Nasional Profil Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama Nepal di Tengah Kekacauan Politik

Profil Sushila Karki, Perdana Menteri Perempuan Pertama Nepal di Tengah Kekacauan Politik

24
0

Perubahan Politik di Nepal dengan Pelantikan Sushila Karki sebagai Perdana Menteri Sementara

Nepal kini memasuki babak baru dalam sejarahnya setelah melantik Sushila Karki sebagai perdana menteri sementara. Pelantikan ini terjadi pada Jumat (12/9) dan menjadi langkah penting pasca-gejolak politik yang berlangsung selama seminggu. Demonstrasi besar-besaran yang berujung pada pengunduran diri Sharma Oli, serta sedikitnya 51 korban jiwa, mengubah wajah pemerintahan di negara tersebut.

Sushila Karki, yang berusia 73 tahun, bukanlah sosok asing bagi masyarakat Nepal. Ia adalah ketua Mahkamah Agung perempuan pertama yang dikenal dengan keberaniannya dalam menentang korupsi dan praktik politik tidak bersih. Reputasinya dibangun dari berbagai keputusan kontroversial yang pernah mengguncang elit politik, termasuk penolakan terhadap penunjukan kepala kepolisian yang dinilai bermuatan politik. Upaya pemakzulan terhadapnya saat itu gagal karena tekanan dari masyarakat dan perhatian internasional.

Sebagai hakim, Karki pernah mewajibkan rekan-rekannya untuk menyerahkan catatan akademik guna mencegah manipulasi usia pensiun. Selain itu, ia juga aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan menjadi panutan bagi generasi muda pengacara di Nepal.

“Sebagai seseorang yang selalu ingin melihat seorang pemimpin perempuan memimpin negara, ini sungguh menggembirakan,” ujar Prashamsa Subedi, mahasiswa hukum 23 tahun yang turut mengorganisir protes. Bagi banyak aktivis, penunjukan Karki bukan hanya simbol keterwakilan perempuan, tetapi juga harapan bahwa politik Nepal akan kembali pada jalur transparansi.

Menurut penasihat presiden Sunil Bahadur Thapa, Karki akan membentuk kabinet sementara sebelum membawa Nepal menuju pemilihan umum. Pemilihan umum ini kemungkinan akan berlangsung dalam enam hingga delapan bulan ke depan.

Meski situasi di Kathmandu mulai pulih, militer berpatroli untuk menjaga keamanan, dan warga bergotong-royong membersihkan puing-puing. Meski situasi relatif kondusif, tuntutan publik agar pemerintah baru menjawab persoalan korupsi dan ketidakadilan masih terus menggema.

Kerusuhan di Nepal sepekan belakangan, yang memicu lengsernya Oli, dipicu oleh kebijakan pembatasan media sosial yang dianggap mengekang kebebasan publik. Namun, akar kemarahan warga jauh lebih dalam. Korupsi pejabat, ketimpangan ekonomi, dan rasa frustrasi terhadap elite politik yang dinilai hanya menguntungkan diri sendiri menjadi faktor utama.

Dipimpin oleh generasi muda, terutama mahasiswa dan kelompok Generasi Z, protes kali ini menjadi yang terbesar sejak Nepal beralih menjadi republik demokratis pada 2008. Para demonstran menuntut perubahan nyata dan mendesak munculnya pemimpin baru yang bersih dan independen.

Pemilihan Sushila Karki sebagai perdana menteri sementara menandai awal dari era baru dalam politik Nepal. Dengan latar belakangnya sebagai tokoh hukum yang berani dan komitmen terhadap transparansi, Karki memiliki potensi untuk menjadi titik awal perubahan yang diharapkan oleh rakyat. Namun, tantangan besar tetap menanti, terutama dalam menghadapi isu-isu korupsi dan ketidakadilan yang telah lama menjadi masalah di negara ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini