
Membangun Ekosistem Digital yang Kuat untuk Indonesia
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun ekosistem digital yang tangguh. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai angka US$ 109 miliar atau sekitar Rp 1,08 kuadriliun pada tahun 2025. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu komunitas digital terbesar di dunia. Namun, ia menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap berbagai risiko ancaman, termasuk serangan siber yang menargetkan sektor strategis.
“Kita harus lebih siap menghadapi tantangan ini bersama-sama,” ujar Kartika dalam pernyataannya. Ia menyampaikan hal tersebut sebagai bentuk kesadaran akan tantangan yang semakin kompleks di era digital saat ini.
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum PERURI) menjadi salah satu pelaku yang aktif dalam memperkuat ketahanan digital nasional. Acara Digital Resilience Summit 2025 yang diselenggarakan oleh Perum PERURI menjadi momen penting untuk mempertemukan para pemimpin industri, regulator, akademisi, dan komunitas teknologi. Acara ini bertujuan membahas isu-isu krusial dalam membangun ketahanan digital di Indonesia.
Acara yang bertema “Integrating Cybersecurity, AI, Quantum & Privacy for Enterprise Resilience” digelar melalui kolaborasi dengan PT Xynexis International. Hal ini menunjukkan komitmen lintas sektor dalam memperkuat ketahanan digital nasional. Keterlibatan berbagai pihak menunjukkan bahwa keamanan digital tidak hanya menjadi tanggung jawab satu lembaga, tetapi juga menjadi tugas bersama.
Direktur Utama PERURI, Dwina Septiani Wijaya, menyebut acara ini sebagai momentum dan wadah strategis untuk memperkuat kontribusi perseroan dalam membangun ekosistem teknologi dan keamanan digital. Ia menekankan bahwa di era disrupsi yang penuh risiko, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci agar kedaulatan digital Indonesia tetap terjaga.
Di sisi lain, Direktur Digital Business PERURI, Farah Fitria Rahmayanti, menyoroti perlunya kemampuan setiap pihak untuk memanfaatkan perubahan teknologi dalam menghadapi ancaman seperti serangan siber dan deepfake. Ia menekankan pentingnya integrasi antara cyber security (keamanan siber), artificial intelligence (kecerdasan buatan), dan teknologi kuantum untuk menjaga data privacy (privasi data) yang dikelola perseroan.
Farah juga menekankan peran regulator dalam menetapkan standar tata kelola dan etika penggunaan teknologi. Menurutnya, teknologi memiliki dua sisi: ancaman dan peluang. Oleh karena itu, regulator perlu menetapkan standar-standar bagaimana governance (tata kelola) dan etika bisa dilaksanakan.
CEO PT Xynexis International, Eva Noor, menyampaikan pandangan yang senada dengan narasumber lainnya. Ia menekankan bahwa semua pihak harus bersinergi dalam menyelesaikan isu-isu keamanan siber, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan privasi data. Forum ini menjadi ruang bersama bagi pemerintah, industri, dan akademisi untuk mencari solusi konkret agar Indonesia benar-benar siap menghadapi masa depan digital.
Dengan adanya inisiatif seperti Digital Resilience Summit 2025, diharapkan muncul langkah-langkah nyata yang dapat memperkuat posisi Indonesia dalam dunia digital. Kolaborasi antar sektor menjadi kunci utama dalam membangun ekosistem digital yang tangguh dan siap menghadapi tantangan masa depan.