
Priangan Insider – Pemerintah mulai menerapkan kebijakan baru dalam sistem kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.
Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Menteri PANRB Nomor 16 Tahun 2025, dan menjadi langkah strategis dalam memberikan kesempatan kerja lebih luas bagi tenaga honorer serta non-ASN yang belum terakomodasi dalam seleksi PPPK penuh waktu.
Program tersebut membuka formasi di berbagai sektor vital, termasuk tenaga kesehatan, guru dan tenaga kependidikan, serta tenaga teknis dan pengelola layanan operasional. Formasi ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instansi pemerintah daerah dan lembaga pusat.
Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa PPPK Paruh Waktu akan memperoleh gaji berdasarkan durasi kerja dan kemampuan keuangan instansi yang menaunginya.
Besaran upah minimal yang diterima pegawai tidak boleh lebih rendah dari gaji terakhir saat menjadi pegawai non-ASN atau setidaknya setara dengan upah minimum yang berlaku di wilayahnya.
Artinya, tidak ada nilai gaji tunggal untuk seluruh Indonesia. Perbedaan besarannya bergantung pada kondisi fiskal pemerintah daerah serta tingkat upah minimum provinsi.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI), Upah Minimum Provinsi (UMP) terendah tahun 2025 berada di Jawa Tengah dengan nominal Rp2.169.349, sedangkan tertinggi di DKI Jakarta yang mencapai Rp5.396.761.
Angka tersebut bisa menjadi acuan dalam menentukan kisaran gaji PPPK Paruh Waktu di masing-masing daerah.
Selain gaji pokok, instansi dapat menambahkan tunjangan lain sesuai kemampuan keuangan daerah. Namun, semua pembayaran tetap harus mengacu pada ketentuan resmi pemerintah dan tidak boleh melebihi batas anggaran yang telah ditetapkan.
Salah satu fokus utama dalam kebijakan PPPK Paruh Waktu 2025 adalah pemberdayaan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan publik.
Langkah ini diambil karena banyak tenaga medis honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi, namun belum memperoleh status ASN.
Melalui skema paruh waktu, pemerintah ingin memastikan tenaga kesehatan tetap mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum, tanpa mengurangi kualitas pelayanan masyarakat.
Kuota formasi PPPK Paruh Waktu juga diprioritaskan bagi tenaga non-ASN yang sudah tercatat dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan belum lolos seleksi PPPK penuh waktu.
Meskipun tidak bekerja penuh waktu, PPPK Paruh Waktu tetap berstatus resmi sebagai ASN dan mendapatkan Nomor Induk PPPK (NI PPPK).
Status ini menjamin hak-hak kepegawaian serta kepastian hukum dalam sistem administrasi ASN nasional.
Mengacu pada Keputusan Menteri PANRB Nomor 347 Tahun 2024, pegawai paruh waktu memiliki jam kerja empat jam per hari atau sekitar 20 jam per minggu, setengah dari beban kerja pegawai penuh waktu.
Selain gaji pokok, beberapa fasilitas dan tunjangan yang kemungkinan besar diberikan kepada PPPK Paruh Waktu antara lain:
– Tunjangan Kinerja: Dihitung berdasarkan hasil evaluasi kerja dan kebijakan instansi masing-masing.
– Tunjangan Keluarga, Pangan, dan Jabatan: Menyesuaikan status perkawinan dan jabatan fungsional pegawai.
– THR dan Gaji ke-13: Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024, PPPK Paruh Waktu tetap berhak atas pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) serta gaji ke-13, yang mencakup gaji pokok dan tunjangan tetap.
– Jaminan Sosial: Pegawai akan didaftarkan pada BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, mencakup perlindungan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, serta program hari tua.
– Hak Cuti: Termasuk cuti tahunan dan cuti karena alasan penting, sebagaimana diatur dalam regulasi ASN.
Kendati demikian, beberapa detail terkait jumlah tunjangan tambahan dan mekanisme pembiayaan masih menunggu petunjuk teknis lebih lanjut dari Kementerian PANRB dan Kementerian Keuangan.
Salah satu keunggulan skema PPPK Paruh Waktu adalah fleksibilitas waktu kerja.
Dengan jam kerja lebih singkat, sistem ini dianggap mampu meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan produktivitas pelayanan publik.
Pemerintah juga menilai kebijakan ini sebagai bentuk reformasi birokrasi adaptif, yang menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja di lapangan dengan kemampuan anggaran negara.
Selain itu, sistem paruh waktu diharapkan dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja profesional tanpa membebani fiskal pemerintah secara berlebihan.
Kebijakan PPPK Paruh Waktu mendapat sambutan positif dari sejumlah kalangan, terutama tenaga honorer di sektor kesehatan dan pendidikan.
Dengan status resmi sebagai ASN, mereka kini memiliki jaminan kepegawaian, perlindungan sosial, dan kepastian upah layak.
Pemerintah menegaskan bahwa rekrutmen PPPK Paruh Waktu akan dilakukan secara transparan, berbasis merit, dan sesuai kebutuhan riil instansi.
Seluruh proses seleksi tetap dikoordinasikan melalui BKN untuk memastikan validitas data dan menghindari potensi penyimpangan.
Skema PPPK Paruh Waktu 2025 menjadi kebijakan baru yang memberikan peluang besar bagi tenaga non-ASN untuk memperoleh pengakuan dan kesejahteraan layak.
Dengan sistem kerja lebih fleksibel, gaji menyesuaikan UMP daerah, serta hak-hak ASN yang tetap diakui, kebijakan ini diharapkan dapat menjembatani tenaga honorer menuju status pegawai pemerintah yang lebih sejahtera dan profesional.(***)





















































