
Serangan Kembali Terhadap Kapal Global Sumud Flotilla di Tunisia
Sebuah serangan kembali terjadi terhadap salah satu kapal yang berada dalam armada Global Sumud Flotilla (GSF) di perairan Tunisia. Kejadian ini terjadi sehari setelah serangan sebelumnya, dan hingga saat ini belum ada laporan korban jiwa.
Mauricio Morales, seorang jurnalis yang turut serta dalam armada tersebut, memberikan informasi bahwa kapal Alma menjadi sasaran serangan kali ini. Kebakaran terjadi di dek atas kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan Sidi Bou Said, namun kini telah berhasil dipadamkan. Morales juga mengirimkan gambar yang menunjukkan sisa-sisa proyektil yang digunakan dalam serangan tersebut.
Leila Hegazy, penyanyi asal Mesir-Italia yang merupakan anggota awak kapal Alma, membagikan video melalui media sosial yang menggambarkan serangan drone malam ini. Dalam video tersebut, ia menjelaskan bahwa mereka mendengar seseorang berteriak “Drone!” dan langsung bergegas ke dalam untuk mengenakan rompi pelampung. Hegazy, yang baru saja menyelesaikan tugas jaga malamnya ketika serangan terjadi, menyampaikan harapan agar kejadian seperti ini tidak terjadi setiap malam.
Global Sumud Flotilla (GSF) telah merilis pernyataan resmi tentang insiden tersebut. Dalam pernyataannya, GSF menyebutkan bahwa kapal Alma, yang berlayar di bawah bendera Inggris, diserang oleh drone saat berlabuh di perairan Tunisia pada Selasa malam. Meskipun terdapat kerusakan akibat kebakaran di dek atas, api telah padam, dan seluruh penumpang serta awak kapal dinyatakan selamat. GSF kini sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut dan akan memberikan informasi tambahan setelah hasilnya tersedia.
Serangan tersebut terjadi sesaat sebelum tengah malam, menjelang hari yang sama dengan serangan sebelumnya terhadap kapal Family pada dini hari. Meskipun demikian, GSF tetap memastikan bahwa armadanya tidak terganggu dan akan melanjutkan perjalanan damai untuk mematahkan pengepungan ilegal Israel di Gaza.
Saif Abukeshek, aktivis Palestina dan anggota komite pengarah GSF, menegaskan bahwa armada tersebut tetap akan berlayar. Ia menyampaikan bahwa pemerintah genosida telah membombardir warga Palestina selama 78 tahun, termasuk selama 22 bulan terakhir. Namun, warga Palestina tetap bangkit setiap hari untuk mencari masa depan yang lebih baik.
Abukeshek juga menantang para pihak untuk tidak menyerah hanya karena dua kejadian yang terjadi. “Jika kita terinspirasi dari ketangguhan orang-orang seperti itu, bagaimana kita bisa menyerah?” ujarnya. Ia menegaskan bahwa GSF bertekad untuk terus melanjutkan mobilisasi mereka.
Heidi Matthews, peneliti dari York University di Kanada dan anggota tim dukungan hukum yang memberikan pemantauan hak asasi manusia dan dukungan hukum bagi GSF, menekankan pentingnya penyelidikan terhadap insiden ini. Menurutnya, penyelidikan diperlukan untuk menentukan apakah serangan tersebut dilakukan oleh Israel atau pihak lain.
Matthews menyatakan bahwa insiden ini tampak seperti serangan yang disengaja terhadap kapal sipil yang membawa bantuan kemanusiaan di perairan Tunisia. Jika Israel terbukti sebagai pelaku, maka tindakan tersebut dapat dianggap melanggar Pasal 24 Piagam PBB, yang melarang penggunaan kekuatan yang melanggar hukum terhadap negara lain.
Selain itu, dalam konteks konflik bersenjata antara Israel dan Palestina, insiden ini juga bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang di bawah yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC), mengingat Portugal dan Tunisia adalah negara-negara yang telah menandatangani perjanjian ICC.