
Indonesiadiscover.com, JAKARTA – Jangan buru-buru menghakimi musik yang terdengar mirip. Bisa jadi bukan plagiat, melainkan sebuah teknik resmi bernama interpolasi lagu.
Kalau sampling berarti membeli dan menggunakan potongan rekaman asli dari lagu lain, maka interpolasi justru mengulang kembali melodi, lirik, atau bagian tertentu dengan aransemen baru.
Teknik tersebut sudah lama dipakai musisi dunia dan kini semakin populer di Indonesia. Sejarah musik pop global menunjukkan banyak kasus di mana musisi besar dituduh plagiat hanya karena kemiripan nuansa lagu.
Adele pernah digugat musisi Brasil Toninho Geraes karena dianggap meniru Mulheres lewat Million Years Ago. Lisa BLACKPINK menggunakan interpolasi Pon de Replay milik Rihanna dalam lagu Pink Venom, yang sempat menimbulkan diskusi hangat di kalangan penggemar.
Di Indonesia, fenomena serupa juga terjadi. Beberapa musisi muda sempat dituding menyalin sejumlah lagu, baik dari sisi lirik maupun melodi karya terdahulu.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan betapa rapuh batas antara ‘inspirasi’ dan ‘plagiat’ di telinga publik, padahal bisa jadi yang terjadi adalah interpolasi, sebuah teknik sah dan kreatif dalam industri musik.
Interpolasi Lagu Adalah Kreativitas Legal
Dimas Ario, kurator musik, mengatakan bahwa interpolasi berbeda dengan sampling.
“Kalau sampling, menggunakan rekaman asli (penggunaan master di label), interpolasi itu membuat ulang karyanya dengan versi baru yang diinginkan setelah mendapat lisensi dari pencipta. Ini bukan sekadar potong-tempel, tapi bentuk kreativitas yang legal,” ungkap Dimas Ario dalam keterangan resmi.
Menurutnya, interpolasi bukan hanya ‘cara lain’ membuat lagu, tetapi juga sebuah strategi kreatif untuk memperkenalkan karya lama ke audiens baru.
“Dengan interpolasi, musisi bisa memberi nyawa baru pada karya terdahulu, tanpa kehilangan rasa hormat terhadap penciptanya,” tambahnya.
Senada dengan itu, Dzulfikri Putra Malawi, pengamat musik sekaligus pendiri Wara Musika, menyoroti bila hal tersebut juga merupakan bagian dari pengelolaan bisnis untuk label atau publisher.
“Jika yang digunakan sample dari master rekaman, maka mengurus lisensinya ke label karena ada biaya untuk lisensi hak terkait dan hak pencipta. Tapi kalau interpolasi lagu ini berkait dengan penciptanya langsung via publisher atau management pencipta lagu yang bersangkutan,” jelas Fikri, sapaannya.
Hal tersebut menegaskan bahwa musik memang cair dan lintas inspirasi. Tantangannya yakni bagaimana pencipta lagu, jika memang sengaja melakukan interpolasi lagu harus dilakukan dengan legal. Serta publik dapat memahami proses kreatif ini dengan lebih bijak.
Whisnu Santika: Mengubah Interpolasi Lagu Jadi Kolaborasi
Di Indonesia, DJ dan produser musik elektronik Whisnu Santika menjadi salah satu musisi yang aktif mengeksplorasi teknik interpolasi.
Sejumlah lagunya seperti Sahara, Mambo Jambo, Tequilla, hingga Yummy (dengan interpolasi vokal) menjadi contoh bagaimana interpolasi bisa menghadirkan nuansa segar sambil tetap menghormati karya sebelumnya.
Single Whisnu Santika, Yalla Habibi, sempat menuai kontroversi karena dianggap mirip dengan Iag Bari Yababa karya ARKADYAN, Fanfare Ciocarlia, dan GROSSOMODDO.
Namun, Whisnu Santika menegaskan bahwa lagu tersebut adalah hasil eksplorasi kreatif berbasis interpolasi, bukan plagiat. Dia bersama tim manajemen sudah melakukan komunikasi langsung dan mengurus legalitas hak cipta lagu ke Fanfare Ciocarlia melalui Piranha Records, publicist band tersebut.
“Saya memang mengadopsi elemen dari ‘Iag Bari Yababa’, tetapi bukan untuk menjiplak. Justru saya ingin merayakan musik world dengan sentuhan Indobounce yang jadi identitas saya,” jelas Whisnu Santika.
Saatnya Memahami Musik Lebih dari Sekedar Kesamaan
Di era digital dengan arus musik yang deras, kemiripan antar lagu tidak bisa dihindari. Namun penting dipahami bahwa interpolasi lagu bukanlah plagiarisme. Ia adalah teknik legal dan kreatif yang memberi ruang bagi karya lama untuk hidup kembali dengan wajah baru.
Dengan mengenal praktik interpolasi lagu, publik bisa lebih menghargai proses kreatif musisi. Bukan soal menghakimi, melainkan memahami bahwa musik adalah medium yang lentur, berevolusi, dan selalu menemukan cara baru untuk tetap relevan.
Single Yalla Habibi dari Whisnu Santika sudah tersedia di seluruh platform musik digital. (ded/jpnn)

















































