
Pertemuan Pemerintah dengan Aliansi Ekonom Indonesia
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengadakan pertemuan dengan Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) untuk merespons tujuh desakan darurat ekonomi yang sebelumnya disampaikan oleh kelompok tersebut. Pertemuan ini berlangsung di kantor DEN, Jakarta, pada Jumat (12/9/2025). Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki pemahaman yang jelas terhadap berbagai tantangan ekonomi yang sedang dihadapi.
Luhut menyampaikan bahwa pihaknya ingin mendengar langsung masukan dari para ekonom dan memastikan bahwa pemerintah tetap aware terhadap isu-isu yang muncul. Menurutnya, para ekonom merupakan mitra strategis dalam memperkuat kebijakan nasional. Ia menekankan bahwa deregulasi menjadi kunci dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga sedang mempercepat digitalisasi perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Selain itu, ada upaya relokasi sejumlah perusahaan garmen dan alas kaki di tengah negosiasi tarif dengan Amerika Serikat. Langkah ini diperkirakan dapat menciptakan lebih dari 100.000 lapangan kerja baru. DEN juga menyoroti pentingnya peningkatan kualitas belanja dan penerimaan negara lewat digitalisasi. Salah satu proyek percontohan yang segera dijalankan adalah digitalisasi penyaluran bantuan sosial, yang diharapkan meningkatkan transparansi sekaligus efisiensi anggaran.
Luhut menyampaikan bahwa masukan dari para ekonom sangat dibutuhkan, baik dalam memastikan bahwa pemerintah berada di jalur yang benar maupun sebagai bahan diskusi untuk pengambilan kebijakan yang lebih baik. Ia mengatakan, “Saya butuh feedback dari semuanya untuk menjadi bahan diskusi kami.”
Tanggapan dari Aliansi Ekonom Indonesia
Perwakilan AEI, Jahen F. Rezki, mengapresiasi kesempatan berdialog langsung dengan pemerintah. Ia menyebut pertemuan ini sebagai diskusi yang produktif dan berharap bahwa desakan yang mereka susun dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan ke depan. Ia juga berharap agar forum seperti ini bisa digelar secara berkala.
AEI sendiri mewadahi 383 ekonom dan 283 pemerhati ekonomi. Pada Selasa (9/9), mereka mempublikasikan Tujuh Desakan Darurat Ekonomi berikut:
- Perbaiki misalokasi anggaran. Tempatkan belanja negara secara wajar dan proporsional. AEI menyoroti porsi belanja program populis sebesar Rp 1.414 triliun (37,4 persen APBN 2026), seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), hilirisasi, subsidi energi, dan Koperasi Desa Merah Putih, yang dinilai mengorbankan pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan tenaga medis dan guru.
- Pulihkan independensi dan transparansi institusi negara, termasuk BI, BPS, BPK, DPR, dan KPK, agar terbebas dari intervensi politik.
- Hentikan dominasi negara yang dinilai melemahkan aktivitas ekonomi lokal. AEI menyoroti pelibatan Danantara, BUMN, TNI, dan Polri yang dianggap membuat pasar tidak kompetitif dan menekan lapangan kerja lokal, ekosistem UMKM, serta sektor swasta.
- Lakukan deregulasi kebijakan dan perizinan. Mereka mendesak pencabutan kebijakan perdagangan diskriminatif seperti TKDN dan kuota impor, penyederhanaan birokrasi, serta pemberantasan usaha ilegal di sektor ekstraktif.
- Tangani ketimpangan sosial-ekonomi. Usulan ini mencakup integrasi bansos agar tepat sasaran, perlindungan sosial adaptif, pemberdayaan UMKM, konversi subsidi energi ke bantuan tunai, serta pemberantasan judi online lintas negara.
- Kembalikan kebijakan berbasis bukti dan proses teknokratis. AEI meminta penghentian program populis yang dianggap mengganggu stabilitas fiskal, seperti MBG, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, sekolah rakyat, hilirisasi, subsidi energi, kompensasi energi, dan Danantara.
- Perkuat kualitas institusi dan tata kelola. Termasuk membangun kepercayaan publik, memperbaiki demokrasi, serta memberantas konflik kepentingan dan praktik rente.
Kolaborasi antara Pemerintah dan Akademisi
Luhut menegaskan bahwa kerja sama erat antara pemerintah, ekonom, dan dunia akademik menjadi fondasi membangun ekonomi nasional yang tangguh dan berkeadilan. Menurutnya, kolaborasi ini penting agar kebijakan yang diambil berbasis data dan selaras dengan kebutuhan masyarakat.
Pertemuan tersebut menjadi langkah awal dalam merespons tantangan ekonomi yang disoroti AEI, sekaligus memperkuat komunikasi antara pembuat kebijakan dan kalangan ahli. Dengan adanya dialog yang terbuka dan saling mendukung, diharapkan akan lahir kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk membangun perekonomian yang lebih baik bagi seluruh rakyat.



















































