Nasional Alih-Alih Restorasi, Sanksi 48 Kerbau untuk Pandji Pragiwaksono Diprotes sebagai Pemerasan Adat

Alih-Alih Restorasi, Sanksi 48 Kerbau untuk Pandji Pragiwaksono Diprotes sebagai Pemerasan Adat

6
0

Sanksi 48 Kerbau untuk Pandji Pragiwaksono Dikritik sebagai Pemerasan Budaya

Pandji Pragiwaksono, seorang komedian ternama di Indonesia, kini menjadi sorotan setelah dijatuhi sanksi berat oleh lembaga adat Toraja. Sanksi yang diberikan berupa 48 ekor kerbau, beberapa ekor babi, serta denda moral senilai Rp2 miliar. Namun, keputusan tersebut justru memicu pro dan kontra dalam masyarakat, terutama dari kalangan pemerhati budaya.

Kritik terhadap Sanksi yang Dianggap Berlebihan

Seorang pemerhati budaya sekaligus pemuda Toraja, Rajus Bimbin, menyampaikan pendapatnya mengenai sanksi yang diberikan kepada Pandji Pragiwaksono. Ia menilai bahwa sanksi yang diberikan terlalu berlebihan dan tidak mencerminkan nilai-nilai luhur adat Toraja. Menurut Rajus, besarnya sanksi tersebut justru terkesan sebagai bentuk pemerasan yang bertentangan dengan semangat keadilan adat.

Ia menjelaskan bahwa adat seharusnya menjadi sarana edukatif dan rekonsiliatif, bukan alat untuk menekan atau mempermalukan seseorang di hadapan publik. “Tindakan seperti itu justru dapat merusak citra luhur budaya Toraja,” ujarnya.

Adat Sebagai Sarana Rekonsiliasi

Rajus menegaskan bahwa adat Toraja selama ini dikenal menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kehormatan, serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perbedaan. Ia berharap agar lembaga adat Toraja dapat lebih bijak dan proporsional dalam mengambil keputusan, agar nilai-nilai budaya Toraja yang agung tetap terjaga dan dihormati oleh masyarakat luas.

Ia juga menyampaikan kekecewaannya terhadap lembaga adat yang mengeluarkan sanksi tersebut, karena dianggap tidak mencerminkan tata cara adat yang seharusnya dijalankan dengan bijak dan bermartabat. “Penetapan denda adat tidak boleh dilakukan secara sepihak,” katanya.

Proses Sidang Adat yang Sah

Menurut Rajus, setiap keputusan menyangkut sanksi, besaran material, hingga lokasi pelaksanaan, seharusnya diputuskan melalui sidang adat yang sah. “Sidang adat menjadi wadah yang sah untuk menentukan bentuk sanksi sesuai dengan nilai-nilai dan aturan adat Toraja yang berlaku,” ujarnya menegaskan.

Ia menilai, langkah tergesa-gesa dalam menjatuhkan sanksi tanpa mekanisme yang jelas justru dapat menurunkan wibawa adat dan menimbulkan kesalahpahaman publik terhadap budaya Toraja. Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam menanggapi persoalan yang menyangkut nilai adat agar tidak memperkeruh citra budaya lokal.

Tanggapan dari Masyarakat

Dalam pesan suara via WhatsApp, Rajus menyampaikan pandangannya mengenai sanksi yang diberikan. “Saya secara pribadi melihat bahwa ini mempermalukan identitas kita, rasa keberbudayaan kita. Dengan adanya denda ini kita kayak tidak beradab, membuat peluang menampatkan kesempatan untuk memeras kepada seseorang,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya menjaga citra budaya Toraja dengan cara yang baik dan bijak. Menurutnya, sanksi yang diberikan tidak hanya membawa dampak negatif pada individu yang terkena sanksi, tetapi juga bisa merusak reputasi budaya Toraja secara keseluruhan.

Kesimpulan

Perdebatan mengenai sanksi yang diberikan kepada Pandji Pragiwaksono menunjukkan betapa pentingnya memahami nilai-nilai adat Toraja dengan benar. Dalam hal ini, adat seharusnya menjadi sarana untuk membangun hubungan yang harmonis antara individu dan masyarakat, bukan alat untuk menekan atau mempermalukan. Dengan demikian, nilai-nilai luhur budaya Toraja dapat tetap terjaga dan dihargai oleh semua pihak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini