
Perjalanan yang Tidak Pernah Selesai
Di trotoar Braga yang tua, kita memesan kopi yang tidak pernah datang. Kursi rotan sudah patah sebelum kau duduk, dan pelayan memalingkan wajah seperti tahu segalanya. Kau bilang ingin memutar waktu, padahal jam di dinding sudah menunduk sejak Senin. Bau cat minyak dari toko lukisan menyimpan matahari yang tak pernah selesai dilukis.
Kau menyisir rambutmu, sementara aku menyusun kalimat yang gagal menjadi permintaan maaf. Di luar toko buku, sebuah novel roman berdebu terbuka pada halaman terakhir. Kita tahu akhir cerita, tapi tetap pura-pura membaca dari awal, mengulang pertemuan di mana kau seharusnya datang lima menit lebih awal, dan aku seharusnya tak membawa seseorang lain.
Kesempatan yang Terlewat
Kita naik ke Dago Atas bukan untuk melihat kota, melainkan mencari sesuatu yang tak bisa dilihat dari bawah. Di tikungan kelima, mobil tua mengeluh seperti hati yang terlalu sering menanjak. Tanganku tak sengaja menyentuh namamu, kau tak sengaja tidak menariknya. Di warung kecil, kita memesan mi yang rasanya seperti perpisahan. Panas cepat hilang, dan kita pura-pura kedinginan agar bisa lebih lama duduk.
Kau bercerita tentang pekerjaanmu di Jakarta, aku menjawab dengan diam yang berpengalaman. Lalu kita tertawa, seperti dua orang asing yang saling menyukai, tapi sudah terikat pada kota yang berbeda dan utang yang lebih tua dari cinta itu sendiri.
Keadaan yang Tidak Berubah
Di gang sempit Cisitu Lama, kau menunggu di bawah pohon kelapa yang tidak pernah berbuah. Aku datang dari seberang hari, membawa kabar yang sudah basi sebelum sempat dibungkus plastik. Rumah-rumah menyimpan suara TV yang saling bersaing, seperti kita dulu, mempertahankan siapa yang paling tulus mengalah.
Di tembok bata itu, tulisan “jangan parkir” sudah pudar, tapi kita tetap tidak berani berhenti terlalu lama. Seorang ibu menyiram bunga dengan pandangan curiga, dan seekor kucing menyeberang tanpa melihat ke kanan. Kau mengeluh, katamu kita terlalu sopan untuk bahagia, terlalu takut untuk egois, dan terlalu religius untuk salah memilih.
Yuditeha
Yuditeha lahir 22 Maret 1969. Penulis 24 buku berupa kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan novel. Karya-karyanya dipublikasikan juga di sejumlah media massa dan beberapa antologi bersama.























































