
Serangan Israel ke Qatar: Ancaman terhadap Upaya Perdamaian di Gaza
Serangan udara yang dilakukan oleh Israel terhadap Qatar pada Selasa (9/9/2025) menimbulkan keresahan besar di kawasan Timur Tengah. Serangan ini dilakukan dengan dalih menyasar pimpinan Hamas yang berada di negara tersebut, dan menjadi tindakan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa konflik antara Israel dan kelompok-kelompok seperti Hamas semakin memanas.
Qatar, yang dikenal sebagai sekutu dekat Amerika Serikat, memiliki peran penting dalam upaya perdamaian di wilayah Gaza. Negara ini telah menjadi mediator utama dalam perundingan gencatan senjata dan menjaga komunikasi langsung dengan AS, Israel, serta Hamas. Kehadiran Qatar dalam proses diplomasi ini sangat krusial, terutama karena kemampuannya untuk menghubungkan pihak-pihak yang bersengketa.
Dalam pernyataannya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, mengecam serangan Israel sebagai “serangan pengecut” yang menargetkan bangunan tempat tinggal anggota biro politik Hamas di Doha. Ia juga menegaskan bahwa Qatar tidak akan menoleransi perilaku Israel yang dianggap tidak bertanggung jawab dan sembrono.
Seorang pejabat senior Israel mengungkapkan bahwa salah satu target serangan adalah Khalil Al-Hayya, kepala negosiator Hamas. Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari Hamas mengenai serangan tersebut. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tindakan Israel bisa saja mengganggu proses negosiasi yang sedang berlangsung.
Dampak Serangan terhadap Upaya Perdamaian
Serangan ini dinilai sangat berisiko karena dapat menggagalkan upaya perdamaian baru terkait Perang Gaza. Qatar, sebagai mediator, memiliki hubungan yang kuat dengan semua pihak yang terlibat. Dengan adanya serangan terhadap para negosiator Hamas, kepercayaan antara Hamas dan pihak AS sebagai mediator bisa saja terganggu.
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, juga mengecam serangan ini. Menurutnya, Qatar telah memainkan peran positif dalam mencapai guncatan senjata dan pembebasan sandera. Serangan ini justru dapat menghambat proses damai yang sedang berlangsung.
Selain itu, Einav Zangauker, ibu dari seorang sandera Israel yang disandera di Gaza, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa serangan ini bisa berujung pada kematian putranya. Ia merasa takut dan khawatir bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mungkin sudah mengeksekusi putranya.
Keterlibatan Amerika Serikat
Menurut sumber Israel, Amerika Serikat diketahui telah diberitahu sebelum serangan tersebut. Pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Israel menyatakan bahwa tindakan mereka merupakan operasi yang sepenuhnya independen. Meskipun begitu, pernyataan ini tampaknya dirancang untuk menjauhkan AS dari kecaman atas tindakan Israel terhadap sekutu pentingnya di kawasan.
Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, yang merupakan fasilitas militer AS terbesar di kawasan, juga menjadi sasaran serangan Iran tahun ini. Setelah serangan udara Israel, Kedutaan Besar AS di Qatar memberlakukan perintah berlindung di tempat bagi fasilitasnya, sehingga menunjukkan tingkat ancaman yang tinggi.
Operasi Gabungan dan Konsekuensi
Militer Israel (IDF) mengklaim bahwa serangan tersebut dilakukan dalam operasi gabungan dengan badan keamanan Shin Bet. IDF menyatakan bahwa mereka menargetkan “kepemimpinan senior” Hamas dengan “serangan tepat”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Israel ingin memperkuat posisi mereka dalam konflik dengan menyingkirkan para pemimpin Hamas yang aktif dalam negosiasi.
Khalil Al-Hayya, yang baru saja bertemu dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, sempat mendesak Hamas untuk menanggapi secara positif proposal gencatan senjata AS. Proposal ini menuntut Hamas untuk membebaskan semua sandera Israel sebagai imbalan negosiasi untuk mengakhiri konflik di Gaza.
Serangan terhadap Al-Hayya bisa menghancurkan upaya gencatan senjata terbaru AS, terutama karena potensi pengetahuan AS tentang serangan ini akan mengikis kepercayaan Hamas terhadap Washington sebagai negosiator yang netral.
Kesimpulan
Serangan Israel ke Qatar menunjukkan bahwa konflik di kawasan ini semakin rumit. Dengan adanya tindakan yang melemahkan upaya diplomatik AS, krisis kemanusiaan di Gaza bisa semakin parah. Qatar, sebagai mediator penting, harus tetap mempertahankan perannya dalam menciptakan perdamaian yang berkelanjutan.