Pojok Literasi Sekolah yang Menyentuh Budaya Lokal
Di sudut baca SMP Negeri 2 Pangkalpinang, kini terdapat deretan buku dengan sampul bergambar tambang timah. Buku-buku ini tidak sembarang, karena koleksi tersebut merupakan bantuan dari sebuah perusahaan yang ingin menyalakan rasa ingin tahu siswa tentang kekayaan alam Bangka Belitung.
Belajar dari Tanah Sendiri
Buku-buku ini bukan sekadar bahan bacaan. Mereka seperti “peta kecil” yang menuntun siswa mengenal akar sejarah dan potensi daerah mereka sendiri. Dari kisah panjang pertimahan Indonesia hingga bagaimana masyarakat Bangka Belitung hidup berdampingan dengan tambang—semuanya tersaji dengan bahasa yang mudah dicerna.
Siswa kini bisa lebih memahami salah satu mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung, yaitu penambangan timah. Hal ini menjadi salah satu tujuan utama dari adanya buku-buku tersebut di Pojok Literasi sekolah.
Literasi yang Dekat dengan Budaya
Pojok Literasi ini bukanlah program dadakan. Sekolah tengah gencar mengembangkan kegiatan “Pojok Nyatoh”, sebuah gerakan literasi berbasis budaya lokal. Uniknya, saat peluncuran program ini pada 31 Oktober 2025, siswa tampil membawakan cerita rakyat dan kisah khas daerah dalam gaya bertutur.
Menurut Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Pangkalpinang, Herlina, kegiatan ini membuat literasi terasa hidup. Buku bukan lagi pajangan, tapi jendela untuk memahami jati diri Bangka Belitung.
Lebih dari Sekadar Membaca
Buku pertimahan ini tidak hanya membahas soal mineral dan alat berat. Ada juga pesan lingkungan dan sosial yang kuat. Lewat halaman demi halaman, siswa diajak berpikir: bagaimana menjaga kelestarian alam sambil tetap memanfaatkan sumber daya secara bijak?
Herlina menuturkan bahwa buku tentang Pertimahan ini dapat menjadi sarana edukasi yang efektif untuk mengenalkan sumber daya alam unggulan Bangka Belitung kepada generasi muda.
Belajar dari Bumi, untuk Masa Depan
PT TIMAH Tbk berharap buku ini menjadi sumber inspirasi di ruang-ruang belajar. Bahwa di balik pasir timah dan kolong tambang, tersimpan pelajaran berharga tentang ketekunan, ekologi, dan sejarah.
Sebuah buku bisa menjadi “tambang” yang tak habis digali—asal dibaca dengan hati yang ingin tahu. Dengan demikian, siswa tidak hanya memperluas wawasan, tetapi juga memahami pentingnya menjaga kekayaan alam dan budaya daerah mereka.
