
Peran Danantara dalam Memperbaiki Kinerja BUMN
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara memberikan harapan terhadap dua emiten pelat merah yang sedang mengalami kesulitan, yaitu PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Dalam pengumuman terbaru, Danantara akan melakukan investasi untuk memperkuat modal perusahaan-perusahaan tersebut. Chief Operating Officer Danantara sekaligus Kepala Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara, Dony Oskaria menjelaskan bahwa sebelum memberikan dana, Danantara akan melakukan evaluasi terlebih dahulu.
Dony menekankan bahwa Danantara akan memanggil para CEO BUMN untuk mempresentasikan rencana bisnis mereka. Dari hasil evaluasi ini, Danantara akan menilai kelayakan investasi dan memberikan dukungan dana untuk perbaikan. Restrukturisasi perusahaan di lingkup BUMN menjadi bagian dari 22 program kerja Dony sebagai Kepala Badan Pengaturan BUMN.
Suntikan Dana untuk Garuda Indonesia
Setelah kabar tentang suntikan dana dari Danantara, saham GIAA mengalami kenaikan signifikan. Pada perdagangan Senin, harga saham GIAA sempat naik 9,57% atau 11 poin ke level 126. Namun, harga saham KRAS justru masih terkoreksi 3,37% atau 12 poin ke level 344.
Untuk memperbaiki kinerja Garuda Indonesia, Danantara akan masuk melalui aksi korporasi berupa Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau private placement. Danantara akan menggelontorkan dana senilai US$ 1,84 miliar atau setara Rp 30,31 triliun. Rencana besar ini menjadi bagian dari upaya restrukturisasi lanjutan Garuda Indonesia untuk memperbaiki posisi keuangan perusahaan yang masih mencatatkan ekuitas negatif.
Seluruh saham baru itu akan diserap oleh PT Danantara Asset Management. Upaya perbaikan ini tak terlepas dari catatan kinerja keuangan GIAA yang terus merugi. Hingga 30 Juni 2025, posisi ekuitas Garuda masih negatif sekitar US$ 1,49 miliar. Total aset maskapai milik negara ini mencapai US$ 6,51 miliar, sedangkan liabilitas tercatat sebesar US$ 8,01 miliar.
Skema Private Placement untuk Garuda Indonesia
Private placement ini akan dilakukan Danantara melalui dua skema:
1. Setoran modal tunai sebanyak-banyaknya US$ 1,44 miliar atau Rp 23,66 triliun.
2. Konversi pinjaman pemegang saham menjadi saham baru senilai US$405 juta atau Rp 6,65 triliun.
Garuda Indonesia dan anak usahanya, Citilink sebelumnya telah menandatangani perjanjian pemegang saham dengan Danantara pada 24 Juni 2025. Dalam perjanjian itu, Danantara memberikan pinjaman kepada Garuda sebesar US$ 405 juta, yang kemudian akan dikonversi menjadi saham baru melalui skema PMTHMETD ini. Pinjaman tersebut telah dicairkan dalam empat tahap dengan total sekitar Rp 6,65 triliun. Dana itu digunakan untuk membiayai kebutuhan operasional, perawatan serta perbaikan pesawat milik Garuda Indonesia dan Citilink.
Manajemen GIAA menjelaskan, seluruh dana hasil pelaksanaan private placement akan digunakan untuk memperbaiki posisi keuangan dan mendukung keberlangsungan usaha perusahaan. Rinciannya adalah:
* 29% dana private placement akan digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan operasional Garuda Indonesia, termasuk perawatan dan perbaikan pesawat.
* 37% dana tersebut akan digunakan untuk Citilink, guna membiayai modal kerja dan perawatan pesawat anak usaha tersebut.
* 22% suntikan dana akan digunakan untuk ekspansi armada Garuda Indonesia dan Citilink.
* 12% dipakai untuk peningkatan modal Citilink dalam rangka membayar utang pembelian bahan bakar kepada Pertamina untuk periode 2019–2021.
Restrukturisasi untuk Krakatau Steel
Sementara itu, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) juga akan mendapatkan injeksi dana dari Danantara. Perseroan sedang mengajukan permohonan dukungan dana dari Danantara sebesar US$ 500 juta atau setara dengan Rp 8,30 triliun. Dony menyampaikan bahwa Danantara sedang melakukan restrukturisasi secara menyeluruh terhadap bisnis Krakatau Steel. Mulai dari menilai model usaha perusahaan hingga meninjau nilai kompetitif di tengah persaingan bisnis baja dengan Cina.
Kata Dony, saat ini Danantara sedang melakukan restrukturisasi secara menyeluruh terhadap bisnis Krakatau Steel. Mulai dari menilai model usaha perusahaan hingga meninjau nilai kompetitif di tengah persaingan bisnis baja dengan Cina.
“Kita akan lakukan juga proses restrukturisasi. Karena problem yang dihadapi oleh Krakatau Steel ini hutangnya cukup besar ya,” kata Dony.
Dia menyampaikan, Danantara akan menginjeksi dana kepada Krakatau Steel untuk modal kerja perseroan. Kendati demikian, Dony menegaskan, Danantara tetap akan memastikan bahwa modal kerja yang diberikan dimanfaatkan dengan efektif. Selain itu, holding BUMN ini juga akan memperbaiki manajemen KRAS secara komprehensif.
Dana untuk Operasional Krakatau Steel
Sebelumnya, Corporate Secretary Krakatau Steel, Fedaus menjelaskan, dana yang diajukan KRAS kepada Danantara, dalam jangka pendek akan disalurkan melalui skema Pinjaman Pemegang Saham (PPS) sebesar US$ 250 juta. Dana itu digunakan untuk mendukung kebutuhan operasional utama, seperti pembelian bahan baku slab baja untuk pabrik Hot Strip Mill (HSM), hot rolled coil (HRC) dan cold rolled coil full hard (CRC F/H) di pabrik CRM PT KBI serta HRC untuk pabrik pipa baja PT KPI dan produk baja turunan lainnya.
Fedaus menambahkan, penggunaan dana akan disesuaikan dengan kebutuhan modal kerja masing-masing fasilitas berdasarkan cash conversion cycle. “Selanjutnya, KRAS juga akan mengajukan tambahan hingga US$ 500 juta dalam bentuk lain untuk penyelesaian restrukturisasi PTKS setelah mendapatkan kesepakatan dengan pihak perbankan,” ujarnya dalam keterbukaan informasi BEI dikutip Kamis (9/10).
Lebih jauh, Fedaus mengatakan, jika Danantara benar memberikan dukungan dana tersebut, KRAS akan memanfaatkannya untuk pengadaan bahan baku yang selama ini dibiayai oleh pihak ketiga. “Melalui dukungan Danantara, KRAS akan beroperasi lebih optimal sekaligus mengurangi beban biaya bahan baku yang sebelumnya menggunakan pembiayaan dari pihak ketiga,” katanya.
Sepanjang semester pertama 2025, KRAS mencatatkan pendapatan sebesar US$ 460,82 juta atau setara Rp 7,48 triliun selama semester pertama tahun 2025. Angka tersebut tumbuh 3,63% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2024 yakni sebesar US$ 444,67 juta atau Rp 7,28 triliun (dengan kurs Rp 16.394 terhadap dolar Amerika Serikat).
Sementara itu, beban pokok pendapatan juga menebal menjadi US$ 426,86 juta (sekitar Rp 6,91 triliun) dari US$ 396,44 juta (sekitar Rp 6,49 triliun) secara tahunan atau year on year (yoy). Meski pendapatan emiten pelat merah ini bertumbuh, KRAS masih mengalami kenaikan kerugian. Rugi berjalan KRAS pada paruh pertama tahun ini sebesar US$ 107,11 juta atau Rp 1,73 triliun, naik 66,96% dari US$ 64,15 juta atau sekitar Rp 1,05 triliun pada paruh pertama tahun sebelumnya.
Direktur Utama KRAS Akbar Djohan mengatakan kinerja operasional KRAS menunjukkan perbaikan efisiensi yang tercermin dari penurunan beban usaha sebanyak 16% menjadi US$ 47,6 juta atau setara dengan Rp 772,8 miliar dari tahun sebelumnya. “Hal ini menunjukkan komitmen Krakatau Steel dalam memperbaiki struktur biaya dan meningkatkan produktivitas,” kata dia dalam keterangan resmi di keterbukaan informasi BEI, dikutip Senin (28/7).




















































