Pengembangan Teknologi AI dan Larangan Penggunaan ChatGPT di Berbagai Negara
ChatGPT, sebuah chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan oleh OpenAI, telah menjadi salah satu teknologi yang paling diminati dalam beberapa tahun terakhir. Baru-baru ini, perusahaan tersebut meluncurkan model terbaru mereka yang dikenal sebagai GPT-5, sebagai pengganti dari model sebelumnya yaitu GPT-4. Menurut laporan yang dirilis pada 13 Agustus 2025, GPT-5 diluncurkan pada tanggal 7 Agustus 2025 dan diklaim memiliki kemampuan penalaran tingkat lanjut yang lebih baik dibandingkan model-model sebelumnya seperti o1, o3, dan o4.
Meski teknologi ini menawarkan banyak manfaat, beberapa negara mengambil tindakan untuk melarang atau membatasi akses penggunaannya. Berikut adalah alasan-alasan utama di balik larangan tersebut.
Negara-Negara yang Melarang Penggunaan ChatGPT
Tiongkok
Pemerintah Tiongkok memiliki sistem pengawasan internet yang sangat ketat. Mereka menutup akses ke ChatGPT dengan alasan keamanan nasional dan untuk mendorong penggunaan model AI lokal seperti Qwen dan Baichuan. Model-model ini dinilai lebih sesuai dengan kebijakan dan kepentingan nasional.
Korea Utara
Akses internet di Korea Utara sangat terbatas. Pemerintah menerapkan sensor ekstrem untuk mempertahankan kontrol atas informasi yang tersedia bagi warga. ChatGPT termasuk layanan yang dilarang karena dianggap bisa mengurangi dominasi negara dalam membentuk opini publik.
Iran
Iran memblokir ChatGPT dengan alasan keamanan nasional dan perlindungan data. Karena situasi politik yang tegang dengan Amerika Serikat, pemerintah Iran merasa waspada terhadap layanan digital asing, termasuk milik OpenAI.
Kuba
Pemerintah Kuba juga memasukkan ChatGPT dalam daftar platform asing yang diblokir. Ini merupakan bagian dari kebijakan kontrol informasi yang sudah diterapkan selama bertahun-tahun.
Rusia
Di Rusia, larangan terhadap ChatGPT didasarkan pada kekhawatiran tentang rentannya penyalahgunaan teknologi AI dan pengaruh asing. Pemerintah Rusia memilih untuk membatasi ruang gerak perusahaan teknologi luar negeri, termasuk OpenAI.
Suriah
Konflik berkepanjangan dan infrastruktur digital yang lemah menjadi alasan utama pembatasan akses terhadap ChatGPT di Suriah. Kedua faktor ini membuat layanan berbasis AI sulit berkembang di negara tersebut.
Selain Suriah, beberapa negara lain seperti Afghanistan, Yaman, Sudan, Sudan Selatan, Republik Demokratik Kongo, Chad, Eritrea, Burundi, Bhutan, Eswatini, Libya, dan Republik Afrika Tengah juga tidak memiliki akses ke ChatGPT. Alasan utamanya adalah konflik politik, situasi keamanan yang tidak stabil, serta keterbatasan infrastruktur digital.
Kasus Italia
Pada 2023, Badan Pengawas Perlindungan Data Italia memerintahkan OpenAI menghentikan pemrosesan data pengguna di negara tersebut. Keputusan ini diambil karena kekhawatiran bahwa perusahaan melanggar aturan privasi ketat Eropa. Regulator menemukan bahwa OpenAI sempat memungkinkan sebagian pengguna melihat judul percakapan milik pengguna lain. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dalam pengumpulan dan pemrosesan data pribadi untuk pelatihan sistem AI.



