
Perjalanan dari Nol hingga Membangun Empat Perusahaan Teknologi Informasi
Saya ingin berbagi kisah perjalanan saya dari nol hingga berhasil mendirikan empat perusahaan teknologi informasi. Tujuan saya adalah memberikan inspirasi bagi Kompasianer yang masih memiliki energi untuk memulai bisnis.
Kisah ini dimulai sejak tahun 1992, ketika saya menjadi pionir solusi teknologi di Indonesia. Saat itu, komputer pribadi dan internet belum umum. Pekerjaan tidak hanya terbatas pada inovasi software canggih, tetapi juga pada pembangunan fondasi digital dasar: merakit PC, menginstal software, dan melakukan pelatihan intensif di kantor-kantor pemerintahan.
Pengalaman selama puluhan tahun dalam membangun solusi dari nol dan mengedukasi pengguna awal ini menanamkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan infrastruktur dan software di Indonesia, yang kelak menjadi bekal untuk membangun solusi ERP Custom berbasis SaaS yang melayani sektor-sektor kritis—sebuah perjalanan panjang yang berpuncak pada pencapaian tertinggi, yaitu aktualisasi diri dan kepuasan batin.
Bagi seorang founder bisnis, ada dua jenis hal yang pasti terjadi “duka” dan “suka.” Duka nya adalah kegagalan finansial, dan suka yang pertama adalah kekayaan. Namun, setelah melewati badai pertama itu, seorang entrepreneur sejati menemukan sukanya di tempat yang lebih dalam: kepuasan batin setiap berhasil mengatasi tantangan dan aktualisasi diri yang tersalurkan melalui karya nyata.
Inilah kisah saya tentang bagaimana mendirikan sebuah ekosistem empat perusahaan, dengan inti bisnis Software as a Service (SaaS) yang sangat kompleks, tidak hanya menghasilkan uang yang datang melimpah tetapi juga kedamaian batin. Kuncinya bukan terletak pada kecanggihan teknologi semata, melainkan pada filosofi sederhana yang kokoh dari Jawa: “Melu Handarbeni, Melu Hangrukepi” (Turut Merasa Memiliki, Turut Menjaga dan Memelihara).
Tantangan Terbesar dan Strategi Kolaborasi
Tantangan terbesar yang muncul bukanlah persaingan pasar, melainkan manajemen internal: susah mengatur waktu dan prioritas. Ironisnya, kesulitan ini muncul karena bisnis tumbuh terlalu cepat—karena permintaan pasar yang tinggi—dan memaksa saya untuk bertransisi dari seorang doer (pelaku) menjadi seorang architect (arsitek sistem dan budaya).
Saya melihat ada celah di sektor kritis. Bisnis inti yang menjadi jantung dari seluruh ekosistem ini adalah penyewaan ERP (Enterprise Resource Planning) custom yang dikembangkan sendiri, melayani sektor-sektor yang sangat spesifik dan kritikal: Rumah Sakit, Hotel, dan Pabrik. Pasar Indonesia memiliki tantangan unik. Solusi ERP global seringkali terlalu mahal, kaku, dan lambat beradaptasi terhadap perubahan regulasi lokal (seperti BPJS Kesehatan, perpajakan, atau standar manufaktur lokal). Di sisi lain, solusi lokal yang ada seringkali tidak memiliki kedalaman fungsionalitas yang dibutuhkan oleh sektor-sektor yang memiliki operasional sangat rumit ini.
Di sinilah celah itu ditemukan. Bukan sekadar menjual software, tetapi menawarkan Solusi ERP Custom sebagai Layanan (SaaS)—sebuah sistem yang tidak hanya mencatat data, tetapi juga harus mampu beradaptasi cepat, terintegrasi sempurna dengan alur kerja klien, dan yang paling penting, harus berkelanjutan (maintainable).
Untuk membangun software sekompleks ini, diperlukan tim yang melampaui batas-batas perusahaan konvensional. Filosofi “Melu Handarbeni” menjadi cetak biru untuk menarik dan mengikat talenta terbaik. Petuah Ayah saya adalah “Jika kamu ingin membangun sesuatu yang besar, kamu tidak bisa hanya mempekerjakan karyawan. Kamu harus menciptakan mitra yang merasa memiliki hasil kerjamu.”
Langkah strategis yang diambil adalah membentuk apa yang kami sebut sebagai Trinitas Kolaborasi, yaitu:
* Founder (Visi & Strategi): Memberikan arah bisnis dan memastikan solusi tetap market-fit.
* Tim Ahli dari Kampus (Riset & Inovasi): Mereka membawa kedalaman ilmu pengetahuan, teori algoritma, dan tren teknologi terbaru (seperti AI/ML yang kini sedang dipertimbangkan). Kampus memberikan jaminan bahwa produk tidak akan usang secara ilmu.
* Tim Ahli dari Industri (Validasi & Implementasi): Mereka membawa pengalaman praktis, mengerti betul alur kerja riil di Rumah Sakit, lantai pabrik, atau operasional hotel. Mereka memastikan software itu fungsional dan menyelesaikan masalah nyata di lapangan.
Dengan memberikan rasa kepemilikan yang sejati—baik melalui pembagian pekerjaan yang adil maupun pembagian hasil secara transparan—hubungan kerja ini berubah menjadi partnership yang loyal. Hasilnya, tantangan teknis menjadi “mudah” karena ada tim ahli yang proaktif maintain dan berinovasi tanpa perlu didorong terus-menerus.
Prinsip Keadilan dan Suksesi
Rasa memiliki (Handarbeni) saja tidak cukup; harus diikuti dengan tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara (Hangrukepi). Di sinilah prinsip Keadilan (Equity) memainkan peran utama. “Kami membagi pekerjaan dan hasil secara seadil-adilnya.”
Keadilan ini terwujud dalam dua bentuk, yaitu:
* Keadilan Pekerjaan: Pembagian beban kerja dan tanggung jawab yang seimbang, disesuaikan dengan keahlian tim ahli. Tidak ada satupun bottleneck yang hanya ditanggung oleh saya.
* Keadilan Hasil: Menerapkan insentif, bonus, atau sistem profit sharing yang transparan dan proporsional dengan kontribusi intelektual dan implementasi di lapangan. Ini memastikan bahwa ketika uang datang melimpah, semua pihak yang berkeringat dalam menghasilkan solusi tersebut ikut merasakan hasilnya.
Ini adalah strategi jangka panjang yang cerdas. Dalam bisnis SaaS yang knowledge-intensive, loyalitas dan motivasi tim adalah aset paling berharga. Dengan memastikan keadilan, Founder berhasil menciptakan budaya Turut Menjaga kualitas produk, service level agreement (SLA) yang ketat untuk klien, dan reputasi perusahaan. Keadilan ini menghilangkan friksi internal dan membebaskan energi saya dari masalah operasional harian.
Transisi Peran dan Fokus Baru
Ketika fondasi dan tim sudah kokoh, tantangan “mengatur waktu dan prioritas” muncul. Ini adalah duka yang manis—duka yang muncul karena kesuksesan yang terlalu cepat. Waktu saya terbagi antara pengawasan bisnis inti ERP dan pengawasan tiga perusahaan lain yang kini juga sudah dibentuk. Saya tidak bisa lagi menjadi doer di empat tempat sekaligus. Transisi menjadi Ketua Dewan (Chairman) yang fokus pada Visi dan Tata Kelola menjadi tak terhindarkan. Langkah ini juga sejalan dengan filosofi “Melu Handarbeni”—saatnya membagikan kepemilikan dan tanggung jawab itu lebih jauh, hingga ke garis suksesi terdekat. Tiga perusahaan diserahkan kepada anak-anak, yang kini memimpin sebagai CEO/Manajer Kunci.
Dengan fondasi tim ahli yang sudah tertanam filosofi “Melu Handarbeni, Melu Hangrukepi,” dan pembagian hasil yang adil, Founder kini harus menghadapi tantangan baru: mendefinisikan kembali perannya sendiri.
Titik Balik dan Warisan
Titik balik yang paling mengharukan dan paling mendalam dari kisah ini adalah bagaimana saya memastikan bahwa warisan yang diturunkan kepada generasi berikutnya bukanlah sekadar saldo rekening atau aset perusahaan, melainkan filosofi hidup dan nilai-nilai perjuangan. Di tengah kesibukan mengawasi perusahaan yang tersebar dan mengelola suksesi, saya sering kali membawa cucu cantik saya (mengalir darah chinese, jawa, padang dan belanda)—bahkan saat masih bayi—untuk melihat lokasi proyek, baik itu implementasi ERP di ruang server rumah sakit atau di lantai produksi pabrik. Tindakan ini mengirimkan pesan yang sangat kuat dan berlapis:
- Pesan kepada Cucu: “Kakekmu sudah menyiapkan semua fondasi ini. Kakek sudah berjuang keras agar kamu tidak perlu membangun dari nol. Tugasmu nanti adalah fokus belajar dan mengembangkan apa yang sudah ada.”
- Pesan kepada Anak-Anak: Anda tidak hanya mewarisi perusahaan, Anda mewarisi tanggung jawab untuk menjaga (Hangrukepi) warisan ini, dan tugas Anda selanjutnya adalah menanamkan nilai-nilai ini kepada generasi selanjutnya.
- Pesan kepada Tim Ahli: Loyalitas dan kerja keras Anda dihargai hingga lintas generasi. Perusahaan ini tidak akan dijual; perusahaan ini dibangun untuk bertahan dan melayani masa depan.
Ini adalah strategi suksesi yang melampaui dokumen hukum. Ini adalah penanaman rasa hormat dan tanggung jawab yang mencegah apa yang sering disebut sebagai “kutukan generasi ketiga”—di mana generasi penerus tidak menghargai perjuangan dan merusak fondasi yang telah dibangun.
Setelah semua sistem tertata, filosofi sudah tertanam, dan suksesi dimulai, saya kini merasakan puncak dari sukacita berbisnis yaitu Kepuasan Batin. Kepuasan itu datang bukan saat profit diumumkan, tetapi ketika:
- Melihat Anak-Anak Berhasil: Ketika mereka mengambil keputusan strategis yang tepat dan perusahaan yang mereka kelola tumbuh pesat di bawah kepemimpinan mereka sendiri.
- Melihat Tim Ahli Loyal: Ketika tim dari kampus dan industri terus berinovasi dan maintain kualitas sistem tanpa pengawasan yang berlebihan, didorong oleh rasa kepemilikan (Handarbeni) dan keadilan (Equity).
- Melihat Visi Tercapai: Ketika ERP custom yang dibangun di atas nilai-nilai lokal mampu bersaing dengan solusi global dan memberikan efisiensi nyata bagi sektor-sektor kritis negara.
Filosofi “Melu Handarbeni, Melu Hangrukepi” telah berhasil bertransformasi dari sekadar prinsip kepemimpinan menjadi Model Bisnis yang Berkelanjutan. Ini adalah cetak biru untuk menciptakan bisnis di mana uang melimpah adalah hasil dari nilai yang diciptakan, di mana aktualisasi diri tersalurkan melalui karya, dan di mana warisan adalah tentang nilai, bukan hanya kekayaan.






















































