Ragam Bandung, Sunda, dan Kekayaan Film Nasional

Bandung, Sunda, dan Kekayaan Film Nasional

5
0

Sejarah Film Indonesia yang Berakar di Bandung

Kota Bandung tidak hanya dikenal sebagai kota pendidikan dan budaya, tetapi juga memiliki peran penting dalam sejarah perfilman Indonesia. Dalam berbagai diskusi dan perayaan Hari Film Nasional, Bandung sering disebut sebagai tempat lahirnya film cerita pertama di tanah air. Masyarakat Sunda pun bangga akan peran ini dalam perkembangan dunia perfilman Indonesia.

Film cerita pertama di Indonesia, yaitu “Loetoeng Kasaroeng”, lahir di Bandung pada tahun 1926. Cerita ini diangkat dari pantun Sunda populer yang bernama sama. Film bisu ini dibuat oleh L Heuveldorp dan G Krugers, dengan dukungan dana dari Bupati Bandung, RAA Wiranatakusumah V (Dalem Haji). Pemutaran perdana film ini dilakukan di bioskop Elita di Alun-alun Bandung dan bioskop Oriental pada malam Jumat, 31 Desember 1926 hingga 6 Januari 1927. Konon, pemutaran film ini cukup sukses dan menjadi awal dari era baru dalam industri film Indonesia.

Hari Film Nasional yang diperingati setiap 30 Maret juga memiliki hubungan erat dengan Jawa Barat. Tanggal tersebut berasal dari dimulainya produksi film “Darah dan Doa” (“The Long March of Siliwangi”) karya sutradara Usmar Ismail pada tahun 1950. Film ini menceritakan perjalanan Divisi Siliwangi menuju kampung halaman mereka di Jawa Barat setelah penempatan sementara di Jawa Tengah dan setelah meredam pemberontakan komunis di Madiun.

Buku karya Eddy D Iskandar, Sunda dalam Sejarah Film Indonesia, menjelaskan dua tonggak penting sejarah film Indonesia yang berasal dari Tanah Sunda. Dalam buku ini, ia membahas bab-bab seperti “Bandung Tonggak Sejarah Film Indonesia: Loetoeng Kasaroeng Film Cerita Pertama di Indonesia” dan “Darah dan Doa: Film Indonesia Pertama Karya Pribumi”.

Jejak Perusahaan Film Pertama di Indonesia

Buku yang terdiri dari 12 tulisan ini juga mengulas pembentukan NV Java Film Company di Bandung oleh L Heuveldorp dan G Krugers pada awal 1920-an. Setelah kesuksesan “Loetoeng Kasaroeng”, perusahaan ini melanjutkan produksi film-film lain seperti “Eulis Atjih” dan “Karnadi Anemer Bangkong” pada tahun 1927.

Film “Eulis Atjih” menceritakan tentang seorang perempuan Sunda yang setia dan berhati lembut. Ia ditinggalkan suaminya, Kartana, yang tergoda kehidupan hedonis di kota. Ketika Kartana jatuh miskin dan sakit, Eulis tetap menunjukkan kasih dan pengampunan. Film ini mendapat sambutan hangat dan tayang di Bandung, Surabaya, Singapura, dan Belanda. Koran Pewarta Surabaya memberikan resensi positif dan menyebut bahwa film ini selalu dipadati penonton.

Namun, film “Karnadi Anemer Bangkong” justru gagal. Ceritanya tentang Karnadi, seorang pemuda miskin yang ingin menikahi Eulis Awang. Adegan Karnadi makan bangkong dianggap menghina masyarakat Sunda dan bertentangan dengan nilai Islam. Produser-sutradara G Krugers, yang kurang memahami budaya lokal, dikritik keras dan akibatnya film ini gagal di pasaran.

Film-Film Lain yang Terinspirasi Budaya Sunda

Setelah masa itu, banyak film Indonesia yang mengambil latar atau kisah dari Tatar Sunda. Contohnya adalah “Boenga Roos dari Tjikembang” (1930), “Rampok Preanger”, “Tjandjoer” (1938), “Tjioeng Wanara” (1941), dan “Air Mata Mengalir di Tjitarum”. Dalam film “Tjandjoer” karya The Teng Chun, nuansa kasundaan terasa kuat, terutama melalui lagu-lagu Sunda yang mengiringi filmnya.

Cerita rakyat Sunda seperti Si Kabayan juga sering diangkat ke layar lebar. Eddy D Iskandar membahas fenomena ini dalam tulisan “Si Kabayan Hidup di Segala Zaman: Fenomena Film Si Kabayan Saba Kota” (halaman 65).

Orang Sunda dalam Dunia Film Nasional

Selain itu, Sunda juga melahirkan banyak bintang besar dalam perfilman nasional. Sejak ketenaran Rd Mochtar dan Miss Roekiah dalam film “Terang Boelan” (1937), muncul deretan nama seperti Titin Sumarni, Sofia WD, Bing Slamet, Nani Wijaya, Ida Kusumah, Rachmat Hidayat, Kang Ibing, Rahayu Effendi, Yati Octavia, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari, Dede Yusuf, Maudy Koesnaedi, dan lainnya. Orang Sunda memang berperan besar dalam dunia film dan sinetron, serta selebritas di Jakarta.

Melalui buku ini, kita diajak lebih menghargai jejak panjang dan kontribusi besar Tanah Sunda dalam sejarah perfilman nasional.

Informasi Buku

Judul Buku:

Sunda dalam Sejarah Film Indonesia

Penulis:

Eddy D Iskandar

Penerbit:

Yrama Widya

Tahun Terbit:

Agustus 2025

Dimensi:

14,5 x 20,5 cm, Tebal: xiv + 106 halaman

ISBN:

978-623-507-274-6

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini