, IDF kekurangan sekitar 300 perwira untuk posisi komandan peleton di pasukan darat.
Korps Zeni Tempur mengalami kekurangan paling parah, dengan sejumlah komandan peleton dan tim sabotase telah gugur. Militer Israel kesulitan meyakinkan para prajurit untuk mengikuti kursus pelatihan perwira. Untuk mengatasi hal ini, sersan veteran ditunjuk sebagai pelaksana tugas komandan peleton. Selain itu, perwira yang belum menyelesaikan kursus komandan kompi juga ditugaskan ke posisi-posisi tersebut, baik di unit reguler maupun cadangan.
Beban Berat pada Divisi Prajurit Cadangan
Laporan menunjukkan bahwa beban tempur sangat besar bagi para perwira dan komandan, terutama mereka dari divisi prajurit cadangan. Para prajurit ini rata-rata telah bertugas selama 400 hingga 450 hari sejak 7 Oktober. Banyak dari mereka menyatakan keinginan untuk pensiun setelah empat tahun.
Divisi cadangan adalah jalur militer di mana warga sipil dipanggil sebagai prajurit tempur di garis depan melalui wajib militer. Kekurangan personel terjadi saat militer Israel secara bertahap membangun pengambilalihan penuh Kota Gaza, pusat perkotaan terbesar di wilayah kantung Palestina. Operasi ini mendapat penentangan dari tokoh-tokoh senior di militer Israel, yang meragukan kepraktisannya.
Korban Luka Tentara Israel Mencapai 20 Ribu
Di sisi lain, Divisi Rehabilitasi Kementerian Pertahanan Pendudukan Israel mengungkapkan angka-angka baru yang menyoroti skala korban militer sejak perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023. Menurut divisi tersebut, lebih dari 20.000 perwira dan prajurit mengalami cedera dalam perang tersebut.
Jumlah ini terus meningkat, dengan hampir 1.000 kasus baru diajukan setiap bulan oleh pasukan yang mencari pengakuan resmi atas luka-luka mereka. Divisi tersebut juga melaporkan bahwa sekitar 31.000 prajurit sedang menjalani perawatan medis lanjutan untuk kondisi kesehatan mental yang terkait dengan dinas mereka dalam perang.
Data lebih lanjut menunjukkan tingkat keparahan cedera di medan perang: 99 prajurit dan perwira telah menjalani amputasi anggota tubuh, sementara 16 lainnya mengalami kelumpuhan total. Kondisi ini menunjukkan dampak jangka panjang dari konflik yang terus berlangsung di wilayah tersebut.


















































