
Malam yang Mengubah Sejarah Nottingham Forest
Pada malam dingin di Nottingham pada Sabtu, 18 Oktober 2025, suasana di City Ground terasa lebih dingin dari biasanya. Di bawah sinar lampu stadion, Nottingham Forest kalah telak dari Chelsea dengan skor tiga gol tanpa balas. Kekalahan ini menjadi momen pahit bagi para penggemar dan juga pelatih baru klub, Ange Postecoglou.
Setelah peluit panjang dibunyikan, kamera menyorot wajah Ange Postecoglou. Ia berdiri kaku di pinggir lapangan, diam, sementara tribun mulai kosong satu per satu. Tidak ada amarah, tidak ada sorakan, hanya keheningan yang mengiringi akhir dari perjalanan singkat seorang pelatih yang datang dengan idealisme besar namun pulang tanpa kemenangan.
Beberapa jam kemudian, kabar resmi turun. Nottingham Forest memecat Postecoglou. Ia dipecat dalam waktu yang singkat, hanya setelah 39 hari masa jabatannya sebagai pelatih kepala.
Statistik yang Menyisakan Rasa Kecewa
“Nottingham Forest Football Club mengonfirmasi bahwa setelah serangkaian hasil dan performa mengecewakan, Ange Postecoglou dibebastugaskan dari posisinya sebagai pelatih kepala dengan segera,” demikian pernyataan klub.
Durasi masa jabatan Postecoglou di Nottingham Forest hanya 39 hari, sejak ia diumumkan sebagai pelatih baru pada 9 September 2025, menggantikan Nuno Espirito Santo. Rekor singkat ini menambah daftar dinamika kursi panas di klub bersejarah itu.
Dalam delapan pertandingan yang dipimpinnya di semua kompetisi, Postecoglou gagal membawa kemenangan. Forest hanya mencatat dua hasil seri dan enam kali kalah. Di ajang Premier League, catatannya lebih suram lagi — lima pertandingan, satu poin. Hasil tersebut membuat Nottingham Forest terdampar di peringkat ke-17 klasemen sementara, hanya satu angka di atas zona degradasi.
Klub menyatakan bahwa keputusan ini diambil setelah “serangkaian performa mengecewakan dan kehilangan arah permainan.” Klub juga menegaskan tidak akan memberikan komentar lebih lanjut untuk sementara waktu.
Idealisme yang Tak Terwujud
Postecoglou datang ke Nottingham dengan reputasi sebagai pelatih berkarakter menyerang. Di Celtic, ia memukau dengan gaya permainan cepat dan progresif; di Tottenham Hotspur, ia dikenal karena keberaniannya melawan tim besar dengan filosofi “front-foot football.”
Namun di Forest, ide-ide itu tak sempat menemukan bentuknya. Skuad yang tidak seimbang, adaptasi pemain yang lambat, serta jadwal padat membuat sistemnya tak pernah benar-benar berjalan. Kekalahan dari Chelsea menjadi titik nadir. Dengan tiga gol tanpa balas di kandang sendiri, tekanan suporter memuncak. Sorotan media kian tajam. Dan malam itu, tak ada lagi ruang bagi kompromi.
Dengan pemecatan Postecoglou, Nottingham Forest kini harus mencari pelatih ketiga mereka di musim yang sama. Sebuah situasi yang menandakan betapa rapuhnya stabilitas di balik dinding City Ground — klub yang dulu dikenal dengan kisah heroik Brian Clough, kini terjebak dalam siklus singkat antara harapan dan perpisahan.
Jejak yang Tersisa di Kota Kabut
Ange Postecoglou meninggalkan Nottingham tanpa kemenangan, tapi juga tanpa kehilangan martabat. Ia datang dengan visi, meski gagal diwujudkan dalam hasil. “Saya selalu percaya bahwa sepak bola harus dimainkan dengan keberanian,” ucapnya dalam wawancara beberapa waktu lalu.
Kini, keberanian itu kembali menuntunnya keluar — dari lapangan berkabut di Nottingham menuju bab berikutnya dalam perjalanan karier yang masih panjang.
City Ground kembali hening. Dan mungkin, seperti halnya musim gugur yang datang di Inggris, keheningan itu hanyalah tanda dari babak baru yang akan segera tumbuh.