Nasional Mengukur Peluang Perbankan di Tengah Literasi Keuangan yang Masih Rendah

Mengukur Peluang Perbankan di Tengah Literasi Keuangan yang Masih Rendah

41
0



Bisnis di sektor perbankan masih memiliki potensi pertumbuhan yang sangat besar, mengingat tingkat inklusi dan literasi keuangan belum mencapai 100%. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan peningkatan signifikan pada indeks literasi keuangan menjadi 66,46% dan indeks inklusi keuangan sebesar 80,51%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil SNLIK 2024 yang mencatatkan indeks literasi keuangan sebesar 65,43% dan indeks inklusi keuangan 75,02%.

Dari berbagai sektor jasa keuangan, sektor perbankan tetap menjadi penggerak utama dengan indeks literasi keuangan sebesar 65,50% dan indeks inklusi keuangan sebesar 70,65%. Meskipun demikian, tingkat inklusi keuangan Indonesia belum mencapai angka sempurna. Dosen sekaligus ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa sektor perbankan masih memiliki ruang untuk berkembang lebih jauh.

Menurutnya, banyak masyarakat dan pelaku usaha di Indonesia yang belum memanfaatkan layanan perbankan secara optimal. Rasio aset perbankan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia saat ini hanya sekitar 43%, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Filipina (71%), Vietnam (136%), Thailand (152%), Malaysia (153%), dan Singapura (tertinggi).

Langkah Strategis untuk Meningkatkan Pertumbuhan Perbankan

Untuk memperkuat sektor perbankan, Wijayanto menyarankan beberapa langkah strategis. Pertama, peningkatan literasi keuangan agar masyarakat lebih memahami manfaat layanan perbankan. Kedua, mendorong pelaku usaha sektor informal untuk beralih ke sektor formal. Ketiga, meningkatkan efisiensi operasional perbankan.

Selain itu, ia menyoroti bahwa Net Interest Margin (NIM) dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) masih tergolong tinggi. Hal ini bisa menjadi tantangan bagi perbankan dalam menjaga keuntungan tanpa mengorbankan kualitas layanan.

Masalah lain yang dihadapi adalah proses perizinan dan perpajakan yang dinilai rumit dan mahal. Banyak pelaku usaha enggan beralih ke sektor formal karena hambatan tersebut. Menurut Wijayanto, pemerintah perlu mempermudah proses perizinan dengan pendekatan jemput bola agar lebih efektif.

Perbandingan Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Berdasarkan Sektor Jasa Keuangan

Berikut data perbandingan indeks literasi dan inklusi keuangan berdasarkan sektor jasa keuangan:

Indeks Literasi

  • Perbankan: 65,50%
  • Pasar Modal: 17,78%
  • Perasuransian: 45,45%
  • Lembaga Pembiayaan: 46,66%
  • Dana Pensiun: 27,79%
  • Pergadaian: 54,74%
  • Lembaga Keuangan Mikro: 9,80%
  • Fintech Lending: 24,90%
  • Lembaga Jasa Keuangan Lainnya: 42,77%

Indeks Inklusi

  • Perbankan: 70,65%
  • Pasar Modal: 1,34%
  • Perasuransian: 28,50%
  • Lembaga Pembiayaan: 12,38%
  • Dana Pensiun: 5,37%
  • Pergadaian: 8,23%
  • Lembaga Keuangan Mikro: 1,20%
  • Fintech Lending: 4,40%
  • Lembaga Jasa Keuangan Lainnya: 14,71%

Kinerja Perbankan Indonesia Tahun 2025

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II-2025 yang menunjukkan kinerja industri perbankan tetap solid. Tingkat risiko terkendali, dan fungsi intermediasi perbankan berjalan positif.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa hingga Juni 2025, penyaluran kredit serta penghimpunan dana masyarakat tetap kuat. Kualitas aset perbankan juga terus membaik seiring menurunnya risiko kredit.

Likuiditas perbankan berada pada level yang memadai, didukung oleh cadangan likuiditas yang jauh di atas batas minimum. Tingkat permodalan yang tinggi mencerminkan ketahanan sektor perbankan dalam menghadapi potensi risiko di masa depan.

“OJK mendorong bank-bank untuk selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian, profesionalisme, inovatif, dan menjaga integritas,” ujar Dian. Ia menekankan pentingnya pengawasan intensif dan prudent untuk memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.

Data OJK hingga Agustus 2025 menunjukkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,51% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan kredit sebesar 7,56% (yoy). NPL gross stabil sebesar 2,28%, sementara AL/NCD dan AL/DPK mencapai 120,25% yang di atas threshold. Rasio PDN juga sangat rendah sebesar 1,19%, jauh di bawah treshold 20%. Capital Adequacy Ratio (CAR) terjaga tinggi sebesar 26,03%, meningkat terutama karena kenaikan laba.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini