
Perjalanan dari Kebosanan ke Kebahagiaan dalam Dunia Pustakawan
“Setialah dalam hal-hal kecil karena di dalamnya terletak kekuatanmu.”
Masih lekat di benak saya di triwulan pertama tahun 2017, ketika pimpinan saya memanggil saya ke ruangannya dan memberikan surat tugas baru. Saya harus rolling tugas menjadi pustakawan pada tahun pelajaran mendatang, kurang lebih ada waktu dua bulan saya harus mempersiapkannya dan mulai transisi.
Dengan bekal ilmu perpustakaan yang saya terima di tahun 2004 ketika magang di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, saya mulai bersiap menggantikan bapak pustakawan yang memasuki masa persiapan pensiun.
Waktu itu saya sebagai bendahara sekolah, 13 tahun berkutat dengan angka dengan frekuensi kejenuhan sangat tinggi bahkan rasa bosan itu terbawa ke rumah. Ketika laporan keuangan dekat deadline, lalu ada satu digit saja nominal yang kurang, sakit di kepalanya berhari-hari.
Yang biasa saya lakukan hanya mengambil nafas panjang, minum air hangat, dan merendam kaki di air hangat, lalu menempelkan irisan mentimun di mata saya. Saya memejamkan mata seperempat hingga setengah jam dengan alarm. Hal ini cukup membantu mendinginkan kepala dan mata saya. Ketika Perpustakaan Menjadi Ruang Sunyi
Kebosanan yang saya alami sebelumnya, berbeda ketika saya mulai terjun dalam dunia perpustakaan yang berkutat dengan buku-buku, di tempat yang benar-benar saya suka dan pas untuk saya. Bayangan saya di awal, kejenuhan akan lebih berkurang daripada sebelumnya. Dan saya sangat menikmatinya; di bulan-bulan pertama.
Namun tak dapat juga saya hindari, rasa jenuh pun mulai menerpa ketika rutinitas terasa seperti lorong panjang tanpa ujung. Jam berdetak pelan, kertas-kertas menumpuk, dan pikiran penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat sakit di kepala.
Sebagai pustakawan, saya pun mengalami berada tepat di titik itu. Bosan di kantor, terutama ketika musim buku paket tiba. Saat system perpustakaan sedang saya benahi karena Bapak yang akan purna bakti sama sekali tidak paham dengan otomasi perpustakaan.
Di hadapanku, tumpukan buku datang seperti gelombang: tinggi, padat, dan tak pernah berhenti begitu saja. Terngiang di kepala saya: “Tiga ratus siswa. Satu siswa empat belas buku. Ratusan judul. Ribuan halaman. Dan aku, hanya seorang diri yang harus mengolah semuanya.”
Mulai dari menghitung, memverifikasi, mencatat di database, memberi label, menstempel identitas, hingga menyampul satu per satu, semuanya membutuhkan kesabaran yang panjang.
Ada hari di mana pekerjaan itu terasa seperti repetisi tanpa warna. Hari ketika ruang perpustakaan terasa sunyi, tetapi pikiran ramai oleh rasa lelah dan bosan.
Namun, dari semua kelelahan itu, aku menemukan sesuatu yang tak pernah diajarkan di bangku kuliah: “Kebosanan bukan musuh. Kebosanan adalah sinyal.” Secercah sinyal bahwa jiwa butuh ritme baru, pandangan baru, napas baru.
Mengubah Rutinitas Menjadi Irama
Saat jemari sibuk menempel label atau menyampul buku, aku memutar musik. Kadang lagu instrumental, kadang pop pelan dengan lirik yang menenangkan. Jika ingin lebih privasi aku sering menunggingkan headset ke telinga, tidak terlalu lama karena kadang pusing juga memakai headset dalam jangka waktu tertentu.
Anehnya, pekerjaan yang awalnya terasa monoton berubah menjadi alur yang lebih hidup. Satu buku selesai. Satu bait lagu lewat. Ada ritme yang muncul. Musik mengalir, dan aku pun ikut mengalir.
Merawat Jiwa di Tengah Tumpukan Tugas
Ada hari-hari ketika tubuh masih kuat bekerja, tetapi hati terasa lelah. Pada hari seperti itu, saya memilih mendengarkan renungan harian online. Kata-kata lembut dan reflektif mengingatkanku bahwa pekerjaanku bukan sekadar mengurus inventaris. Lebih sering saya mendengarkan renungan para pastor atau romo yang lucu dan membawa suasana menjadi lebih fresh.
Suara tawa khas Romo Eko Wahyu hahahahaha, dan Romo Koko hihihihihhihi cukup me-refresh kejenuhanku dan mengubahnya kembali menjadi berkat. Ada makna di balik setiap buku yang dipersiapkan. Ada masa depan yang sedang menunggu untuk disentuh. Hingga bagi saya, pekerjaan tidak lagi hanya tentang data dan proses, tetapi tentang pelayanan.
“The fruit of love is service, which is compassion in action.” – Mother Teresa
Mencoreti Buku Jurnal Kerja dengan Hobi
Ini part yang paling saya sukai… seperti saat gabut di masa pemulihan sakit beberapa waktu lalu yang saya tuangkan dalam sebuah junk journal. Seringkali memandangi buku agenda atau jurnal adalah hal yang juga menjemukan, namun kebiasaan corat-coret dan tempel menempel buku dengan stiker atau residu sampah kemasan menjadi hal yang cukup menghibur.
Selain membuat “junk journaling”, saya juga mencatat semua agenda atau jurnal kegiatan di buku yang penuh dengan warna-warni atau warna-warna vintage yang bag saya menjadi self charging. Bagi sebagian orang mungkin ini alay ya… tetapi sebaliknya bagi saya ini salah satu yang membuat lebih semangat menjalankan tugas, karena round down atau program atau daftar pekerjaan dihiasi dengan nuansa yang menenangkan hati dan pikiran.
Interaksi Kecil yang Menghidupkan
Jam-jam yang saya tunggu ketika sudah suntuk adalah bel jam istirahat siswa. Saat jam istirahat pertama adalah momen istimewa, dapat makan bersama dengan siswa di lapangan. Dengan obrolan ringan, candaan spontan, atau sekadar senyum singkat meskipun hanya lima belas menit cukuplah untuk mencairkan kejenuhan yang meradang.
Percakapan kecil kami membuat ruang kerja yang tadinya kaku menjadi lebih bernapas. Tidak jarang ada siswa yang berkata:
“Bu, semangat ya… kami setia menunggu bukunya.”
Kalimat sederhana itu seperti vitamin yang meskipun kecil, tetapi bekerja kuat dalam hati.
Menghargai Setiap Progres Kecil
Aku belajar merayakan progress, meskipun kecil. Buku paket kelas yang selesai diberi label, satu tumpukan buku selesai disampul, dan ketika salah satu rombel kelas kelas buku paket sudah didistribusikan. Bagi saya pribadi, pencapaian ini bukan sekadar selesai, namun sungguh mempunyai arti.
Akhirnya Saya Mengerti…
Kebosanan tidak selalu harus dihindari. Kadang kita hanya perlu menatapnya, lalu mengubah cara menjalaninya. Karena pekerjaan kita mungkin terlihat biasa, tetapi ada banyak orang di luar sana yang akan terbantu karenanya.
Buku-buku yang hari ini kuolah dengan sabar akan dibuka oleh tangan-tangan muda yang penuh harapan. Dan mungkin saya sadari, saya telah menjadi bagian kecil dari perjalanan mereka.
Tips Sederhana Ala Saya
Jika tiba-tiba kita mengalami hari yang penat, bosan, atau seperti terjebak dalam rutinitas yang berulang, yuk kita ingat bahwa kita bisa mengubah suasana dengan mendengarkan musik, sambil bersenandung atau mendengar renungan harian yang menguatkan. Beri jeda dengan berinteraksilah dengan orang-orang di sekitar kita, dan hargai setiap langkah kecil kita dalam menjalani rutinitas. Karena pekerjaan mungkin selalu sama setiap hari, tetapi hati yang mengerjakannya bisa selalu tumbuh, berkembang, dan menemukan arti baru.






















































