Ragam Tindakan Kesehatan Mata di Magetan, Mengungkap Masalah yang Mengancam Anak-anak

Tindakan Kesehatan Mata di Magetan, Mengungkap Masalah yang Mengancam Anak-anak

15
0

Masalah Penglihatan yang Meningkat di Kalangan Anak-anak

Di Desa Pingkuk, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, terdapat banyak warga yang mengalami gangguan penglihatan. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, mereka merasakan kesulitan dalam melihat objek jauh atau mendekat. Salah satu siswa SMPN 2 Bendo, Rahma Nur Imanu Diswanto, mengungkapkan bahwa ia mulai merasakan gangguan pada matanya sejak duduk di kelas VII.

“Kalau lihat agak jauh, tidak biasa, jadi harus menyipitkan mata. Kalau periksa belum. Ini baru periksa karena ada pemeriksaan mata gratis,” ujar Rahma. Ia mengatakan bahwa kegiatan pemeriksaan ini memberinya kesempatan untuk mengetahui kondisi matanya secara lebih jelas.

Tidak hanya Rahma, Anggara Etiya, salah satu orang tua siswa, juga mengungkapkan pengalaman serupa. Anaknya, yang duduk di kelas II SD, diketahui mengalami gangguan penglihatan. Awalnya, guru menyampaikan bahwa anaknya tidak bisa melihat papan tulis dari jarak satu meter. Setelah dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke rumah sakit, ternyata anaknya memiliki minus dua dan satu serta ada silinder.

Anggara mengaku bahwa saat itu dia tidak tahu harus memeriksakan mata anaknya ke mana. Puskesmas hanya memberi rujukan untuk pemeriksaan lanjutan ke rumah sakit. Namun, hasil pemeriksaan yang menyarankan penggunaan kacamata tidak sepenuhnya membantu. “Kacamatanya tidak cocok malah tidak nyaman dipakai. Katanya penglihatannya kabur. Mungkin kacamatanya harus diganti. Tapi khawatir biayanya besar,” tambah Anggara.

Selain itu, Yuni (31), warga Desa Pingkuk, juga mengalami gangguan penglihatan sejak 2013. Meski ia memiliki minus satu, ia tidak pernah memeriksakan kesehatan matanya lagi. “Saya minus satu, tapi kalau pakai kacamata malah semakin buram. Mungkin ukurannya harus diganti,” katanya. Yuni mengaku belum memeriksakan ulang penglihatannya bukan karena biaya, tetapi karena merasa belum terlalu penting. “Padahal sebenarnya ingin tahu berapa minusnya sekarang. Pakai kacamata juga jarang karena malu,” ujarnya.

Rahma, Anggara, dan Yuni adalah sebagian kecil dari warga yang hadir dalam acara pemeriksaan mata gratis yang diselenggarakan oleh Yayasan Paramitra bersama Paguyuban Kader Kesehatan Kecamatan Bendo. Acara ini dilaksanakan pekan lalu di aula serba guna Desa Pingkuk.

Penyebab Gangguan Penglihatan pada Anak-anak

Penanggung Jawab Kesehatan Desa Pingkuk sekaligus pembina kader Juwita Ratnasari menjelaskan bahwa masalah penglihatan kini tidak hanya dialami lansia, tetapi juga anak-anak sekolah dasar. Berdasarkan hasil skrining setempat, Juwita menyebutkan bahwa banyak siswa usia sekolah dasar sudah mengalami gangguan penglihatan.

“Kalau dulu yang bermasalah itu orang tua, sekarang anak-anak juga mulai terdampak. Banyak anak SD yang mengalami gangguan penglihatan karena terlalu sering menatap layar HP,” ujar Juwita.

Erna dari Yayasan Paramitra, yang menggagas acara ini, menjelaskan bahwa kegiatan pemeriksaan mata gratis digelar untuk memperingati Hari Penglihatan Dunia. “Kami berkolaborasi dengan puskesmas dan sekolah. Ada sekitar 160 peserta dari Kecamatan Bendo dan sekitarnya,” kata Erna. Ia menambahkan bahwa yang membutuhkan penanganan lanjut akan dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit, sementara siswa yang butuh kacamata akan mendapat secara gratis setelah jadi.

Peran Lembaga dan Komunitas dalam Memperbaiki Kesehatan Mata

Ketua Paguyuban Kader Kesehatan Kecamatan Bendo, Sapari Anggoro, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan wujud gotong royong antara kader dan lembaga sosial dalam meningkatkan kesejahteraan warga. “Kami bersyukur bisa bersama warga masyarakat Desa Pingkuk. Dengan dukungan Yayasan Paramitra, kami bisa membantu warga yang mengalami gangguan penglihatan.”

Di sisi lain, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Magetan Suwantiyo menyampaikan pandangannya. Dia mengatakan bahwa berdasarkan data, dari 1.000 warga yang melakukan pemeriksaan ada 200 kasus refraksi atau kasus minus yang mayoritas dialami oleh anak-anak. “Yang paling parah itu anak usia sembilan tahun itu minusnya sampai sembilan,” ujar Suwantiyo.

Menindaklanjuti hal semacam ini, Dinas Kesehatan menginstruksikan kepada semua puskesmas untuk lebih sering melakukan edukasi ke sekolah. “Edukasi berjalan, tapi tidak fokus ke mata. Ada gigi, penyakit tidak menular, rokok, nanti ke depan edukasi mata lebih banyak,” cetus Suwantiyo.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini