
Graham Potter Kembali ke Swedia untuk Menyelamatkan Harapan Timnas
Angin utara menghembuskan udara dingin di lapangan latihan Solna yang masih basah oleh embun pagi. Di sana, sosok berambut pirang kusut dengan tatapan tenang kembali menjejakkan kaki, Graham Potter. Pria Inggris yang dikenal lembut tapi tajam itu kini memegang kendali baru: tim nasional Swedia.
Pada hari Senin 20 Oktober 2025, Asosiasi Sepak Bola Swedia (SvFF) resmi menunjuk mantan manajer Chelsea dan Brighton sebagai pelatih baru timnas, menggantikan Jon Dahl Tomasson yang dipecat pekan lalu setelah rentetan hasil buruk di kualifikasi Piala Dunia 2026. Perubahan ini menjadi langkah berani bagi sepak bola Swedia yang tengah kehilangan arah.
Bayang-bayang Gagal dan Harapan Baru
SvFF memutus kontrak Tomasson pada 14 Oktober setelah Swedia hanya mengumpulkan satu poin dari empat pertandingan pertama di kualifikasi. Tiga kekalahan beruntun membuat tim ini terpuruk di dasar klasemen Grup B. Dalam pernyataannya, SvFF menegaskan tujuan mereka adalah menciptakan kondisi optimal untuk mencapai Piala Dunia pada musim panas 2026.
Kini, beban itu sepenuhnya berada di pundak Potter. Pelatih yang baru sebulan lalu dipecat oleh West Ham United itu ditugaskan untuk meracik ulang skuad berisi nama-nama berbakat seperti Alexander Isak (Newcastle United) dan Viktor Gyökeres (Sporting CP), yang ironisnya belum sekalipun mencetak gol dalam tiga laga terakhir.
“Saya merasa sangat rendah hati untuk menerima penugasan ini, namun juga terinspirasi. Swedia memiliki pemain-pemain fantastis, yang tampil setiap pekan di liga-liga terbaik di dunia,” ujar Potter dalam keterangan resminya.
Kembali ke Tanah Awal, dalam Misi yang Berbeda
Bagi Potter, penunjukan ini terasa seperti perjalanan pulang. Lebih dari satu dekade lalu, pada 2011, ia memulai kisahnya di negeri Skandinavia bersama Ostersunds FK, klub kecil yang saat itu bermain di divisi empat. Di bawah arahannya, klub itu naik kasta demi kasta hingga mencicipi kompetisi Eropa. Dari tanah dingin itu pula reputasinya sebagai pelatih visioner tumbuh.
Kini ia kembali ke Swedia bukan untuk membangun dari nol, melainkan untuk menyelamatkan. Swedia, negara dengan sejarah panjang sepak bola romantik dari era Henrik Larsson hingga Zlatan Ibrahimovic, kini menghadapi krisis identitas permainan. Mereka seperti kehilangan napas, kehilangan kepercayaan diri, dan kehilangan arah.
Kontrak Pendek, Tantangan Panjang
Federasi menjelaskan bahwa kontrak Potter hanya mencakup periode kualifikasi, termasuk dua laga penting melawan Swiss dan Slovenia pada November, serta kemungkinan playoff pada Maret 2026. Jika berhasil membawa Swedia lolos, kontrak itu otomatis diperpanjang hingga putaran final Piala Dunia 2026 di AS, Kanada, dan Meksiko.
Namun jalan menuju sana tidak akan mudah. Di grup yang berisi negara-negara berpengalaman, Swedia belum sekalipun mencetak gol dalam tiga laga terakhir dan atmosfer publik mulai kehilangan sabar. Potter, seperti halnya saat di Brighton, dikenal dengan pendekatan taktis yang menekankan progresi bola dan kerja sama tim, bukan sekadar hasil instan. Tapi waktu kini musuhnya. Ia hanya punya hitungan minggu untuk menyalakan kembali api di dada pemain-pemain muda yang tampak kehilangan arah.
Graham Potter kembali ke tempat di mana mimpinya dulu lahir dan mungkin, di tempat yang sama pula, reputasinya akan diuji untuk terakhir kali. Jika ia berhasil, kisah ini akan menjadi bab romantis baru dalam hubungan sepak bola Inggris–Swedia; jika gagal, itu akan menjadi kisah pahit tentang pelatih yang datang terlalu cepat, atau mungkin, terlalu terlambat.
Untuk kini, satu hal pasti: Swedia telah menyalakan kembali lilin kecil di tengah kegelapan kualifikasi. Dan di sisi lapangan, Graham Potter berdiri dengan catatan lama, semangat baru, dan mimpi yang sama: membawa Swedia kembali ke Piala Dunia.