
Peran Ahli Gizi dalam Program Makan Bergizi Gratis
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia membutuhkan kehadiran ahli gizi sebagai bagian dari penyelenggaraannya. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, pada Rabu (19/11/2025). Ia menekankan bahwa penggunaan jasa ahli gizi bukan hanya penting, tetapi juga wajib dalam menjalankan program tersebut.
“MBG harus dan wajib dilakukan dengan melibatkan profesi Ahli Gizi. Karena perlu adanya pengukuran dan penyesuaian terhadap kebutuhan gizi masyarakat,” ujarnya. Zulhas menambahkan bahwa keterlibatan ahli gizi sangat penting untuk edukasi masyarakat, khususnya terkait makanan tinggi gula. Ia menyebutkan bahwa angka penyakit gula di Indonesia cukup tinggi, termasuk pada anak-anak, sehingga perlu adanya pengawasan dan edukasi yang lebih intensif.
Pemerintah mengajak para ahli gizi yang tergabung dalam Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) untuk berperan aktif dalam mengawasi kualitas makanan di berbagai tempat. Tujuannya adalah agar masyarakat, terutama anak-anak, dapat mendapatkan makanan yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan gizinya. Selain itu, mereka juga diminta untuk memberikan edukasi tentang makanan yang layak dikonsumsi dan yang perlu dihindari, termasuk makanan dengan kadar gula tinggi.
Zulhas juga mendorong Persagi untuk lebih aktif melakukan edukasi di sekolah-sekolah dan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), agar tidak terjadi insiden keracunan pangan. Ia menegaskan bahwa MBG terus melakukan perbaikan-perbaikan secara berkala untuk memastikan kualitas dan keselamatan makanan yang disajikan.
Keberadaan Ahli Gizi dalam SPPG
Ketua Umum Persagi, Doddy Izwardy, menyatakan bahwa ahli gizi memiliki peran strategis dalam operasional dapur SPPG. Menurutnya, ahli gizi telah menerima pendidikan dan pelatihan yang cukup mumpuni untuk memastikan pemenuhan gizi yang optimal. “Ahli gizi memiliki kemampuan untuk menentukan komposisi makanan yang tepat agar bisa memenuhi kebutuhan gizi masyarakat,” jelas Doddy.
Tujuan utama keterlibatan ahli gizi adalah untuk menjaga perilaku makan anak-anak agar dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan, yaitu sekitar 20–30%. Menurut Doddy, gizi seimbang harus memperhatikan komposisi karbohidrat, protein, vitamin, mineral, air, aktivitas fisik, dan pengukuran berat badan. “Jika tidak diperhatikan, anak-anak yang menerima manfaat dari SPPG bisa mengalami penambahan berat badan yang berlebihan, yang akan menjadi masalah kesehatan,” tambahnya.
Perdebatan tentang Standar Tenaga Gizi
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak wajib melibatkan ahli gizi profesional. Ia menyarankan agar tenaga nonprofesional, seperti lulusan SMA yang telah mengikuti pelatihan singkat, dapat mengambil alih peran tersebut. Menurutnya, tenaga tersebut cukup memahami kebutuhan dasar nutrisi.
Perbedaan pendapat ini memicu perdebatan, karena banyak ahli dan organisasi profesi menilai bahwa keberadaan tenaga gizi tidak bisa digantikan begitu saja. Terlebih, beberapa kasus keracunan makanan di fasilitas SPPG belakangan ini semakin menegaskan pentingnya standar kompetensi yang tinggi.
Dalam diskursus legislatif, Cucun berargumen bahwa standar tenaga gizi dapat berubah mengikuti proses pengambilan keputusan di DPR, termasuk kemungkinan penyesuaian nomenklatur SPPG. Namun, hal ini masih menjadi isu yang terus dibahas oleh berbagai pihak, terutama ahli gizi dan organisasi profesi.






















































