
Kasus Keracunan MBG Kembali Terjadi di Sumba Barat Daya
Beberapa siswa SMA Swasta Manda Elu di Kota Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali mengalami dugaan keracunan setelah mengonsumsi makanan bergizi gratis (MBG) pada Selasa pagi, 11 November 2025. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran terkait kualitas dan pengawasan program MBG yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan gizi para pelajar.
Berdasarkan informasi dari beberapa siswa, menu MBG yang disajikan terdiri dari ayam goreng, nasi putih, sayur labu jepang, dan buncis. Namun, tidak lama setelah menyantap makanan tersebut, sejumlah siswa mulai mengeluhkan gejala seperti mual, pusing, nyeri perut, hingga muntah. Salah satu siswi, Nadya (16 tahun), mengatakan bahwa meskipun mereka makan seperti biasa, kondisi tubuh banyak yang memburuk setelah makan.
“Kami makan seperti biasa, tapi setelah itu banyak yang pusing dan mual. Nasinya dan lauknya kayak sudah tidak segar,” ujar Nadya saat ditemui di sekolah, Selasa siang.
Menurut Nadya, program MBG di sekolah tersebut sudah berjalan sekitar dua bulan. Namun, baru kali ini siswa mengalami kejadian seperti ini. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan risiko terhadap kesehatan siswa jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat.
Akibat kondisi yang memburuk, pihak sekolah segera melakukan evakuasi siswa ke beberapa fasilitas kesehatan, termasuk RS Karitas Weetebula, RSUD Reda Bolo, dan puskesmas terdekat. Sebagian siswa masih menjalani observasi karena mengalami dehidrasi dan kelemahan tubuh.
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Kesehatan Kabupaten SBD belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penyebab keracunan. Namun, kasus serupa juga pernah terjadi pada Juli 2025, ketika 75 siswa dari beberapa SMA dan SMK di Kota Tambolaka mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi menu MBG. Saat itu, ikan tongkol menjadi perhatian karena diduga mengandung histamin akibat penanganan yang tidak tepat.
Dengan terulangnya insiden ini, pengawasan terhadap penyediaan dan distribusi MBG kembali dipertanyakan. Program yang digagas pemerintah untuk memperbaiki gizi siswa justru berulang kali menimbulkan korban. Hal ini menunjukkan bahwa ada celah dalam sistem pengawasan yang harus segera diperbaiki agar tidak terulang kembali.
Pihak sekolah meminta para orang tua tetap tenang sambil menunggu hasil pemeriksaan dari pihak berwenang. Sementara itu, dokter di rumah sakit yang menangani para siswa menyebut sebagian besar pasien kini dalam kondisi stabil, meski masih memerlukan pemantauan lanjutan untuk mencegah komplikasi.
Perlu Peningkatan Pengawasan dan Transparansi
Program MBG seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup siswa. Namun, kejadian keracunan yang terus terjadi menunjukkan bahwa ada masalah dalam proses penyediaan dan distribusi makanan. Untuk itu, diperlukan peningkatan pengawasan dan transparansi dari pihak terkait agar tidak ada lagi korban yang terkena dampak negatif dari program ini.
Selain itu, perlunya edukasi kepada petugas penyedia makanan dan pengelola program MBG agar lebih waspada terhadap cara penyimpanan, pengolahan, dan distribusi makanan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa makanan yang diberikan benar-benar aman dan bergizi bagi para siswa.
Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dari orang tua dan masyarakat sangat diperlukan. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan, diharapkan bisa meminimalisir risiko keracunan dan memastikan bahwa program MBG berjalan dengan baik.


















































