Nasional Kapal Pemicu Ekonomi NTT

Kapal Pemicu Ekonomi NTT

7
0

Peran Penting Kapal Perintis dalam Mendorong Mobilitas dan Ekonomi di NTT

Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki karakteristik geografis yang unik, yaitu terdiri dari banyak pulau, baik besar maupun kecil. Karena kondisi ini, transportasi laut menjadi moda utama untuk mobilitas warga. Meskipun ada layanan pesawat udara, tarifnya cukup mahal dan daya angkut terbatas, sehingga transportasi laut tetap menjadi pilihan utama bagi masyarakat.

Di sinilah peran penting Kapal Perintis yang didukung subsidi dari negara. Tanpa subsidi tersebut, tarif kapal komersial tidak akan terjangkau oleh sebagian besar warga NTT. Dengan adanya subsidi, tarif Kapal Perintis menjadi lebih murah dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.

Mobilitas warga di NTT mencakup berbagai tujuan seperti ekonomi, administrasi, pendidikan, kesehatan, sosial, dan rekreasi. Namun yang paling umum adalah untuk keperluan ekonomi, seperti mengangkut produk pertanian, kebun, hutan, ternak, atau hasil laut ke Kupang.

Menurut Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kupang Simon Bonefasius Baon, di Pangkalan Kupang terdapat empat armada Kapal Perintis. Dua di antaranya adalah armada penugasan PT Pelni, sedangkan dua lainnya dilayani oleh operator swasta. Armada PT Pelni meliputi Sabuk Nusantara 90 dan Sabuk Nusantara 79, sementara armada swasta meliputi KM Sabuk Nusantara 55 dan Sabuk Nusantara 38.

Kapal-kapal ini tidak hanya melayani wilayah NTT, tetapi juga sampai ke Maluku Barat Daya (MBD), khususnya daerah-daerah 3T. Rute mereka mencakup Kupang – Bima (NTB) dan kembali ke Kupang. Kapal Sabuk Nusantara 90 melayani wilayah NTT seperti Pulau Flores, Alor, Sumba, Timor, Sawu, dan Rote, baik untuk penumpang maupun barang. Barang yang dibawa dari NTB biasanya hasil pertanian seperti jagung, bawang, beras, dan dedak untuk makan ternak.

Jadwal pelayaran Kapal Perintis tidak setiap hari, melainkan tergantung pada rute dan putaran perjalanan. Ada yang membutuhkan 11 hari PP, ada pula yang 12 hari PP, dengan rata-rata dua voyage dalam satu bulan.

Pelayanan angkutan penumpang merupakan yang paling dominan. Penumpang umumnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, termasuk pelaku usaha UMKM yang menggunakan armada ini untuk membawa barang dagangan seperti sembako dan bahan sandang ke daerah 3T. Saat kembali ke Kupang, mereka membawa hasil bumi seperti kopra, jagung, kemiri, dan ikan segar dari MBD. Menurut Simon, Kapal Perintis sangat penting untuk daerah-daerah 3T di NTT dan MBD.

Dari segi keekonomian, pelayanan Kapal Perintis masih cukup produktif dalam mendorong pergerakan ekonomi di NTT. Selain membawa penumpang, kapal juga membawa kebutuhan pokok seperti sembako, bahan sandang, sabun, sampo, dan bahan bangunan. Saat kembali dari daerah, kapal membawa hasil bumi, termasuk ikan segar yang diambil dari tempat pendaratan ikan dan disalurkan ke pasar induk di Kupang, lalu diekspor ke Timor Leste melalui darat.

Program Kapal Perintis dari Kemenhub sangat membantu masyarakat menengah ke bawah di NTT untuk aksesibilitas ke provinsi. Contohnya, di Kabupaten Rote, jika tidak ada Kapal Perintis, masyarakat tidak bisa mengakses ibu kota provinsi (Kupang). Begitu juga di Pulau Sabu. Bahkan Bupati MBD meminta agar layanan Kapal Perintis yang melayani Kupang – MBD dihidupkan lagi karena masyarakat sangat bergantung ke NTT. Jarak dari MBD ke Kupang lebih dekat daripada ke Ambon, sehingga masyarakat memilih lewat Kupang untuk ke Jakarta.

Selain itu, Kapal Perintis juga mendukung program swasembada pangan. Di NTT ada dua lokus sentra produksi pangan, yaitu Kabupaten Belu dan Sumba Tengah. Saat ini, kebutuhan pangan di NTT dicukupi dari Bima, Sulawesi, dan Jawa Timur karena pasokan lokal masih terbatas. Semua ini memerlukan layanan Kapal Perintis agar harga barang lebih murah.

Potensi lain di NTT adalah rumput laut yang cukup banyak di Rote, Alor, Sabu, dan Flores. Namun, kebanyakan dijual sebagai bahan mentah kering, belum diolah sehingga tidak memiliki nilai tambah. Jika ada pabrik pengolahan rumput laut di NTT, nilai tambahnya bisa lebih besar.

Keberadaan Kapal Perintis sudah sangat membantu distribusi barang, meskipun armadanya masih kurang. Contohnya, trayek ke MBD sangat bergantung pada Kupang. Jika trayek kosong, masyarakat MBD langsung kesulitan logistik. Oleh karena itu, perlu penambahan kapal. Kebutuhan mendesak saat ini adalah menambah armada dan memperkuat industri pengolahan hasil bumi.

Selain itu, NTT juga dikenal dengan kayu Cendana dan Gaharu yang digunakan untuk UMKM. Produk olahan seperti cenderamata atau penyulingan minyak Cendana dijual di kapal-kapal, termasuk Kapal Perintis.

Kapal Perintis untuk Hewan

Kapal Perintis di NTT tidak hanya untuk penumpang, tetapi juga untuk hewan. NTT merupakan daerah sentra peternakan sapi dan kuda. Sejak masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah ada Kapal Perintis khusus untuk hewan, terutama sapi. Pelabuhan Kupang menjadi pangkalan kapal ternak. Ada lima kapal ternak yang berpangkalan di Pelabuhan Kupang untuk melayani Pulau Jawa dan Kalimantan.

Saat penulis berkunjung ke Pelabuhan tersebut, setidaknya ada dua kapal ternak yang sedang bersandar dengan muatan sapi-sapi yang akan dibawa ke Jawa, Kalimantan, bahkan Sumatra. NTT ditetapkan sebagai provinsi swasembada daging untuk Jawa dan Kalimantan, sehingga kapal ternak jadi figur penting.

Tantangan dalam Layanan Kapal Perintis

Dua tantangan terbesar dalam layanan Kapal Perintis di NTT adalah kondisi cuaca yang sering kurang bersahabat dan keterbatasan SDM Pelayaran. Kondisi cuaca ekstrem sering menyebabkan tundaan perjalanan. Untuk itu, KSOP Kupang bekerja sama dengan BMKG untuk pantauan cuaca dan memberi peringatan agar kapal menunda berlayar jika cuacanya ekstrem.

Sedangkan kebutuhan SDM Pelayaran yang professional saat ini masih dipenuhi dari luar NTT, terutama Makasar dan Jawa, mengingat sampai sekarang di NTT belum ada Politeknik Pelayaran. Yang ada hanya SMK Pelayaran namun belum ada yang approval dari Kementerian Perhubungan, sehingga lulusannya tidak dapat bekerja di perusahaan pelayaran nasional.

Sesuai dengan amanah konvensi International Maritime Organisation (IMO) dan konvensi IMO tentang Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW) 1995, untuk dapat bekerja di perusahaan pelayaran nasional, apalagi internasional, harus memiliki sertifikat sebagai seorang pelaut yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Namun Kemenhub hanya akan menerbitkan sertifikat tersebut bila proses pendidikannya terstandar, sehingga lulusannya bisa ikut ujian sertifikasi. Ini tantangan yang perlu dipecahkan bersama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini