
Reaksi Masyarakat terhadap Pemutusan Kontrak Patrick Kluivert
Pemutusan kerja sama antara PSSI dan Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia mendapat berbagai respons dari para pendukung tim nasional. Sebagian besar menilai keputusan tersebut sebagai langkah yang tepat setelah Timnas gagal melaju dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Taufik (26), seorang pendukung Timnas asal Mampang, Jakarta Selatan, mengatakan bahwa keputusan PSSI sudah sesuai dengan kebutuhan tim. Ia menilai rekam jejak Kluivert yang masih minim seharusnya menjadi pertimbangan PSSI sejak awal, terlebih saat perekrutan dilakukan menjelang fase penting kualifikasi.
“Keputusannya untuk diputus kontrak kerjasamanya ya bagus, karena (Patrick) enggak berdampak apa-apa (untuk Timnas),” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa permainan Timnas selama masa kepelatihan Kluivert masih banyak coba-coba, tidak memiliki starting line up yang tetap, serta minim strategi untuk membongkar pertahanan lawan.
Suara Suporter, Sebut Nama STY
Akbar (25) dari Kemang, Jakarta Selatan, juga menyampaikan pendapat senada. Ia menilai keputusan merekrut Kluivert sejak awal sudah janggal, terutama setelah PSSI memutus kontrak Shin Tae-yong di tengah kualifikasi.
“Gua yakin, dengan hasil lolos atau tidak lolos di tangan STY ya warga juga akan menerima itu dengan lebih ikhlas,” kata Akbar.
Kekecewaan terhadap masa kepelatihan Kluivert juga diungkapkan Arfan (24). Menurutnya, periode tersebut justru menjadi langkah mundur setelah kemajuan signifikan di bawah asuhan Shin Tae-yong.
“Tapi, dampak se-positif apa pun enggak bisa nutupin kekecewaan dan amarah pendukung Timnas,” ujarnya.
Ia menilai reputasi Kluivert sebagai mantan pemain bintang tidak sebanding dengan pengalamannya sebagai pelatih.
Pandangan Serupa dari Pendukung Lain
Bilhaq (23) menilai gaya bermain Timnas di bawah Kluivert kehilangan karakter. Ia menyebut bahwa selama mengikuti Timnas, permainan pas STY kerasa lebih ‘main Timnas-nya’ daripada pas dilatih Patrick.
Ia menilai Indonesia sebaiknya tidak terlalu bergantung pada pemain naturalisasi dan mulai memberi ruang bagi pemain lokal.
“Walaupun ada satu sih yang paling menonjol terlihat bahwa level liga kita masih jauh karena pemain asli kita cukup sedikit yang bisa menandingi pemain naturalisasi,” lanjutnya.
Kekhawatiran Memulai Kembali dari Awal
Jadid (22) melihat persoalan lebih mendalam pada pola pengambilan keputusan PSSI. Ia menilai bukan Patrick Kluivert-nya yang kontroversial, tapi lebih ke proses pemilihan Patrick sebagai pelatih timnas baru dan pemecatan secara mendadak STY sebelumnya.
Ia khawatir keputusan mendadak itu membuat Timnas harus memulai pembenahan dari awal lagi.
“Timnas jadi harus mulai ngulang lagi semuanya dari awal, bakal jadi siklus yang melelahkan lagi sama kayak tahun-tahun sebelumnya,” ucap Jadid.
Harapan untuk Pelatih Baru
Meski begitu, para pendukung berharap PSSI lebih berhati-hati dalam menentukan pengganti Kluivert. Arfan menilai federasi sebaiknya mencari pelatih yang memahami karakter pemain Indonesia.
“Cari pelatih yang sekiranya sesuai dengan kemampuan pemain Timnas sendiri. Pelatih yang baik adalah pelatih yang mampu mengenal kualitas dan kapabilitas tiap pemain secara mendalam,” tuturnya.
Sedangkan Bilhaq berharap pelatih baru diberikan waktu cukup untuk membangun ulang tim.
“Setidaknya kita punya empat tahun persiapan dan seharusnya diberikan waktu lebih lama untuk pelatih baru memupuk kembali Timnas pelan-pelan lagi aja, menang AFF atau masuk semifinal AFC dulu,” katanya.
Pemutusan Kerjasama Kluivert dengan PSSI
Sebagai informasi, PSSI resmi mengakhiri kerja sama dengan Patrick Kluivert pada Kamis (16/10/2025) melalui kesepakatan mutual termination dari kontrak berdurasi dua tahun. Federasi menyebut pemutusan kontrak dilakukan “atas dasar persetujuan kedua pihak, dengan mempertimbangkan dinamika internal dan arah strategis pembinaan tim nasional ke depan.”
Selain Kluivert, tim kepelatihannya, seperti Alex Pastoor, Denny Landzaat, Gerald Vanenburg, dan Quentin Jakoba, juga resmi berpisah dari Timnas Indonesia. Keputusan ini menjadi momentum refleksi bagi PSSI dan publik sepak bola nasional tentang arah pembangunan Timnas ke depan.
Banyak pendukung berharap agar proses pembenahan tak lagi bersifat reaktif, melainkan berkelanjutan demi menjaga konsistensi prestasi di level internasional.





















































