
Membatasi Masa Jabatan Kepemimpinan: Pertanyaan tentang Transformasi yang Dibutuhkan
Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) seperti Universitas Hasanuddin (Unhas) sedang mengalami transformasi besar-besaran. Namun, kebijakan pembatasan masa jabatan kepemimpinan universitas pada satu periode seringkali gagal memahami skala, kedalaman, dan momentum transformasi historis yang terjadi di dalamnya.
Transformasi sejati bukanlah sekadar lari cepat empat tahun yang dapat diselesaikan di garis start kepemimpinan, melainkan pelayaran samudera agung menuju puncak peradaban maritim yang menuntut nahkoda untuk mengawal hingga pelabuhan kejayaan. Sebagai nahkoda ulung Unhas selama periode awal, keberaniannya menanamkan fondasi kualitas berstandar global di atas struktur lama yang rapuh adalah bukti nyata dari komitmen yang kuat.
Mengganti pemimpin saat ini sama artinya dengan meruntuhkan fondasi yang baru selesai dibangun dan memulai siklus kegagalan dari nol. Jika diukur dengan metrik akademik dan tata kelola universitas kelas dunia, capaian di bawah kepemimpinan yang visioner menunjukkan bahwa beliau telah berhasil mengkonversi potensi maritim Unhas menjadi performa terukur, membungkam keraguan akan stagnasi. Ini adalah fondasi yang telah ditegakkan dengan besi dan baja, yang momentumnya tidak boleh dipatahkan.
Transformasi Global Visibility dan Reputasi Riset
Bukti nyata dapat dilihat dari Transformasi Global Visibility dan Reputasi Riset. Kenaikan peringkat WCU Unhas (seperti QS, THE, atau Scimago) bukanlah kenaikan nominal semata. Ini adalah hasil dari kebijakan peningkatan signifikan publikasi internasional pada jurnal-jurnal kuartil teratas dan akselerasi mobilitas mahasiswa dan dosen yang terukur. Sebuah indikasi bahwa Unhas kini tidak sekadar menulis, tetapi menciptakan ilmu pengetahuan berkelas dunia yang diakui dan dikutip secara global.
Lebih lanjut, kepemimpinan ini telah mengkapitalisasi legasi pribadi untuk membuka pintu kolaborasi top-tier yang sangat eksklusif, melahirkan Program Joint Degree internasional dan Joint Research mendalam di bidang unggulan seperti ekologi laut dan kesehatan tropis. Kemitraan ini langsung menempatkan Unhas dalam peta riset frontier dunia, alih-alih hanya menjadi penonton.
Penguatan Riset Unggulan
Riset unggulan Unhas tidak lagi sporadis dari tiga pilar Maritim, Kesehatan Tropis, dan Kebijakan Regional diperkuat melalui penataan ulang Pusat-Pusat Studi dan pengintegrasian fungsi riset di Rumah Sakit Pendidikan Unhas. Sebuah langkah krusial dalam hilirisasi ilmu pengetahuan yang terikat pada janji untuk menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat Indonesia Timur.
Di sisi Kualitas Tata Kelola dan Integritas Digital, Unhas telah melakukan Akselerasi Digital yang radikal. Dengan keberanian membedah birokrasi analog, sistem paper-based yang membelenggu telah diganti dengan ekosistem digital yang seamless. Transformasi ini adalah penataan integritas, membuat layanan akademik dan administrasi menjadi efisien, akuntabel, dan bebas celah korupsi, yang secara fundamental mengubah citra Unhas menjadi kampus yang mengelola dirinya secara modern dan transparan.
Persiapan untuk Kemandirian Finansial
Tidak kalah penting, Unhas telah menunjukkan kedewasaan tata kelola aset dan anggaran yang mutlak diperlukan untuk status PTN-BH. Ini adalah persiapan wajib (pre-condition) yang memakan waktu dan kredibilitas, sebelum melangkah ke fase penarikan investasi besar bagi dana abadi (endowment fund). Tanpa tata kelola yang teruji dan kepemimpinan yang stabil di periode pertama, mimpi kemandirian finansial hanyalah utopia yang tidak akan pernah terwujud.
Kredibilitas ini adalah modal dasar yang tidak bisa diwariskan dalam semalam. Menolak dua periode seringkali mengabaikan kurva implementasi transformasi yang panjang. Mengubah kapal sebesar Unhas dari perahu kayu menjadi kapal induk riset tidak bisa selesai dalam satu periode saja.
Tantangan Terbesar Unhas ke Depan
Tantangan terbesar Unhas ke depan adalah maturitas PTN-BH dan kemandirian finansial sejati, dan di sinilah kontinuitas menjadi krusial dan tak terbantahkan. Periode Pertama (2022–2025) adalah masa krusial penanaman fondasi regulasi, budaya kerja, dan penataan aset; modal sudah diletakkan. Periode Kedua (2026–2030) adalah masa eksekusi finansial dan pemanenan dari modal tersebut: membangun dana abadi secara masif, melakukan Komersialisasi Inovasi, dan menandatangani kontrak-kontrak riset multibillion dengan mitra global.
Proses penarikan dana besar dan negosiasi lisensi global membutuhkan kepercayaan dan stabilitas kepemimpinan yang terbukti sukses di periode sebelumnya. Mengganti nahkoda saat kapal siap berlayar menuju keuntungan adalah tindakan bunuh diri strategis yang merusak momentum kepercayaan mitra, menunda potensi keuntungan puluhan tahun ke depan.
Integrasi Visi dan Eksekusi
Selain itu, kebutuhan mendesak Integrasi visi dan eksekusi (Serka Tekap) tidak bisa ditunda. Pemimpin yang visioner sekarang sudah memberikan arah yang terang dan visi yang kuat (thinking), namun Unhas kini membutuhkan konsistensi untuk mengamankan budaya eksekusi. Tim yang disebut Serka Tekap (Sekretariat Kerja Teknis Pelaksana) adalah jaminan kelanjutan bagi program-program utama.
Serka Tekap bukan hanya unit, melainkan inkubasi budaya agility yang harus dilindungi dari intervensi politik. Pengawalan Proyek Flagship, seperti pembangunan pusat trans-disipliner, kurikulum etika AI, dan program Desa Maritim Berdaya, memerlukan waktu, keahlian, dan yang terpenting, stabilitas kebijakan yang tidak boleh terputus.
Kepemimpinan berkelanjutan adalah jaminan stabilitas politik akademik, memastikan program kerja tidak terhenti akibat gejolak politik internal yang rentan terjadi setiap pergantian rezim. Ini adalah jaminan bagi semua sivitas akademika untuk fokus pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, bukan pada spekulasi pergantian kebijakan.
Kesimpulan
Menghentikan pemimpin yang visioner setelah beliau selesai menanam fondasi adalah pengkhianatan terhadap visi maritim Unhas. Keputusan ini akan menghancurkan momentum pematangan riset, kemandirian finansial, dan pengakuan global yang telah susah payah dibangun, mengembalikan Unhas ke zona nyaman yang tidak produktif. Oleh karena itu, data otentik menunjukkan bahwa kepemimpinan sekarang bukan hanya berhasil, tetapi juga mutlak perlu dilanjutkan untuk mengawal Unhas masuk ke fase pemanenan, menjadikan Unhas benar-benar sebagai pelabuhan ilmu yang unggul, mandiri, dan bermartabat, di bawah komando sang nahkoda ulung.